Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Rabu, 27 Juli 2011

The Right Man (Chapter 15)



Untuk pertama kalinya setelah sepuluh hari terakhir ini, Kim So Eun melewatkan malam tanpa Kim Bum. Tidak terasa air mata mengalir ke pipinya setiap kali dia melihat sofa yang kosong itu. Di sanalah biasanya Kim Bum berbaring.

Aneh memang. Baru sepuluh hari dia di rumah ini. Tidak seorang pun tahu siapa dia dan dari mana dia datang. Tetapi kenangan yang ditinggalkannya di rumah ini demikian mengesankan.

Lee Young Yoo dan Kim Yoo Jung juga merasa sangat kehilangan ketika pulang sekolah mereka tidak menemukan Paman Kim Bum.

"Paman Kim Bum sudah pergi, Bu?" tanya Lee Young Yoo hampir menangis. "Tapi Paman sudah berjanji mau mengantar-ku ke sekolah! Paman bilang, tidak percaya kalau aku yang akan terpilih!"

Kim So Eun tidak mampu menjawab. Karena begitu dia membuka mulutnya, tangisnya tak dapat ditahan lagi. Betapa pandainya Kim Bum memacu semangat Lee Young Yoo untuk berlatih!

"Benarkah Paman Kim Bum sudah pergi, Bu?" desak Kim Yoo Jung tidak percaya, "Kenapa tidak bilang padaku dulu, Bu?”

"Sudah, jangan ganggu Ibu!" potong Baek Suzy sambil menahan tangis. "Ibu sedang sakit!"

"Kankernya belum sembuh, Bu?" gumam Kim Yoo Jung penasaran. "Padahal aku sudah berdoa pada Tuhan!"

"Kanker apa, Kim So Eun?" sela Nenek dengan suara bergetar. "Kenapa kau tidak pernah cerita?"

"Payudara, Nek," Baek Suzy yang menyahut dengan air mata berlinang. "Ibu harus dioperasi."

"Operasi?" Nenek hampir pingsan di kursi. "Aduh, jangan, Kim So Eun! Jangan! Lebih baik ikut Ibu ke desa…"

"Belum tentu ganas, Bu," hibur Kim So Eun tabah. Padahal dia sendiri sudah pesimis. "Ibu jangan terlalu khawatir...."

* * *

Malam itu sengaja Kim So Eun memilih tetap tidur di kamar atas bersama anak-anaknya. Dia tidak mau tidur di bawah, meskipun kamar itu sudah kosong. Tidak tahan dia dalam kesendirian di bawah sana.

Anak-anaknya juga tidak banyak tingkah hari ini. Lee Young Yoo dan Kim Yoo Jung tidak bertengkar lagi. Mereka menyikat gigi dan mencuci kaki dengan diam. Lalu masuk ke kamar Nenek setelah mengucapkan selamat malam kepada ibunya.

Bahkan Nenek malam ini kehilangan semangatnya untuk membuka mulut. Dia tampak sedih dan ketakutan. Walaupun berusaha keras untuk menyembunyikan perasaannya.

Dan Kim Yoo Bin yang dianggap tidak tahu apa-apa itu, ternyata memahami benar kesedihan ibunya. Barangkali nalurinya membisikkan, Ibu sedang berduka. Dia hanya menatap ibunya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Lalu memejamkan matanya. Dan tertidur tanpa banyak rewel lagi.

Kim So Eun tidak dapat tidur sebelum Park Ji Yeon pulang. Anak itu pergi dalam keadaan stres. Penuh sesal dan perasaan bersalah. Park Ji Yeon hanya tidak mengungkapkannya. Tetapi kalau dia sampai mengeluarkan air mata, Kim So Eun memahami benar perasaannya.

Dan seseorang memasuki kamarnya. Langsung berlutut di sisi tempat tidurnya.

"Baek Suzy?" bisik Kim So Eun dalam kegelapan. "Park Ji Yeon sudah pulang?"

"Belum, Bu."

"Kau belum tidur?"

"Tidak bisa tidur, Bu," suara Baek Suzy terdengar basah. "Aku merasa berdosa kepada Ibu..."

Dengan lembut Kim So Eun membelai-belai kepala anaknya.

"Ini semua bukan salahmu, Baek Suzy," katanya lembut. "Kalau Ibu jadi kau, mungkin Ibu akan berbuat begitu juga."

"Bu." Hati-hati Baek Suzy menyentuh payudara ibunya. Begitu hati-hati seolah-olah takut menyakiti ibunya. "Sakit tidak, Bu?"

Kim So Eun memaksakan sepotong senyum.

"Tidak terasa apa-apa, Baek Suzy."

"Aku takut, Bu...."

“Ibu juga takut, Baek Suzy. Kita berdoa saja, ya. Minta kekuatan dari Tuhan."

"Dari sore aku sudah berdoa, Bu. Tapi aku tetap takut." Kini Baek Suzy sudah benar-benar menangis. "Aku takut Ibu dioperasi. Takut Paman Kim Bum masuk penjara."

"Kau sayang pada Paman Kim Bum?"

''Ibu juga? Ibu sayang Paman Kim Bum? Ibu mau menikah dengan dia?"

"Ibu tidak mau memikirkan perkawinan lagi, Baek Suzy," sahut Kim So Eun sabar. "Mulai sekarang Ibu hanya hidup bagi kaiian."

"Tapi Ibu ingin mencarikan ayah bagi kami!"

"Sekarang Ibu sadar, Ibu keliru. Ibu hendak mendahului kehendak Tuhan. Mencari seorang pelindung bagi kalian setelah Ibu tidak ada. Padahal hanya Tuhan-lah pelindung kita."

"Ibu tidak salah. Kamilah yang salah mengerti maksud Ibu. Aku dan Park Ji Yeon selalu berprasangka jelek. Untung ada Paman Kim Bum. Dia yang membukakan mata kami."

"Ibu juga salah, Baek Suzy. Sekarang baru Ibu insaf, hidup-mati seseorang di tangan Tuhan. Apa yang akan terjadi dengan anak-anak setelah Ibu meninggal nanti, bukan hak Ibu untuk mengaturnya. Ibu serahkan saja kalian berlima ke dalam pemeliharaan Tuhan. Ibu percaya, Dia takkan pernah meninggalkan kalian."

"Tapi, Bu," Baek Suzy merangkul ibunya dengan terharu, "Ibu membutuhkan seorang laki-laki seperti Paman Kim Bum! Aku mau Ibu bahagia, Ibu sudah terlalu lama menderita!"

"Apa artinya kebahagiaan kalau anak-anak Ibu menderita? Kalian sudah tidak ingin punya ayah lagi, kan?"

"Kalau Paman Kim Bum yang akan jadi ayah kami, rasanya kami semua tidak keberatan, Bu. Dia baik. Dan penuh pengertian."

"Tidakkah Kau malu punya ayah lagi? Apalagi yang sudah pernah masuk penjara!"

"Aku tidak peduli lagi omongan orang! Pokoknya aku mau Ibu bahagia! Berilah aku kesempatan untuk menebus kesalahanku!"

Kim So Eun mendekap kepala anaknya erat-erat...

"Kau tahu, Sayang? Sekarang pun kau telah membahagiakan Ibu!"

* * *

Ketika mendengar suara pintu depan terbuka, perlahan-lahan Kim So Eun keluar dari kamarnya. Baek Suzy sudah lama tertidur di Ranjang Park Ji Yeon. Dia tidak mau lagi meninggalkan ibunya.

Hati-hati Kim So Eun menuruni tangga. Ruang bawah gelap. Tidak ada lampu yang dinyalakan, kecuali lampu di atas tangga.

Kim So Eun duduk di Sofa. Menunggu Park Ji Yeon yang sedang mengambil minuman di dapur. Ketika melihat ibunya, Park Ji Yeon hanya menunduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

“Park Ji Yeon," panggil Kim So Eun ketika putri sulungnya itu hendak naik ke atas. "Boleh Ibu bicara sebentar?"

Park Ji Yeon tidak menjawab. Tetapi dia membatalkan langkahnya. Tegak menanti kata-kata ibunya dengan kepala tunduk.

"Kau tidak mau duduk di sini, dekat Ibu?" tanya Kim So Eun sedih.

Tetap membisu, Park Ji Yeon melangkah menghampiri ibunya. Dan duduk di kursi dengan patuh. Wajahnya sangat muram.

"Ibu tahu kenapa Kau melaporkan Paman Kim Bum," kata Kim So Eun lirih. "Tentu saja Ibu sedih. Tapi kau harus tahu, Ibu tidak marah."

Kepala gadis itu semakin menunduk. Dia tampak resah.

"Sebenarnya Paman Kim Bum juga sudah lama ingin menyerahkan diri. Dia hanya tidak tega meninggalkan Ibu dalam keadaan begini." Kim So Eun diam sesaat. Keheningan menyelimuti mereka. "Paman Kim Bum tidak menyesali apa yang kau lakukan. Ibu yakin dia memahami alasanmu. Yang Ibu minta, jangan membencinya. Kau keliru jika mengira Ibu akan menikah dengan Paman Kim Bum. Jika kalian sudah tidak ingin mempunyai ayah lagi, untuk apa Ibu menikah?"

Lama Park Ji Yeon membisu. Sebelum perlahan-lahan dia bertanya, tanpa mengangkat wajahnya.

"Berapa lama lagi, Bu?"

"Apanya, Park Ji Yeon?”

"Umur Ibu."

"Hanya Tuhan yang tahu, Park Ji Yeon."

"Ibu mau dioperasi?"

"Kata Paman Kim Bum, lebih cepat lebih baik. Tapi Ibu harus menjalani beberapa pemeriksaan lebih dulu. Dokter Song Seung Hun tidak tahu apakah tumor ini masih dapat dioperasi atau tidak."

"Tidak ada jalan lain? Disinar? Minum obat?"

"Apa pun yang disuruh dokter akan Ibu turuti. Asal dapat hidup lebih lama mendampingi kalian."

"Besarkah biayanya, Bu?"

"Tentu saja, Park Ji Yeon."

"Ibu punya uang?"

"Sampai sekarang Ibu tidak tahu dari mana biayanya, Park Ji Yeon. Mungkin kita harus menjual mobil."

"Ibu tidak punya tabungan?"

"Ada, Park Ji Yeon. Tapi..."

"Kalau Ibu sayang kami," kata Park Ji Yeon tegas, "pakailah uang itu untuk berobat, Bu."

Kim So Eun menggigit bibirnya menahan haru. Park Ji Yeon memang tidak pernah mengumbar emosinya. Dia bukan Baek Suzy. Bukan Lee Young Yoo. Park Ji Yeon adalah Park Ji Yeon. Tetapi kata-katanya sudah cukup melukiskan kekhawatirannya.

"Terima kasih, Park Ji Yeon." Kim So Eun tidak sampai hati mengatakan, baru saja beberapa hari yang lalu, dipakainya uang itu untuk membayar uang muka sebuah rumah sederhana!

* * *

Kim Bum ditahan atas tuduhan tabrak lari. Pengendara motor yang ditabraknya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit akibat luka-luka di kepalanya.

“Jika dianggap sebagai pembunuhan berencana jaksa bisa saja menjeratmu dengan pasal 338 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana),” kata pengacara dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum) yang menjadi penasihat hokum Kim Bum. “Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.”

*)Pasal 338 : Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

“Saya tidak kenal dengan pengendara motor itu, tuan.” Keluh Kim Bum putus asa. “Bagaimana mungkin sengaja membunuhnya?”

“Masyarakat memang menuntut kasus tabrak lari dengan hukuman seberat-beratnya. Apalagi kalau korbannya sampai tewas. Untuk mendidik pengemudi yang ceroboh dan ugal-ugalan.”

“Tapi korban yang tiba-tiba melintas di depan mobil saya, Tuan! Waktu itu lampu masih hijau. Dan dia melarikan motornya seperti orang mabuk!”

“Yang memberatkanmu, di sana tidak ada saksi. Dan kau melarikan diri.”

“Kalau saya tidak lari, saya yang mati, Tuan! Teman-temannya langsung mengeroyok saya. Memukuli kepala dan tubuh saya dengan kayu dan botol!”

“Seharusnya kau lari ke Polsek. Minta perlindungan. Mereka akan minta dokter membuat Visum Ret Repertum. Bukti bahwa kau telah dipukuli dan dikeroyok.”

“Saya sedang lari waktu ditabrak mobil, Tuan…”

“Ny. Kim So Eun bersedia memberikan kesaksian. Dia telah menabrakmu. Dan membawamu ke rumah untuk ditolong.”

“Jangan melibatkan dia, Tuan. Masalahnya sendiri sudah banyak.”

“Saya harus memanfaatkan setiap peluang, sekecil apapun itu, untuk meringankan hukumanmu. Kesaksian teman-teman korban sangat memberatkanmu. Kau dituduh melarikan mobilmu dengan ugal-ugalan, melanggar lampu merah, dan mencoba kabur setelah menabrak korban.”

“Kalau saya mau kabur, untuk apa turun dari mobil?”

“Karena tidak mungkin lagi melarikan mobilmu. Terhalang oleh motor korban. Kau turun dari mobil. Dan melarikan diri.”

“Mereka berbohong! Mereka mengeroyok saya! Dan mereka semua dalam keadaan separuh mabuk.”

“Saya akan berusaha mencari bukti-bukti yang dapat meringankan tuntutanmu. Mudah-mudahan saja jaksa hanya menjeratmu dengan pasal 359 KUHP. Akibat kelalaian menyebabkan matinya orang lain.”

*)Pasal 359 KUHP : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun” khususnya terhadap kasus kecelakaan lalu-lintas

“Berapa tahun?”

“Maksimal 5 tahun penjara.”

Lima tahun. Tiba-tiba saja ingatan Kim Bum menerawang jauh. Pada seorang wanita yang baru dikenalnya. Tetapi yang telah menggoreskan perasaan yang begitu dalam.

Lima tahun. Berapa tahun lagi Kim So Eun mampu melawan kankernya? Masih sempatkah dia berkumpul lagi dengan wanita itu dan kelima anaknya yang penuh komplikasi?

Bersambung…


Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1
Prolog

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...