Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 16 Juli 2011

Cinta Yang Tertinggal



Title : Cinta Yang Tertinggal
Genre : Romance
Author : Sweety Qliquers
Episode : Oneshot
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 16 July 2011, 10.04 AM
Cast :
Kim So Eun
Kim Bum
Jung So Min


Gadis berkacamata tebal itu tampak asyik di antara deretan rak buku. Beberapa buku diambilnya lalu dibawanya ke meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Di situ sudah ada setumpuk buku yang beberapa menit lalu diambilnya. Entah apa yang akan dilakukannya dengan buku-buku sebanyak itu. Ia terlihat sibuk membuka, membaca, menulis, kemudian membuka buku lainnya, membaca lagi dan menulis lagi. Dia sibuk sendiri dengan dunianya.

“Buku sastra di sebelah mana, ya?” sebuah suara mengalihkan kesibukan gadis itu sejenak. Tanpa menoleh sedikit pun tangan gadis itu lalu menunjuk ke arah sebelah kanan. Pria yang tadi bertanya segera mengikuti arah yang ditunjuk. Gadis itu pun kembali berkutat dengan buku-bukunya.

Tak berapa lama kemudian, “Maaf, kau kan sepertinya familiar dengan perpustakaan ini, ngngng… bisa bantu mencarikan buku ini tidak,” pria itu kembali menghampiri gadis berkacamata sambil menyodorkan secarik kertas.

Masih dengan gaya acuh tak acuhnya, gadis itu membaca coretan dalam kertas yang diberikan oleh si penanya, lalu, “Cari saja di deretan buku sastra, ada di rak buku barisan kedua paling pojok sebelah kanan.”

Laki-laki itu lalu pergi menuruti petunjuk yang dikatakan si gadis yang kelihatannya tak mau diganggu.

“Terima kasih ya bukunya sudah aku temukan. Dari tadi aku pusing berputar-putar mencari buku ini eh tidak tahunya kau tahu persis di mana letaknya,” ucap laki-laki tadi. “Namaku Kim Bum, kau siapa?” lanjut laki-laki itu seolah tak peduli dengan keacuhan si gadis.

“Kim So Eun,” jawab gadis itu pendek tanpa menoleh sedikit pun.

“Kenapa aku tidak pernah melihatmu di kampus ini, kau anak semester berapa?” tanya pria yang mengenalkan dirinya sebagai Kim Bum sambil duduk di kursi seberang gadis yang bernama Kim So Eun.

Sebentar kemudian, Kim Bum memperhatikan wajah si gadis, mencoba mengingat kalau-kalau pernah bertemu dengan gadis di hadapannya.

Merasa diperhatikan, Kim So Eun menghentikan kegiatannya menulis lalu menatap laki-laki di hadapannya. Sedetik kemudian dia tertegun, mulutnya yang hampir berucap mendadak terhenti hingga melongo. Betapa kagetnya dirinya melihat siapa yang kini duduk satu meja dengannya. Laki-laki yang baru saja menanyakan namanya ini adalah Kim Bum, mahasiswa tingkat tiga yang digandrungi banyak gadis di kampus ini.

Selain berwajah tampan dan berbadan atletis, pemuda ini dikenal dengan segudang prestasi olahraganya. Tak salah bila mahasiswa di kampus ini memilihnya menjadi ketua senat. Dan sudah menjadi rahasia umum bila semua gadis berebut menjadi pacarnya.

“Eh, kenapa malah bengong. Kau anak semester berapa?” tanya Kim Bum mengulang pertanyaannya tadi sekaligus membuyarkan lamunan Kim So Eun.

“Oh eh ngngng… aku?” tanyanya meyakinkan.

“Iya kau. Memangnya ada orang lain di meja ini selain kita?” senyum Kim Bum mengembang.

“Aku adik tingkatmu.”

“Eh, kau tahu ya aku semester enam.”

Ups! Kontan wajah Kim So Eun memerah malu.

“Kenapa aku tidak pernah melihatmu?” kata Kim Bum yang tampak kebingungan.

Jelas saja Kim Bum merasa bingung dan heran karena hampir semua mahasiswa di kampus ini dikenalnya atau paling tidak ia hafal wajah. Maklum dia kan ketua senat.

Sementara dalam hati, Kim So Eun merasa tak heran bila Kim Bum tidak mengenalnya. Siapa yang mempedulikan keberadaan dirinya. Mahasiswa kutu buku yang menghabiskan sisa waktu kuliahnya di perpustakaan. Hampir tak ada mahasiswa yang mengenalnya dengan akrab. Apalagi para pria.

“Kau aktif di kegiatan apa?”

Kim So Eun hanya menggeleng dan kembali menunduk, pura-pura sibuk kembali dengan buku-bukunya. Padahal saat ini hatinya terasa tidak keruan antara senang, bangga, dan takut bisa mengobrol dengan pemuda idola. “Mengapa Tuhan memberiku kesempatan berkenalan dengan pemuda idola ini, membuat hatiku tidak keruan saja,” keluhnya dalam hati. Ah, semoga saja tidak ada yang melihatnya sedang duduk bersama Kim Bum. Kim So Eun takut diejek. Takut dikatakan tidak pantas duduk satu meja dengan pemuda impian gadis-gadis kampus. Takut.…

“Pasti kau lebih suka di sini, ya. Pantas saja kau hafal letak buku-buku di sini. Aku sebenarnya juga senang membaca, tapi waktuku tidak banyak. Baiklah kalau begitu kapan-kapan kita mengobrol lagi, ya, aku harus ke ruang senat dulu. Bye Kim So Eun!”

Kim Bum meninggalkan senyum simpatiknya. Kim So Eun pun sekali lagi terbengong-bengong bahkan tak sempat membalas senyum ramah sang pemuda pujaan. Dia benar-benar merasa seperti bermimpi bisa duduk dan mengobrol dengan Kim Bum. Selama ini ia hanya bisa memandangi Kim Bum dari kejauhan dan buru-buru menduduk, takut ketahuan orang lain. Ya, ia takut dikatakan pungguk merindukan bulan.

Ah!

Dua hari kemudian, Kim So Eun kembali bertemu dengan Kim Bum di perpustakaan. Saat itu Kim Bum bermaksud mengembalikan buku sastra yang dipinjamnya tempo hari.

Pemuda tampan itu mengurungkan niatnya untuk segera meninggalkan perpustakaan ketika melihat gadis berkacamata yang duduk di meja sebelah pojok. Tiba-tiba ia tertarik untuk menghampiri Kim So Eun.

“Hai, Kim So Eun,” sapanya ramah sambil menarik kursi di sebelah Kim So Eun.

“Oh kau…,” sapa Kim So Eun balik dengan setengah grogi.

“Kau sedang baca apa, sepertinya asyik sekali. Tidak ada kuliah atau sedang menunggu jam kuliah,” cerocos Kim Bum berusaha memecah kekakuan Kim So Eun.

“Barusan saja selesai jam kuliah pertama. A-aku lagi mau baca buku ini sambil menunggu jam kuliah kedua nanti sore,” tutur Kim So Eun sekuat tenaga menyembunyikan salah tingkahnya.

“Wih... buku yang kemarin ternyata menarik, ya. Sebenarnya aku pinjam untuk adikku tapi malah jadi tertarik ikutan baca. Adikku sepertimu, suka baca buku he he…,” kata Kim Bum setengah bercanda membuat Kim So Eun ikut tertawa.

“Membaca buku itu merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Banyak hal yang bisa kita peroleh tanpa harus mengalaminya secara langsung. Seperti membuka jendela saja. Kita dihadapkan pada pandangan yang luas dan bebas menjelajah,” ujar Kim So Eun tentang dunia yang dicintainya.

Kim So Eun tak lagi canggung. Saat Kim Bum membuka pembicaraan tentang dunia buku, Kim So Eun seolah mendapatkan kepercayaandirinya. Dia merasa buku adalah dunianya dan sesuatu yang sudah tak asing lagi. Menceritakan apa asyiknya membaca sama mudahnya membicarakan tentang dirinya. Dia dan buku seperti tidak bisa dipisahkan.

Pancingan Kim Bum ternyata mengena. Sengaja Kim Bum bertanya-tanya tentang buku agar Kim So Eun tidak banyak diam. Beruntung dia punya adik yang kutu buku juga. Dan beruntung pula beberapa kali dia mengantar adiknya ke toko buku. Setidaknya jadi tahu hal-hal yang menarik bagi pencinta buku.

Kini Kim So Eun tidak lagi pendiam seperti dua hari lalu. Ternyata gadis berkacamata ini pandai bicara juga. Wajahnya tampak berekspresi ketika menjelaskan satu per satu buku yang sudah dibacanya. Mata bulatnya yang tersembunyi di balik kacamata tampak berbinar indah. Wajahnya seperti memancarkan sesuatu yang menarik. Ya, wajah itu menyembunyikan kecerdasan. Mungkin tumpukkan ilmu yang diperolehnya dari membaca buku.

Belum pernah Kim Bum memandangi wajah gadis yang seperti ini. Biasanya saat berbincang dengan gadis-gadis ia hanya bisa menikmati kecantikan dan kemulusan kulitnya yang terkadang bila terlalu lama dipandang jadi membosankan.

Berbeda dengan wajah Kim So Eun yang semakin lama dipandang semakin menarik. Kim Bum bahkan menebak jika Kim So Eun mau membuka kacamatanya pasti wajah gadis ini lebih menarik.

Matanya bulat dan tatapannya tajam. Tanpa sadar Kim Bum bergumam sendiri sambil terus mendengarkan Kim So Eun yang asyik berceloteh.

Kim So Eun pun tanpa sadar menjadi banyak bicara. Satu hal yang jarang dilakukannya. Selama ini ia hanya berbicara banyak dalam hatinya. Paling banter ia menuliskan kejadian-kejadian menarik yang ditemuinya dalam buku diarinya. Atau membuatnya menjadi sebuah cerita untuk dikirimkan ke majalah. Ya, tak ada teman kampusnya yang tahu bahwa Kim So Eun adalah penulis cerpen yang karyanya banyak menghiasi majalah-majalah remaja. Hanya keluarganya yang tahu, itu pun setelah Kim So Eun memberitahukan nama samarannya.

Tak terasa, sudah satu jam lebih Kim Bum dan Kim So Eun mengobrol panjang lebar. Seperti yang sudah-sudah, Kim Bum yang duluan berpamitan karena ada jadwal latihan basket. Sebelum pergi, Kim Bum sempat mengajak Kim So Eun untuk menonton latihan basket, tapi segera ditolak oleh gadis itu. Bisa menjadi berita yang menghebohkan di kampus bila ketahuan Kim So Eun dan Kim Bum jalan berdua. Kim So Eun merasa minder.

Kim Bum dan Kim So Eun semakin akrab karena sering bertemu dan mengobrol di perpustakaan. Kim Bum sendiri heran mengapa jadi ketagihan berbincang panjang lebar dengan Kim So Eun. Ada satu hal dalam diri Kim So Eun yang tidak ditemukan pada gadis lain. Perpaduan antara kepolosan dan kepintaran.

Sementara itu, bisa dibayangkan bagaimana perasaan Kim So Eun dengan keakraban yang baru dijalinnya. Kini, tak hanya buku tujuannya ke perpustakaan. Setiap kali datang ke perpustakaan ia merasa deg-degan menunggu kedatangan Kim Bum. Ia pun tak lagi grogi seperti dulu bahkan kini merasa lebih percaya diri. Kim Bum pernah dengan terus terang mengatakan bahwa gadis seperti Kim So Eun yang memiliki pengetahuan luas tentang pustaka sudah sangat jarang dijumpainya. Apalagi saat mengetahui ternyata Kim So Eun juga pandai menulis cerpen. Kekagumannya pun semakin bertambah. Sikap Kim Bum yang jujur inilah yang membuat Kim So Eun merasa tersanjung.

Meskipun merasa bahagia dengan kehadiran Kim Bum, Kim So Eun tidak berani berharap banyak. Dia tidak ingin melambung terlalu tinggi karena jika jatuh pasti sakitnya terasa luar biasa. Beberapa kali Kim Bum menawarkan diri mengantarkan Kim So Eun pulang ke rumah bila waktu sudah hampir petang.

Tapi dengan halus Kim So Eun selalu menolaknya. Kim So Eun juga menolak untuk sekedar diajak makan dan minum di kantin. Kim So Eun tidak mau keakrabannya dengan Kim Bum diketahui mahasiswa lain.

Bahkan ketika berada di perpustakaan, Kim So Eun selalu memilih tempat yang agak tersembunyi. Berjaga-jaga kalau Kim Bum datang, agar keduanya tidak mudah terlihat orang banyak.

Berita kedekatan Kim Bum dan Kim So Eun ternyata tidak bisa ditutup-tutupi. Mungkin karena Kim Bum adalah sosok yang terkenal di kampus. Atau mungkin karena kabar ini ada sangkut pautnya dengan Kim So Eun, gadis yang tidak diperhitungkan di kampus. Anak-anak kampus menjadi penasaran karena selama ini nama Kim So Eun hampir tidak pernah disebut-sebut dalam pembicaraan di antara mahasiswa maupun dosen. Gadis seperti apa yang bisa menahan perhatian pemuda yang menjadi rebutan gadis-gadis kampus. Begitulah mungkin pertanyaan yang kini beredar dari mulut ke mulut. Akhirnya, Kim So Eun pun kini banyak dicari orang.

Hanya Kim So Eun yang tidak mengetahui jika namanya kini jadi bahan pembicaraan di kampus. Hingga suatu hari, saat dia menunggu kehadiran Kim Bum di perpustakaan, datanglah seorang gadis cantik menghampirinya.

“Namamu Kim So Eun kan? Kau sedang menunggu kedatangan Kim Bum, ya?” tanya gadis cantik itu to the point, tanpa basa basi dulu.
Ditanya demikian, Kim So Eun langsung kaget dan merasa ada sesuatu yang tidak beres.

“Iya,” jawab Kim So Eun lirih tak dapat menyembunyikan kekhawatirannya.

“Aku Jung So Min, pacar Kim Bum. Terus terang saja, aku ke sini hanya ingin mengatakan bahwa gosip kedekatanmu dengan Kim Bum sangat mengganggu diriku, juga hubunganku dengan Kim Bum. Jadi tidak usah berpanjang lebar lagi, aku ingin kau menjauhi Kim Bum. Lagi pula tidak ada yang kau harapkan dari Kim Bum. Kim Bum tidak mungkin jatuh cinta dengan gadis sepertimu. Jangan menyalahartikan perhatian Kim Bum.”

Gadis bernama Jung So Min itu berkata-kata dengan ketus dan sinis. Setelah menyelesaikan kalimatnya yang sedikit mengandung ancaman, ia langsung berbalik pergi meninggalkan Kim So Eun yang terbengong-bengong.

Bagai disambar petir di siang bolong Kim So Eun mendengar perkataan Jung So Min. Jung So Min pacar Kim Bum? Ya, mengapa selama ini ia tidak berpikir tentang pacar Kim Bum. Tapi, bukankah selama ini tidak ada yang tahu, Kim So Eun dan Kim Bum sering bertemu? Ah, Kim Bum… mana mungkin pemuda setampan dia belum punya pacar. Mengapa selama ini ia tidak menanyakan siapa pacar Kim Bum.

Mengapa selama ini ia hanyut oleh perhatian Kim Bum. Hampir saja aku menjadi pungguk merindukan bulan. Bodohnya aku. Begitu pikiran yang berkecamuk di otak Kim So Eun.

Lihatlah betapa berbedanya Kim So Eun dan Jung So Min. Jung So Min begitu cantik dengan kulit putih dan rambut pajangnya yang lurus berkilau. Tubuhnya tinggi semampai. Penampilannya seksi dan trendi. Anggun dan indah dipandang mata. Lalu Kim So Eun? Ah bagai bumi dan langit. Kim So Eun tidak ada apa-apanya dibandingkan Jung So Min.

“Heh, kenapa melamun bukannya baca buku.” Tiba-tiba Kim Bum sudah berada di hadapan Kim So Eun.

“Maaf aku harus pergi. Ada kuliah,” kata Kim So Eun sambil bergegas membereskan buku-bukunya di meja.

“Bukannya, hari ini kau sudah tidak ada kuliah lagi?” tanya Kim Bum yang hafal jadwal kuliah Kim So Eun.

“Pokoknya, aku harus pergi,” buru-buru Kim So Eun menjawabnya. Ia lalu beranjak pergi, namun baru selangkah kakinya terhenti dan kembali berbalik ke arah Kim Bum.

“Mulai sekarang kita tidak usah bertemu lagi. Aku mohon, jangan temui aku lagi di perpustakaan,” pinta Kim So Eun dengan sorot mata yang terluka.

“Tapi kenapa? Apa yang terjadi? Kim So Eun… Kim So Eun… jangan pergi dulu. Tunggu!” kejar Kim Bum berusaha menghadang langkah Kim So Eun. Tiba-tiba sebuah tangan halus mencengkeram lengannya menahannya untuk tidak berlari mengejar Kim So Eun.

“Jung So Min?! Sedang apa kau di sini?”

“Aku mencarimu. Ternyata benar gosip yang beredar. Diam-diam kau sering menemui Kim So Eun di perpustakaan ini, ya. Untuk apa? Apa menariknya gadis itu?” Jung So Min memberondong Kim Bum yang menjadi salah tingkah. Namun dengan cepat Kim Bum menguasai keadaan.

“Apa yang kau katakan pada Kim So Eun? Kau tidak berhak menyakiti gadis itu. Dan bukan urusanmu lagi aku berteman dengan siapa. Kita sudah putus. Ingat itu!” Kim Bum berkata tegas.

“Tapi aku tidak rela kau mencari gantiku dengan gadis seperti dia.”

“Ah, sudahlah. Aku tidak mau bertengkar lagi denganmu. Dan ingat ya jangan sekali lagi menemui Kim So Eun.”

Kim Bum pergi mengejar Kim So Eun. Jung So Min yang ditinggalkannya hanya tertegun kemudian menangis. Mengapa Kim Bum tertarik dengan Kim So Eun? Kenapa bukan gadis lain yang lebih cantik dariku? Pertanyaan itu sekali lagi mengganggunya. Jung So Min merasa terhina.

Setelah kejadian itu Kim So Eun bagai ditelan bumi. Berkali-kali Kim Bum bolak balik ke perpustakaan, tapi tak dijumpainya gadis itu. Kim Bum tidak tahu harus ke mana mencari tahu keberadaan Kim So Eun. Teman kuliahnya tak banyak yang mengenalnya. Alamat rumahnya Kim Bum tak pernah punya karena Kim So Eun tak perah memberikannya. Apalagi nomor teleponnya. Satu-satunya tempat yang diharapkan bertemu dengan Kim So Eun adalah perpusatakaan.

Hampir setiap hari Kim Bum duduk di bangku yang biasa diduduki Kim So Eun sembari berharap gadis itu muncul. Tapi hari berlalu, minggu berlalu, bulan berlalu, Kim So Eun tak juga muncul.

“Ah, Kim So Eun... dimanakah dirimu? Aku akan tetap menunggumu di perpustakaan ini. Aku ingin menjelaskan sesuatu.... Tentang perasaanku.”


* * *

1 tahun kemudian.

Seorang gadis berkacamata sedang asyik duduk di taman kampus sambil membaca sebuah buku. Karena asyiknya ia sampai tak menyadari ada seorang pemuda yang berdiri di depannya.

“Kim So Eun…”

“Kim Bum… sedang apa kau disini?”

“Kemana saja kau selama ini, aku selalu mencarimu dan menunggumu di Perpustakaan.”

“Kim Bum, aku…”

“Apa kau tidak sadar, kau telah meninggalkan sesuatu…” Kim Bum menghentikan kata-katanya lalu melanjutkannya lagi, “…di hatiku…”

“Kim Bum…”

“Aku mencintaimu, Kim So Eun. Apa kau tahu itu?”

“Aku bukan gadis yang pantas untuk menerima cinta tulusmu itu, Kim Bum. Aku hanya seorang gadis biasa yang tak pernah dianggap keberadaannya.”

Kim Bum menggenggam jemari gadis itu, “Aku mencintaimu dengan apa adanya dirimu, Kim So Eun. Aku benar-benar mencintaimu, apa kau mau menerima cintaku…”

Kim So Eun hanya menjawabnya dengan anggukan pasti.

Direngkuhnya gadis tercinta itu ke dalam pelukan Kim Bum. Dan ia berjanji dalam hatinya… tak akan pernah melepas Kim So Eun sampai kapan pun.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

1 komentar:

  1. WaH..gini ni..yg ini Baru cocok,Jung so MIn Kalo jd Princess EviL..ntah menurutQ lebih paZ+mengeNa..!!PadaHal di Playfull kiss dy jadi Cewek Baek..Tp kok Ai Don Laik HEr..(CuRcoL lageeeeee!!!)
    WaaaHH Kim Bum selalu PEnuH pesonaaaaa...Kalo AQ jd SoEun...Pasti bakaL LEBE...hahaah

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...