Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 12 Juli 2011

Belenggu Jiwa (Chapter 6)



Chapter 6
Maafkan Aku, Kim Bum!

Telepon berdering. Suaranya membelah kelengangan sore. Kim So Eun berjingkat menjangkau gagang telepon.

"Halo," sapanya melantun lunak.

"Kim So Eun?" Suara di seberang terdengar bergetar. "Ini Ayah. Sudah terima bingkisan dari Ayah? Selamat ulangtahun ya, Sayang? Kapan kau bisa temui Ayah? Ayah rindu sekali. Ayah ingin mengobrol banyak. Nanti malam tunggu Ayah, ya? Ayah akan datang. Merayakan ulang tahunmu. Halo... Kim So Eun...? Halo... halo...."

Masih didengarnya suara lamat Ayah. Jemari Kim So Eun bergetar dengan hebat. Juga bibirnya. Diletakkannya gagang telepon dengan dada sesak. Suara yang dalam dan berwibawa itu....

Ya Tuhan...

Alangkah lama tak menyentuh gendang telinganya. Semestinya ada kerinduan yang lahir sebagai pengiring. Namun nyatanya tidak. Tak ada setitik pun, kecuali secuil rasa aneh yang membuat dadanya berdegup sakit.

Kemarin memang ada bingkisan dari laki-laki itu — ah, sekarang ia bahkan sudah mulah risih menyebut Ayah! Entah apa isinya. Kim So Eun belum sempat membukanya. Tepatnya, menolak untuk membukanya. Ia tidak mau. Luka yang ditimbulkan laki-laki itu belum mengering. Bencinya pun belum kikis.

"Sampai kapan kau akan memelihara dendam itu, Kim So Eun?" Kim Hyun Joong menatapnya iba.

Kim So Eun diam tak bersuara.

Ya, sampai kapan?

Ia tidak tahu.

Yang dipahaminya hanyalah bahwa tak mudah melupakan peristiwa menyakitkan itu. Juga tak mudah menghapus jejak-jejak kelam yang ditinggalkannya.

Kim So Eun beranjak mendekati jendela. Rembang sore mulai menghiasi kaki langit dengan warna semarak. Jingga yang membercak seronok diseling nuansa kelabu di sana-sini menjanjikan malam yang cerah dan hangat. Ia mengeluh pedih.

Tepat setahun yang lalu, juga di tempat yang sama persis, ia pun mengamati langit. Menjaga agar mendung yang sering datang tak terduga jangan sampai mendekat. Ia tak ingin pesta ulangtahunnya yang cuma datang sekali setahun itu amburadul gara-gara hujan. Oh, betapa ia selalu menantikan pesta itu. Pesta dimana ia menjelma bagai ratu sejagat. Dan semuanya masih lengkap. Ada Ayah, ada Ibu....

Ah, persetan!

Air bening mengambang di permukaan matanya. Disekanya dengan sengit. Ia tak mau mengingat semua itu lagi. Tak ada gunanya. Masa manis itu toh tak akan mungkin lagi kembali. Sudah lama luluh. Digilas kepahitan demi kepahitan.

Oh, mengapa waktu berjalan demikian lambat? batinnya mengeluh.

Rasanya ingin dilompatinya saja hari yang sekarang ini.

Toh tak ada yang perlu dirayakan lagi.

Segalanya sudah selesai.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...