Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 26 Juli 2011

The Right Man (Chapter 13)



Kim So Eun merasa hatinya berdebar tidak keruan Perasaan tidak enak menyelinap ke benaknya.

Begitu banyak orang berkerumun di depan rumahnya. Dan mereka semua mengenakan pakaian berwarna gelap. Ada apa?

Cepat-cepat Kim So Eun menguakkan kerumunan mereka. Mencari jalan untuk menyelinap masuk ke rumahnya. Di dalam lebih banyak orang lagi. Dan mereka semua sedang menyanyi.

Samar-samar Kim So Eun mendengar nyanyian mereka. Lagu gereja. Lagu apa? Di mana dia pernah mendengar lagu itu? Kapan? Waktu ayahnya meninggal?

Meninggal. Berdiri bulu romanya. Meninggal! Siapa yang meninggal?

Hampir, memekik Kim So Eun melihat peti mati yang sedang ditangisi orang di tengah ruangan itu... dilihatnya anak-anaknya di sana... tapi tidak semua!

Siapa... siapa yang tidak ada? Satu, dua, tiga... empat!

"Kim Yoo Bin!" teriak Kim So Eun histeris. "Kim Yoo Bin!"

"Ibu! Ibu!" Park Ji Yeon mengguncang-guncang bahunya. "Bangun, Bu! Bangun! Ibu mimpi apa?"

Kim So Eun membuka matanya. Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya. Dilihatnya Park Ji Yeon membungkuk di atas tubuhnya. Wajahnya begitu dekat. Matanya menatap penuh tanda tanya.

"Kim Yoo Bin...," desah Kim So Eun lirih. "Di mana dia?"

"Di samping Ibu," sahut Park Ji Yeon sambil menguap.

"Oh," Kim So Eun menghela napas lega ketika melihat Kim Yoo Bin masih terbujur pulas di sisinya. Dia masih tidur nyenyak. Matanya terpejam rapat. Terima kasih, Tuhan, bisik Kim So Eun sambil duduk menyeka peluhnya. Syukurlah semua hanya mimpi!

"Tidurlah, Park Ji Yeon. Ibu mimpi. Mimpi Kim Yoo Bin sakit."

Tanpa berkata apa-apa lagi Park Ji Yeon kembali ke tempat tidurnya. Kim Yoo Jung masih terbaring lelap di sana. Sama sekali tidak terusik oleh pekikan ibunya.

"Lee Young Yoo tidur di kamar sebelah?"

"Bersama Baek Suzy. Tidak ada yang mau tidur seranjang dengan Nenek."

Kim So Eun kembali membaringkan tubuhnya. Tetapi dia tidak dapat terlelap. Jantungnya berdebar lebih cepat dan lebih keras daripada biasanya.

Ada apa? Firasatkah namanya ini? Firasat buruk?

Perlahan-lahan Kim So Eun turun dari tempat tidur. Ditatapnya Kim Yoo Bin sekali lagi. Lalu dia menoleh pada Park Ji Yeon. Wajahnya menghadap ke dinding sehing Kim So Eun tidak dapat melihat matanya. Tetapi napasnya naik-turun dengan teratur. Dia pasti sudah tidur.

Hati-hati Kim So Eun membuka pintu kamarnya Mengendap-endap keluar. Dan membuka pintu kamar sebelah. Mengintai ke dalam.

Seberkas sinar lemah menyoroti kamar yang gelap. Samar-samar dia melihat Lee Young Yoo dan Baek Suzy tidur di ranjang yang satu. Sementara Nenek sudah meringkuk di ranjang yang satu lagi.

Tidak ada yang terjaga. Semua tidur dengan lelap. Hati-hati Kim So Eun menutup pinta kamar. Dan turun ke bawah.

Dia mengambil segelas air di dapur. Lalu meneguknya sampai habis. Badannya terasa lebih segar. Tetapi jantungnya masih tidak mau diajak kompromi.

Ketika Kim So Eun kembali ke depan, sesosok tubuh telah menunggunya di sofa.

"Meronda?"

"Mmmm," Kim So Eun balas berbisik. "Belum tidur?”

"Tidak bisa tidur."

"Panas?"

"Memikirkanmu."

"Ah." Kim So Eun memalingkan wajahnya. "Apa yang harus dipikirkan lagi? Aku sudah pasrah"

"Princess?”

Kim Bum mengulurkan tangannya. Menggenggam tangan wanita itu. Kim So Eun, menunduk. Menatap Kim Bum yang sedang menengadah ke arahnya. Sekilas mereka saling tatap tanpa berkata apa-apa. Dan Kim So Eun tidak berusaha menarik tangannya dari genggaman Kim Bum.

"Boleh tanya? Jangan jawab kalau tidak mau."

"Tanyalah."

"Itukah lelaki yang kaupilih sebagai suamimu yang berikutnya?"

"Lelaki yang mana?"

"Lelaki yang sering datang kemari. Yang pernah kau bawa masuk ke kamarmu."

Kim So Eun menghela napas getir. Dilepaskannya tangannya dari genggaman Kim Bum. Dijatuhkannya tubuhnya ke kursi.

"Kami sudah putus."

"Kau sudah sering tidur bersamanya?"

Kim So Eun menggeleng.

"Lantas bagaimana kau tahu dia cocok untuk ayah anak-anakmu?"

"Seorang ayah tidak dinilai di atas tempat tidur!"

"Sudah lama kenal dia?"

Sekali lagi Kim So Eun menggelengkan kepalanya.

"Mula-mula, dia cuma produserku."

"Kau yakin dia lebih baik dari mantan suamimu?"

"Aku belum pernah menemukan seorang laki-laki yang demikian memperhatikan diriku. Dan demikian mendambakan anak."

"Suamimu yang dulu tidak?"

"Choi Siwon belum pernah menjadi suamiku. Dia menghilang setelah menitipkan Park Ji Yeon di rahimku. Dalam kepanikan, aku menemukan Lee Donghae. Aku menikah hanya supaya Park Ji Yeon tidak disebut anak haram."

"Ibumu setuju?"

"Apa lagi yang dapat dilakukannya? Aku sudah hamil. Ternyata aku keliru. Lebih baik Park Ji Yeon jadi anak haram daripada punya ayah tiri seperti Lee Donghae."

"Dia sadis?”

"Setiap malam dia pulang dalam keadaan mabuk. Dan Park Ji Yeon-lah yang harus menerima pukulan-pukulannya."

"Sekarang aku tahu mengapa Park Ji Yeon giat belajar karate."

“Tangannya enteng sekali. Tetapi selama dia tidak menyakiti anak-anakku, aku masih dapat bertahan. Aku baru minta cerai setelah dia sering memukuli Park Ji Yeon. Waktu itu, aku sudah punya Kim Yoo Jung."

"Suamimu yang lain?"

"Ketika bertemu, Im Seulong mengaku masih bujangan. Tapi suatu hari, ketika Kim Yoo Bin berumur setahun, datang seorang perempuan yang mengaku istrinya. Dia mendampratku habis-habisan di depan tetangga."

"Pantas jelek sekali anggapan tetanggamu terhadap dirimu. Pasti kau dicap sebagai janda perebut suami orang."

"Ketika kepanikan sedang melanda diriku, aku bertemu Hyun Bin. Aku baru saja menemukan benjolan di payudaraku. Saat itu, aku takut sekali mati. Takut meninggalkan anak-anakku. Aku ingin mencari ayah bagi mereka. Tapi untung segera kusadari, Hyun Bin bukan figur ayah yang cocok."

"Dia tidak suka anak-anak?"

"Justru suka sekali. Tetapi aku tidak bisa mati dengan mata terpejam kalau harus meninggalkan anak-anak perempuanku dengan seorang laki-laki yang punya penyakit pedofilia seperti dia!"

"Persis," komentar Kim Bum sambil menghela napas.

"Apanya?"

"Kisahmu. Persis adegan film."

"Kim Hyun Joong adalah pilihanku yang terakhir. Dia sangat mendambakan anak. Istrinya mandul."

"Sayang anak-anakmu sudah tidak mau punya ayah lagi."

"Mereka sudah kapok."

"Sayang aku tidak datang lebih cepat."

"Kau?" Kim So Eun menatap tidak percaya. "Kau juga mau menjadi ayah anak-anakku?"

"Bukan hanya ayah anak-anakmu." Kim Bum tersenyum penuh arti. "Sekaligus suamimu."

"Aku sudah kotor."

"Aku juga tidak bersih."

"Carilah seorang gadis yang masih suci. Kau masih muda."

"Tidak adil."

"Kau sering main perempuan?"

"Aku seorang pembunuh."

Tertegun Kim So Eun menatap pemuda itu. Hampir tidak percaya pada pendengarannya sendiri.

"Jangan khawatir," hibur Kim Bum pahit. "Aku baru sekali membunuh orang. Dan tidak sengaja."

Tapi apa bedanya membunuh satu orang atau seratus orang sekalipun? Pembunuh tetap pembunuh! Dan selama hampir sepuluh hari, pembunuh itu telah tidur di rumahnya, tinggal bersama anak-anaknya.

"Aku menabrak seorang pengendara motor ugal-ugalan yang melintas di depan mobilku. Ketika aku turun dari mobil untuk menolongnya, teman-temannya datang mengeroyokku. Aku harus lari kalau tidak mau mati konyol!"

"Tapi kau harus lari ke polsek terdekat!" desis Kim So Eun nanar.

"Memang. Tapi malam itu, aku keburu menubruk mobilmu!?”

"Kalau kau berterus terang, aku bisa mengantarmu ke polsek!"

"Tapi aku tidak bersalah, Kim So Eun! Motor itu tiba-tiba saja memotong di depanku. Aku tidak keburu mengelak!”

"Kalau kau tidak bersalah, hukumanmu pasti lebih ringan. Tetapi sekarang, kau dianggap pelaku tabrak lari!"

"Kita sama-sama pengecut, bukan?" Kim Bum menyeringai pahit. "Kau takut pada meja operasi. Aku takut pada penjara. Kau mencoba lari dari kankermu. Aku pun melarikan diri dari korbanku. Lucu, ya? Tiba-tiba saja aku merasa senasib denganmu!"

"Tetapi sekarang aku tidak takut lagi," sahut Kim So Eun lirih. "Kau telah menyadarkan diriku, lari dari meja operasi bukan jalan yang terbaik."

"Ketika membaca catatan harianmu, begitu saja timbul keinginanku untuk menyerahkan diri. Jika hukum menganggapku bersalah, aku rela masuk penjara. Asal bisa kembali secepatnya ke sisimu.

Tiba-tiba saja Kim So Eun merasa matanya panas. Dan sebelum dia sempat memalingkan wajahnya, air mata telah menggenangi matanya.

"Aku ingin menolongmu." Dengan lembut Kim Bum menarik wanita itu ke pangkuannya.

Dipeluknya bahu Kim So Eun dengan lengan kirinya. Sementara tangan kanannya memegang dagu wanita itu. Dan menghadapkannya perlahan-lahan ke wajahnya. Sejenak mereka saling tatap. Dan dalam sejenak itu, Kim So Eun telah dapat menangkap getaran-getaran perasaan yang disalurkan melalui mata Kim Bum.

"Aku ingin berbuat apa saja untuk menyelamatkanmu. Aku ingin melindungi anak-anakmu. Menjadi ayah mereka."

Kim So Eun ingin menangis. Sekaligus ingin tersenyum. Akhirnya dia tidak tahu harus menangis atau tersenyum. Atau kedua-duanya.

Dia merasa bahagia. Sekaligus terharu. Akhirnya dia menemukan laki-laki ini. Laki-laki yang telah lama dicarinya. Lelaki yang mencintainya. Mengerti dirinya. Mengetahui kelemahan-kelemahannya.

Lelaki yang menyayangi anak-anaknya. Mengerti mereka. Dan diterima pula oleh anak-anaknya.

“Terima kasih," bisik Kim So Eun getir. "Aku tidak punya kata yang lebih baik dari itu."

"Ada kata yang lebih baik.” Dengan lembut Kim Bum mencium bibir Kim So Eun. "Aku mencintaimu.”

Kim So Eun memejamkan matanya Ketika bibir Kim Bum menyentuh bibirnya. Mula-mula lembut. Hati-hati. Kemudian lebih berani. Lebih bergairah. Lebih hangat. Dan Kim So Eun pun membalasnya.

Bersambung…

Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8
Chapter 7
Chapter 6
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1
Prolog

1 komentar:

  1. aaaaahhhhhhhh swiiiiiiiittt..ahahahah DaswaR reader GaJE!!!
    Nahhh kan enak kalo hepi bgtu swasana nya...akhirnya ada part yg gak bwt AQ mewek/angry2 gaJE ma tingkah soEun...

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...