Ketika Cinta Itu Datang (Chapter 7-Tamat)

Flower Glitters

Chapter 7
Jangan Pergi, Kim So Eun!

Sekarang Kim Bum berubah. Setiap pulang sekolah, dia tidak lagi langsung pergi atau mendekam di kamarnya. Yang dicarinya pertama-tama adalah Kim So Eun.

Dan ia selalu bertanya, "Kim So Eun, mau aku masakkan apa?"
Walaupun Ny. Lee Yo Won sudah selesai masak.

Atau, "Kim So Eun, mau nonton tidak? Di XXI Mall Shinee ada film bagus!"

Dan alhasil, Kim So Eun akan menolak dengan rupa heran. Kenapa Kim Bum jadi baik? Baiiiik sekali! Malah, pemuda itu tidak pernah lagi meledeknya. Dan tiap kali Kim So Eun mau pergi belajar tambahan dalam rangka pertukaran pelajaran, Kim Bum menawarkan diri untuk menggantarnya.

Padahal dulu Kim Bum selalu bilang:

"Ah, gengsi! Nanti orang menyangka kalau kau ini kekasihku atau tunanganku! Membuat pasaranku sepi saja!"

Bukannya memang Kim So Eun itu tunangannya. Memang aneh Kim Bum ini. Berusaha menutupi perasaannya dengan selalu meledek Kim So Eun atau bertengkar dengannya. Kenapa susah sekali baginya untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada Kim So Eun.

* * *

Kim So Eun mengunci kopernya dengan wajah masih cemberut. Kim Bum keterlaluan sekali, sudah tahu Kim So Eun berangkat hari ini, eh anak itu malah menghilang sejak pagi.

Di Bandara Incheon, Kim So Eun mencium pipi Ny. Lee Yo Won dan Tn. Bae So Bin dengan mata berkaca-kaca.

Ny. Lee Yo Won memeluknya. "Baik-baik ya, di sana," pesannya.

Kim So Eun menangis. Sedih bukan hanya karena akan pergi, tapi gara-gara Kim Bum tidak ada saat keberangkatannya.

"Apa Kim Bum Oppa marah padaku, Bibi?" tanyanya pada Ny. Lee Yo Won.

Ny. Lee Yo Won tersenyum. "Tidak! Kim Bum itu sayang padamu. Cuma, dia tidak setuju kau pergi," hibur Ny. Lee Yo Won, mengelus rambut Kim So Eun.

Tiba-tiba Tn. Bae So Bin menunjuk ke depan. Tampak seorang pemuda tampan duduk sendirian di kursi tunggu Keberangkatan Luar Negeri, membelakangi mereka.

Senyum Kim So Eun mengembang. "Itu kan, Kim Bum Oppa!" Ia berlari ke sana. "Kim Bum Oppa," panggil Kim So Eun.

Kim Bum mendongak kaget. "Eh...," ia tampak salah tingkah.

"Kau menungguku?" tanya Kim So Eun, ikut duduk.

"Ah! Tidak!" sangkal Kim Bum cepat. "Tadi kebetulan lewat sini, eh tiba-tiba mau singgah duduk-duduk," bohongnya konyol.

Kim So Eun jadi terharu. Ia tahu Kim Bum berbohong. Jarak rumah ke bandara hampir dua jam, masa hanya kebetulan lewat?

"Kau sudah mau pergi, ya?"

Kim So Eun mengangguk. Hatinya ikut sedih melihat wajah murung itu.

Kim Bum menunduk, memain-mainkan kunci motornya.

"Nanti kalau sudah disana, jangan lupa kirimi aku email, ya?"

Kim So Eun mengangguk pelan.

"Jangan lupa telepon, ya?" tambahnya. "Di sana jangan keluyuran. Jangan sembarangan bergaul, pilih teman yang baik. Jangan pacaran dengan bule. Jangan suka menangis lagi. Jangan terlambat makan, jangan...."

"Iya." Kim So Eun mengangguk, memotong pesan Kim Bum yang banyak.

"Tapi," Kim Bum menatap Kim So Eun khawatir, "kalau kau disakiti orang, siapa yang akan membelamu? Kalau tidak ada makanan, terus kau lapar, siapa yang memasakmu? Kau kan tidak bisa memasak. Kalau kau sakit, siapa yang...?"

"Aku pasti akan baik-baik saja," potong Kim So Eun terharu. Ia menghambur, memeluk Kim Bum erat. Tangisnya tumpah.

"Kalau kau sedih di sana, pulang ya, Kim So Eun? Yakinkan pada dirimu, bahwa ada aku… orang yang sangat mencintaimu, menantimu pulang…"

Kim So Eun mengangguk sambil menyeka airmatanya. Dilepaskannya pelukannya. Kemudian diciumnya bibir Kim Bum lembut. "Naneun neorul saranghaeyo," katanya.

Kim Bum mengangguk. "Aku juga mencintaimu, Kim So Eun."

Mereka berpelukan lagi.

Tamat
Copyright Sweety Qliquers