Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 25 Juli 2011

The Right Man (Chapter 9)



Ketika sampai malam Kim So Eun belum pulang juga, seisi rumah jadi bingung. Tadi pagi Kim So Eun pergi begitu saja. Dalam keadaan marah. Bajunya asal saja. Tidak mungkin dia pergi shooting.

"Semua gara-gara kau," gerutu Baek Suzy pada Lee Young Yoo. "Gara-gara kau Ibu marah!"

"Aku takut, Eonni," rintih Lee Young Yoo ketakutan. "Ibu pergi ke mana, ya?"

"Sudahlah." Kim Bum meraih Lee Young Yoo ke pangkuannya. "Kau sudah menyesal, kan? Nanti kalau Ibu pulang minta maaf."

"Tapi kapan Ibu pulang, Paman?"

"Sebentar lagi Ibu pasti pulang."

"Tapi sekarang kan sudah malam, Paman!" celetuk Kim Yoo Jung. "Ibu marah ya, Paman? Ibu tidak mau pulang ya?"

"Tidak mungkin, Kim Yoo Jung. Ibu sayang kalian. Dia pasti pulang."

"Tapi kami khawatir, Paman," keluh Baek Suzy sambil melirik jam dinding. "Sudah malam begini.,.."

"Sudah biasa kan Ibu pulang malam?"

"Tapi tadi pagi perginya marah-marah begitu. Kalau ada apa-apa bagaimana?"

"Sekarang Kim Yoo Bin malah menangis terus," keluh Nenek pula. "Biasanya kalau Kim Yoo Bin sakit, Kim So Eun tidak akan pergi sampai malam begini."

"Kau tahu alamat Paman Kim Hyun Joong, Baek Suzy?" cetus Park Ji Yeon yang sejak tadi diam saja.

Baek Suzy menggeleng.

"Kalau ada alamatnya, biar kususul."

"Paman ikut."

"Untuka apa?" desis Park Ji Yeon ketus.

"Sudah malam. Kau tidak boleh pergi sendiri."

"Aku bukan anak kecil lagi!" Park Ji Yeon melirik judes.

"Rasanya aku pernah lihat agenda Ibu," kata Baek Suzy tiba-tiba. "Ada alamat dan nomor telepon Dokter Lee Joon Hyuk. Pasti ada alamat Paman Kim Hyun Joong juga."

"Di mana?"

"Di lemari pakaian di kamar Ibu"

"Mari kita cari."

Kim Bum mendahului mereka masuk ke kamarnya. Bersama-sama Baek Suzy, Lee Young Yoo, dan Kim Yoo Jung, mereka membongkar isi lemari itu.

"Ini dia!" cetus Baek Suzy sambil mengacungkan sebuah buku agenda berwarna biru. Dibalik-baliknya halaman alamat di dalam agenda itu.

"Ada tidak?" Kim Bum ikut melongok. Menelusuri nama demi nama.

"Ini, Paman." Baek Suzy menunjuk sebuah nama. "Kim Hyun Joong. Ini pasti rumah Paman Kim Hyun Joong. Ini kantornya."

"Bagus. Berikan padaku. Biar Paman cari ke sana."

"Paman! Paman!" panggil Kim Yoo Jung yang sedang membolak-balik sebuah buku lain. "Apa artinya kanker Paman?"

"Itu catatan harian Ibu! Ayo kembalikan, Kim Yoo Jung!" perintah Baek Suzy tegas. "Kau tidak boleh mencuri lihat catatan Ibu!"

Direbutnya buku itu dari tangan adiknya. Dikembalikannya lagi ke dalam lemari. Setelah selesai membereskan lemari, Baek Suzy mengajak adik-adiknya keluar.

"Paman pakai sepatu dulu," kata Kim Bum. "Panggil Park Ji Yeon. Kita pergi sekarang saja."

"Aku boleh ikut ya, Paman?" Pinta Lee Young Yoo.

"Lebih baik kau diam di rumah, ya? Biar Paman dan Park Ji Yeon Eonni yang cari Ibu."

Ketika anak-anak itu sudah keluar dari kamarnya, barulah Kim Bum memungut sepatunya. Dan selagi duduk di tepi pembaringan memakai sepatunya, tiba-tiba saja ingatannya kembali pada kata-kata Kim Yoo Jung tadi.

Kanker. Kanker apa? Siapa yang kena kanker?

Hanya di tangannyalah aku rela menitipkan anak-anakku setelah aku mati!

Itu kata-kata Kim So Eun tadi pagi. Dan tiba-tiba saja bulu tengkuk Kim Bum meremang. Kanker. Mati! Mungkinkah...?

Kim Bum melompat untuk mengunci pintu kamarnya. Lalu dia menghambur ke depan lemari. Diaduk-aduknya isi lemari itu. Dicarinya buku harian Kim So Eun.

"Ada benjolan baru di ketiak kiriku. Mungkinkah anak sebar dari kanker payudaraku?”

Begitu saja buku itu terlepas dari tangan Kim Bum. Meluncur jatuh menimpa kakinya. Dan tiba-tiba saja dia merasa dingin. Sangat dingin. Seakan-akan seember air es tengah disiramkan ke atas kepalanya.

* * *

Kim So Eun pulang tepat pada saat Kim Bum dan Park Ji Yeon telah siap untuk berangkat. Melihat mereka semua berkumpul di depan rumah, paras Kim So Eun langsung memucat.

"Ada apa?" tanya Kim So Eun sambil tergopoh-gopoh turun dari mobilnya.

"Ibu!" teriak Kim Yoo Jung sambil lari menghambur dan merangkul kaki ibunya. "Ibu pulang!"

Kim So Eun mengangkat Kim Yoo Jung ke dalam gendongannya. Tapi matanya tetap mencari-cari Kim Yoo Bin. Satu-satunya anaknya yang tidak ada.

"Kim Yoo Bin kenapa?" tanyanya cemas.

"Tidak apa-apa," sahut Nenek. "Tadi dia memang menangis terus. Tapi sekarang sudah tidur. Kami cuma sedang bingung menunggumu pulang."

"Dia tidak sakit?"

"Panasnya sudah turun. Kenapa pulang malam sekali? Anak-anakmu sudah ribut!"

"Ada urusan."

"Aku sudah lapar, Bu!" rengek Kim Yoo Jung manja.

Kim So Eun menoleh kaget.

"Kenapa, kau belum makan?" Tanyanya pada Kim Yoo Jung.

"Kita semua belum makan, Bu," kata Lee Young Yoo sambil berjalan di samping ibunya. "Menunggu Ibu.”

"Kenapa tidak makan duluan?"

"Kata Ibu kita harus makan sama-sama setiap malam, kan?"

"Ya Tuhan."

Terbayang sesal di wajah Kim So Eun.

"Kalau Ibu pergi sampai malam begini, tentu saja kalian harus makan duluan! Jangan tunggu Ibu. Nanti sakit. Park Ji Yeon sudah pulang?"

“Itu Park Ji Yeon." Nenek menunjuk Park Ji Yeon yang terlindung oleh tubuh Kim Bum. "Dari tadi dia tidak pergi ke mana-mana. Menunggumu. Malah sudah hampir pergi mencarimu."

Ada keharuan yang tiba-tiba saja menerpa hati Kim So Eun. Park Ji Yeon tidak berkata apa-apa. Tetapi wajahnya datar saja. Tidak tampak kesal karena ibunya terlambat pulang.

Kim Bum tegak di sisinya. Tetapi dia pun seperti kehilangan ketajaman lidahnya. Dia malah seperti menghindari bertatap pandang dengan Kim So Eun.

"Kalau begitu mari kita makan," katanya sambil menggendong Kim Yoo Jung ke meja makan. "Tapi Ibu lihat Kim Yoo Bin dulu, ya?"

Kim So Eun merasa lega melihat putri bungsunya telah tidur dengan nyenyaknya. Diletakkannya tangannya dengan hati-hati di atas dahi Kim Yoo Bin.

Panasnya sudah turun. Pantas dia dapat tidur dengan lelap. Diciumnya dahi Kim Yoo Bin dengan lembut.

"Ibu menyayangimu, Kim Yoo Bin" bisiknya lembut.

Lalu Kim So Eun mengganti sepatunya dengan sandal. Dan turun ke bawah. Langsung ke meja makan.

Kim So Eun baru duduk ketika Lee Young Yoo datang menghampiri. Dan melihat mata gadis kecil itu, Kim So Eun sudah dapat membaca penyesalannya.

Diraihnya Lee Young Yoo ke dalam pelukannya sebelum anak itu sendiri sempat berkata sepatah pun. Dikecupnya pipinya dengan penuh kasih sayang.

"Ibu tahu," bisiknya lembut. "Kau menyesal."

"Aku minta maaf, Bu," desah Lee Young Yoo dengan suara parau. Air mata langsung menggenangi matanya. "Aku tidak mau marah lagi pada Ibu."

"Ibu juga tidak mau bohong lagi padamu, Lee Young Yoo," balas Kim So Eun halus. "Maafkan Ibu juga, ya?"

Untuk pertama kalinya Kim So Eun dapat makan dengan lahap bersama anak-anaknya. Lee Young Yoo dan Kim Yoo Jung bergantian menceritakan kehebatan acting mereka. Nenek dan Baek Suzy sebentar-sebentar menyela memberi komentar.

Hanya Kim Bum dan Park Ji Yeon yang tidak berkata apa-apa. Tetapi diamnya mereka tidak merusak suasana gembira malam itu. Meja makan mereka penuh diliputi gelak tawa.

Dan kegembiraan malam itu menyita habis perhatian Kim So Eun terhadap Kim Bum. Dia tidak sempat mencium perubahan sikap lelaki itu.

Baru ketika keesokan paginya Kim Bum pamit hendak meninggalkan rumahnya, Kim So Eun sadar. Sesuatu telah terjadi. Sikapnya sangat lain dari biasa.

"Ada apa?" tanya Kim So Eun cemas. "Kau kenapa?"

"Tidak apa-apa," sahut Kim Bum sambil tersenyum. Tapi bahkan senyumnya tidak seperti biasa! "Aku kan tidak mungkin tinggal di sini terus. Ada saatnya untuk pergi."

"Kau bisa tinggal di sini sampai kapan pun!"

"Terima kasih. Kau sangat baik. Tapi aku harus pergi."

Kim So Eun mengamat-amatinya sambil berpikir keras sebelum bertanya lagi.

"Dengar, ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba kau ingin pergi?"

"Aku sudah sembuh."

"Tiga hari yang lalu pun kau sudah sembuh!"

"Aku tidak takut lagi pada siapa pun."

"Kau mau menyerahkan dirimu pada..."

"Kalau aku memang bersalah, biarlah mereka menghukumku."

"Kau mimpi apa tadi malam?" geram Kim So Eun gemas. "Kenapa kau tiba-tiba jadi bodoh seperti ini?"

"Bodoh?"

"Untuk apa menyerahkan diri? Mereka tidak tahu kau di sini!"

"Aku tidak mau bersembunyi terus seperti tikus."

"Jadi kau lebih suka..."

"Belum tentu aku yang salah."

"Kalau ya?"

"Biar mereka menghukumku."

"Kau sudah bosan di sini?"

"Justru karena aku ingin lebih cepat kembali kemari."

Kim So Eun mengawasi Kim Bum dengan tajam. Dia memang masih tetap tersenyum. Tapi senyumnya pahit.

"Ada apa sebenarnya?" desak Kim So Eun penasaran. "Aku salah apa lagi?"

"Tidak ada apa-apa. Kau kan lebih senang kalau aku cepat-cepat pergi. Supaya tidak usah menjaga anak-anak gadismu."

Kim Bum menyeringai masam.

"Aku tidak pernah mengusirmu lagi."

"Aku tahu. Kau mulai menyukaiku."

"Anak-anakku," ralat Kim So Eun jengah.

"Mereka pasti merasa kehilangan."

"Suatu hari nanti aku pasti kembali."

Tiba-tiba saja Kim Bum melihat paras wanita itu berubah.

Saat itu, pikir Kim So Eun murung. Aku mungkin sudah tidak berada di sini lagi!
Sungguh aneh mengapa tiba-tiba saja dia merasa berat berpisah dengan lelaki ini. Dan takut tidak dapat bertemu lagi!

* * *
Kim So Eun benar. Kecuali Park Ji Yeon dan Kim Yoo Bin, tidak seorang pun dari ketiga anaknya yang lain mengizinkan Kim Bum pergi.

"Semalam lagi ya, Paman!" rengek Kim Yoo Jung sambil bergayutan manja di lengan Kim Bum. "Nanti malam kita main catur lagi. Paman kan baru kalah 3-1!"

"Memangnya, Paman mau dibuat kalah berapa?"

"10-1." sahut Kim Yoo Jung bersemangat.

Kim Bum tertawa geli.

"Jelek-jelek begini kan Paman DO fakultas kedokteran, Kim Yoo Jung!"

"DO itu aoa, Paman?"

"Drop out."

"Apa itu?"

"Dikeluarkan."

"Paman nakal?"

"Ah, tidak."

"Lalu kenapa dikeluarkan?"

"Ehm, karena paman menyukai dosennya...."

"Huss!" bentak Kim So Eun sambil berpura-pura membentak marah. Padahal dia sendiri sedang menahan tawa. "Jangan mengajari anak kecil yang bukan-bukan!"

"Itu benar! Kita tidak boleh bohong pada anak-anak, kan?"

"Masa menyukai dosen saja dikeluarkan, Paman?" cetus Lee Young Yoo penasaran.

"Dosennya sudah punya suami, Lee Young Yoo. Dan suaminya dosen juga. Jadi Paman tidak bisa lulus-lulus!"

"Bohong!" potong Kim So Eun berlagak kesal. "Bilang saja kau memang tidak lulus ujian karena tidak pernah belajar!"

"Paman jangan pergi dulu, ya?" Sekarang giliran Lee Young Yoo yang merengek manja. "Kalau Paman pergi, besok sore aku pergi latihan dengan siapa? Pulangnya kan malam, Paman. Takut!"

"Kan bisa dengan Ibu dan Baek Suzy Eonni," sahut Kim Bum sambil menekan rasa harunya.

Ketika tidak didengarnya tanggapan Baek Suzy, Kim Bum menoleh. Dan melihat Baek Suzy sedang mengunyah sarapan paginya dengan diam. Wajahnya murung. Tatapannya kosong.

Kim So Eun yang ikut berpaling mendadak merasa cemas.

Mudah-mudahan aku salah duga, pikirnya panik. Semoga dia tidak sedang jatuh cinta!

"Kau juga tidak mau Paman pergi?" tanya Kim Bum lembut pada Baek Suzy.

Begitu lembutnya suara Kim Bum sampai Kim So Eun merasa tidak enak.

"Terserah." Baek Suzy mengangkat bahu sambil menyembunyikan wajahnya di balik gelas yang tengah ditempelkannya ke bibir.

"Kenapa terserah?"

"Aku kan tidak bisa melarang Paman."

"Siapa bilang?" bantah Kim Bum berpura-pura tidak melihat merahnya mata gadis itu. "Kalau Kau janji mau membuatkan Paman Mie Ramen yang lezat seperti kemarin, Paman pasti tinggal semalam lagi!"

"Ah!"

"Kenapa?" Kim Bum berlagak heran. "Kenapa cuma ah?"

"Paman jangan bercanda terus!"

"Kata siapa cuma bercanda? Paman serius!"

"Benarkah?" Baek Suzy menatap malu-malu. Pipinya yang kemerah-merahan membuat parasnya terlihat segar dan cantik.

Diam-diam Kim So Eun menghela napas. Dan secercah perasaan tidak enak yang dia sendiri tidak tahu apa namanya menggurat hati kecilnya. Inikah naluri seorang ibu? Atau...

Kim So Eun jadi gelagapan ketika tiba-tiba Kim Bum menoleh padanya. Dan Sesaat dia menahan napas.

"Boleh?" Kim Bum tersenyum simpatik.

Tetapi kali ini, bagaimanapun pintarnya dia menyembunyikan perasaannya, Kim So Eun dapat menangkap kegetiran dalam senyum itu.

Bersambung…

Chapter 8
Chapter 7
Chapter 6
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1
Prolog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...