Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 25 Juli 2011

The Right Man (Chapter 11)



Masalah demi masalah yang melanda keluarganya membuat Kim So Eun lupa pada hari ulang tahunnya sendiri. Tidak heran kalau dia langsung tertegun bingung ketika Kim Hyun Joong tegak di depan pintu rumahnya dengan membawa bunga.

Sebuah karangan bunga mawar yang sangat cantik. Kuning, merah, dan putih berpadu serasi. Memancarkan kesegaran dan keindahan yang hanya dapat ditampilkan oleh bunga.

"Selamat ulang tahun, Sayang," bisiknya sambil menyerahkan bunga itu dan mengecup pipi Kim So Eun dengan mesra.

Tiba-tiba saja Kim So Eun merasa pipinya panas. Dan... ah, bukan hanya pipinya. Matanya juga. Dia merasa malu. Terharu. Dan entah apa lagi.

Seribu satu macam perasaan bercampur aduk dalam benaknya. Kim Hyun Joong begitu memperhatikannya, justru pada saat dia sendiri sudah melupakan ulang tahunnya.

"Mari kita pergi," ajak Kim Hyun Joong lembut. "Hari ini lupakan sekejap semua urusanmu. Anakmu. Rumahmu. Pekerjaanmu."

Jauh di bawah sadarnya, Kim So Eun juga sebenarnya merindukan pelepasan seperti ini. Lepas dari stres yang menghimpitnya setiap hari. Pada hari istimewanya ini, mengapa tidak mencoba melupakan segalanya, biarpun cuma sehari saja? Tahun depan, belum tentu masih ada hari seperti ini untuknya!

Apa salahnya bersantai-santai sehari ini? Berenang di laut. Jalan-jalan di pantai. Makan enak.

Hm, sudah lama dia tidak menyantap Sop Kambing. Jadi, Kenapa tidak dipakainya kesempatan ini? Lupakan dietnya seperti dia melupakan semua problemnya!

"Sop Kambing?" belalak Kim Hyun Joong pura-pura terkejut. Padahal hari ini, seandainya Kim So Eun minta Sop rusa sekalipun akan dicarinya juga. "Wah, tekanan darahku bisa naik!"

"Setahun sekali, Kim Hyun Joong," pinta Kim So Eun manja. "Pulang-pulang langsung kau ukur tekanan darahmu!"

Kim Hyun Joong tertawa lebar.

"Huh, kau ini seperti ngidam saja!"

"Latihan!"

Sesudah mengucapkan kata-kata itu, baru Kim So Eun menyesal. Mengapa harus memberi harapan kalau dia tahu tidak mungkin dapat menepatinya? Dia kan tidak dapat memaksa anak-anaknya untuk menerima Kim Hyun Joong!

Dengan alasan itu pula Kim So Eun menolak cincin, bermata berlian yang dihadiahkan Kim Hyun Joong kepadanya pada saat mereka bersantap malam.

"Anggaplah sebagai tanda pertunangan kita Kim So Eun," bisik Kim Hyun Joong sambil menyodorkan kotak berisi cincin yang indah itu.

"Jangan, Kim Hyun Joong," pinta Kim So Eun sungguh-sungguh. "Aku tidak mau menerima ikatan apa pun sebelum menjadi istrimu."

"Kalau begitu anggap saja hadiah ulang tahun dariku."

"Tapi ini terlalu besar. Kim Hyun Joong."

"Kumohon, Kim So Eun, jangan tolak permintaanku. Aku mudah tersinggung!"

"Aku tidak mau menipumu. Anak-anakku tidak menginginkan dirimu. Mereka tidak mau punya ayah lagi."

"Jangan bicarakan soal itu hari ini, Kim So Eun! Jangan kau rusak hari istimewa ini!"

Tetapi ketika Kim Hyun Joong mengantarkan Kim So Eun pulang ke rumahnya malam itu, rusak jugalah hari yang telah mereka lewati dengan gembira itu.

* * *

Begitu Kim So Eun turun dari mobil, anak-anaknya telah menyongsong di depan pintu. Dan di tengah-tengah mereka, Kim Hyun Joong melihat Kim Bum.

“Duduk dulu, Kim Hyun Joong," kata Kim So Eun sambil mendahului masuk ke dalam. "Aku lihat Kim Yoo Bin dulu."

"Siapa dia?" tanyanya curiga sambil melirik Kim Bum yang sedang melangkah ke ruang makan.

"Teman Ibu," sahut Kim Yoo Jung polos.

"Sudah lama datangnya?”

"Paman Kim Bum tidur di sini."

Kim Hyun Joong membatalkan niatnya untuk duduk.

"Tidur di sini?" ulangnya tidak percaya. Matanya menyipit menatap Kim Yoo Jung, satu-satunya orang yang masih berada di dekatnya.

"Iya. Di kamar Ibu," sahut Kim Yoo Jung sambil menunjuk ke kamar ibunya. "Sudah seminggu Paman Kim Bum tidur di situ. Paman Kim Bum itu baik, Paman!"

"Mau minum apa, Kim Hyun Joong?" tanya Kim So Eun. Dia baru turun dari atas diiringi Lee Young Yoo dan Baek Suzy.

"Masih lama tidak, Bu?" potong Lee Young Yoo cemas.

"Kenapa kalian belum tidur? Sudah malam begini."

"Menunggu Ibu," sahut Kim Yoo Jung polos.

"Kata Paman Kim Bum, malam ini kita semua harus menunggu Ibu."

"Padahal aku sudah mengantuk sekali, Bu!" Keluh Lee Young Yoo.

"Ayo semua ke atas dulu," ujar Kim So Eun pada anak-anaknya. "Ibu temani Paman Kim Hyun Joong dulu."

"Jangan lama-lama ya, Bu!" seru Kim Yoo Jung dari tangga. "Aku juga sudah mengantuk!?”

"Duduk dulu, Kim Hyun Joong," kata Kim So Eun ketika dilihatnya Kim Hyun Joong masih berdiri juga. "Heran, sudah malam begini kenapa anak-anak belum tidur. Termasuk Kim Yoo Bin."

"Siapa lelaki itu?"

Tertegun Kim So Eun mendengar dinginnya suara Kim Hyun Joong. Apalagi melihat tatapan matanya. Kapan pernah dilihatnya Kim Hyun Joong semarah ini?

"Lelaki mana?"

“Jangan pura-pura!” bentak Kim Hyun Joong Kasar. Siapa pria yang kau sembunyikan di kamarmu itu?"

"Di kamar mana?" Refleks Kim So Eun menoleh ke kamarnya. Dan tiba-tiba saja dia mengerti. "Kim Bum," gumamnya gugup.

"Temanku..."

"Dasar perempuan jalang?" geram Kim Hyun Joong jijik. "Kau main juga dengan segala macam gigolo seperti itu?"

"Kim Hyun Joong!" Bergetar bibir Kim So Eun menahan marah. "Jangan sembarangan mencaci orang!"

"Kau memang pelacur! Tidak ada lelaki yang bisa memuaskanmu!"

Lalu berhamburanlah sumpah serapah yang lebih kotor dari air selokan dari mulut Kim Hyun Joong.

"Cukup! Cukupr teriak Kim So Eun sengit. "Keluar kau! Keluar dari rumahku! Keluar sebelum kekotoran mulutmu menulari anak-anakku!"

Dan Kim Hyun Joong memang tidak perlu diusir dua kali. Dengan membanting pintu, dia meninggalkan rumah itu.

* * *

Ya Tuhan, pekik Kim So Eun dalam hati. Beginikah akhir malam ulang tahunku yang ceria?

Dijatuhkannya dirinya ke sofa. Dan air mata langsung menggenangi matanya.

"Ibu..." Suara Kim Yoo Jung terdengar dekat. Dekat sekali di belakangnya.

"Pergilah tidur!" potong Kim So Eun sebelum Kim Yoo Jung sempat mengucapkan kata-kata berikutnya. Disembunyikannya wajahnya dari tatapan Kim Yoo Jung. Dihapusnya air matanya. Dia tidak ingin menangis di depan anak-anaknya.

"Tapi, Bu..."

"Tidur, Kim Yoo Jung!" perintah Kim So Eun tegas. "Tahu sudah pukul berapa sekarang? Hampir pukul dua belas. Besok kau bisa kesiangan bangun."

"Ibu..."

"Jangan membantah lagi!" Kim So Eun terpaksa memalingkan wajahnya. Menatap Kim Yoo Jung dengan mata membeliak marah. "Kau mau Ibu marah lagi?"

Dengan kecewa Kim Yoo Jung menggelengkan kepalanya. Lalu dengan patuh dia melangkah terseok-seok ke atas.

Kim So Eun menghela napas kesal. Sambil bangkit dari sofa disambarnya tasnya yang masih tergolek di atas meja. Sesudah mengunci pintu depan, dia segera naik ke kamarnya. Dan merasa heran ketika tidak menemukan Kim Yoo Bin di tempat tidur.

"Kim Yoo Bin?" panggilnya bingung. “Ke mana dia?”

Tadi dia memang belum tidur. Tapi sudah tergolek di ranjang. Jatuhkah dia?

Buru-buru Kim So Eun melongok ke bawah tempat tidur. Kosong. Dia menoleh ke tempat tidur yang satu lagi. Kosong. Dan... eh, tidak kosong. Ada bungkusan di atasnya. Bungkusan apa?

Hati-hati diambilnya bungkusan itu. Dibukanya sedikit. Dan Kim So Eun terbelalak heran.

Seperangkat alat-alat make-up. Astaga! Kado dari mana ini? Dari... Kim Bum? Untuk... Baek Suzy?

Kurang ajar! Lelaki sok tahu itu! Dia mengajari Baek Suzy untuk membelanjakan uangnya membeli alat alat make-up? Menyuruh Baek Suzy belajar berdandan?

Naik darah Kim So Eun ke kepalanya. Lebih-lebih ketika menoleh ke meja hiasnya. Semua peralatan make-upnya telah disapu bersih dari sana!

Astaga! Siapa yang berani menyingkirkan minyak wanginya? Lipstiknya? Maskaranya? Pensil alisnya?

Selama Kim Bum tidur di kamarnya, Kim So Eun memang telah mengangkut peralatan kecantikannya ke kamar atas. Tetapi itu untuk memudahkannya berdandan! Bukan menyuruh Baek Suzy berlatih!

"Baek Suzy!" teriaknya geram. Ke mana anak itu? Ke mana mereka semua?

Dengan gemas Kim So Eun membuka pintu kamar untuk menerjang ke luar. Tetapi sebelum dia sempat melangkahi ambang pintu, Kim Bum telah mendahului masuk. Dan melihat lelaki itu, kemarahan Kim So Eun langsung meledak.

"Pasti kau yang jadi biang keladinya!" bentaknya sengit. "Punya siapa ini?" Ditunjukkannya bungkusan di tangannya itu ke wajah Kim Bum. "Siapa yang mengajari anak-anakku berhias seperti ‘wanita malam’?!" Dibantingnya bungkusan itu dengan, geram. "Dan ke mana semua alat make-upku? Parfumku? Habis dibuat mainan anak-anak?!"

Kim Bum tidak keburu mencegah. Bungkusan itu terbanting keras ke lantai. Isinya hancur berderai.

Kim Bum tertegun dengan mulut separuh terbuka. Dia tidak mampu berkata apa-apa. Parasnya memucat.

Satu per satu anak-anak Kim So Eun masuk ke kamar. Kim Yoo Jung-lah yang pertama-tama melihat bungkusan itu di lantai. Dia memekik kaget bercampur kecewa. Lalu dia menyelinap ketakutan di balik tubuh Kim Bum.

Air mata Lee Young Yoo langsung mengalir melihat nasib bungkusan itu. Sementara Baek Suzy hanya mampu tertegun sambil menutupi mulutnya.

Saat itu Kim Yoo Bin muncul di ambang pintu. Nenek membungkuk di sampingnya. Membantu Kim Yoo Bin membawa sebuah kue tar.

Dengan jalannya yang masih tertatih-tatih, dia muncul begitu saja dari belakang mereka. Membawa kue tar kecil itu ke hadapan Kim So Eun dengan dibantu neneknya.

Tiba-tiba Nenek menyadari musibah itu. Matanya terbelalak kaget menatap bungkusan yang telah porak-poranda di lantai itu. Dan. tidak sengaja pegangannya terlepas.

Kim Yoo Bin yang tidak kuat lagi memegang kue itu seorang diri, menangis menjerit-jerit ketika seluruh kue jatuh menimpa kakinya.

Dua buah lilin berbentuk angka tiga puluh dua menggelinding ke dekat kaki Kim So Eun.

Sambil mengomel Nenek segera menggendong Kim Yoo Bin keluar dari kamar itu. Baek Suzy dan Lee Young Yoo sudah lebih dulu lari keluar sambil menangis.

Hanya Park Ji Yeon yang tidak menampilkan emosinya. Tanpa berkata apa-apa dia memutar tubuhnya. Dan meninggalkan kamar dengan kepala tertunduk. Sementara Kim Yoo Jung sudah melekat, erat-erat di paha Kim Bum. Matanya menatap ibunya dengan ketakutan seperti melihat monster.

"Apa artinya semua ini?" desis Kim So Eun gemetar, menyadari perasaan tidak enak yang mulai menjalari hatinya.

'Tidak apa-apa," sahut Kim Bum tawar. Matanya menatap Kim So Eun dengan dingin. "Anak-anakmu hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun."

Tanpa berkata apa-apa lagi dia memutar tubuhnya. Dan menggendong Kim Yoo Jung keluar. Meninggalkan Kim So Eun tertegun seperti orang lupa ingatan.

Ulang tahun! Ya Tuhan! Anak-anaknya menunggu sampai semalam ini untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya? Dan bungkusan itu!

Kim So Eun menatap dengan nanar bungkusan yang telah hancur di lantai di dekat kakinya.... Itukah hadiah ulang tahun dari anak-anaknya? O, begitu besarkah perhatian mereka?

Dan aku telah menghancurkan hadiah ulang tahun dari anak-anakku sendiri! Aku yang dalam keadaan marah kepada Kim Hyun Joong, melampiaskan kemarahanku kepada mereka! Padahal mereka tidak bersalah! Anak-anak hanya ingin memberikan sesuatu kepada ibunya! O, betapa jahatnya aku!

Sambil meraung Kim So Eun membuang dirinya ke tempat tidur. Dan tangisnya meledak tanpa dapat ditahan-tahan lagi.

Hari celaka! Mula-mula Kim Hyun Joong. Setelah Kim Hyun Joong memberikan perhatian yang begitu besar... mempersembahkan hari ulang tahun yang sangat berkesan... dibalasnya budi baik lelaki itu dengan menyakiti hatinya. Bahkan mengusirnya dari rumahnya! Padahal Kim Hyun Joong hanya salah paham!

Lalu anak-anaknya. Untuk pertama kalinya mereka memberikan sesuatu pada hari ulang tahun ibunya. Yang pertama. Mungkin pula terakhir. Siapa tahu. Dan inilah balasannya. Dia melemparkan hadiah itu di depan mata mereka!

Kim So Eun masih dapat membayangkan dengan jelas betapa shocknya Kim Yoo Jung. Betapa sedihnya Lee Young Yoo. Betapa terpukulnya Baek Suzy. Dan betapa takutnya Kim Yoo Bin!

Oh, aku benar-benar manusia yang tidak tahu berterima kasih! Ibu yang mengerikan! Perempuan monster! Lebih baik aku mati! Mati!

Dengan gemas, sekuat tenaga Kim So Eun mencoba membenturkan kepalanya ke dinding di samping tempat tidur. Tetapi seseorang menahannya. Ada sepasang tangan yang sangat kuat memegang bahunya.

"Princess," panggilnya lembut.

Princess. Hanya satu orang yang berani memanggilnya dengan nama itu. Diakah yang memegang bahunya? Sudah berapa lama dia berada di kamar ini, mengawasi tangisnya?

"Biarkan aku mati," tangis Kim So Eun histeris.

Dia meronta sekuat tenaga. Mencoba melepaskan diri. Tetapi Kim Bum malah meraihnya ke dalam rangkulannya.

"Itu bukan Princess yang kukenal," bisiknya tenang. "Princess yang berjuang seorang diri melawan kanker yang menggerogoti tubuhnya dengan gagah berani."

Mendadak tubuh Kim So Eun mengejang. Kanker! Salah dengarkah dia?

Diangkatnya kepalanya. Ditatapnya Kim Bum dengan tatapan tidak percaya. Tetapi pemuda itu cuma tersenyum. Matanya demikian lembut menatap Kim So Eun.

“Tetaplah tegak seperti sebuah batu karang di tengah lautan. Princess. Melindungi kelima anakmu dari serbuan ombak kehidupan yang kejam. Kenapa harus mengakhiri perjuanganmu dengan bunuh diri?"

"Kau tahu dari mana?" desis Kim So Eun dengan bibir gemetar. Dia sudah lupa siapa yang sedang memeluknya. Dan betapa dekat jarak mereka sekarang....

“Tidak penting dari mana aku tahu," sahut Kim Bum lunak. "Kau seorang perempuan yang hebat. Berani. Tapi bodoh."

Ada kepanikan menggelepar-gelepar dalam mata yang sedang menatap Kim Bum dengan bingung itu.

"Anak-anakku tahu?" erangnya gugup. "Mereka semua tahu?"

"Seharusnya mereka tahu."

"Mereka tidak boleh tahu!"

"Kenapa? Kenapa mereka tidak boleh menghargai ibunya selagi masih hidup? Kenapa mereka baru boleh menyebutmu pahlawan sesudah kau mati?"

"Aku tidak rela mereka ikut menderita! Mereka masih kecil!"

"Park Ji Yeon dan Baek Suzy sudah cukup besar."

"Mereka belum tahu apa-apa!"

"Kau yang over protective!"

"Biarkan hanya aku yang menderita."

"Percaya padaku, Princess, mereka akan lebih menyesal karena tidak mengetahuinya lebih dulu!"

"Kau tahu bagaimana tersiksanya mengetahui hari kematianmu?"

Dengan sedih Kim So Eun melepaskan dirinya dari pelukan Kim Bum. Dia duduk di tepi tempat tidur. Kim Bum duduk di sampingnya. "Menunggu sambil menghitung hari? Putus asa dan tidak punya masa depan?"

"Beritahukanlah padaku, Princess. Bagilah penderitaanmu."

Kim So Eun menggeleng getir.

"Aku sudah pernah merasakannya. Dan tidak ingin kau atau anak-anakku ikut menderita."

"Itu yang kusebut berani tapi bodoh.”

"Kata siapa aku berani? Hampir setiap malam aku diganggu mimpi buruk. Hampir setiap malam aku bertanya sendiri, besokkah harinya? Masih dapatkah aku bangun besok pagi melihat anak-anakku? Tapi, biarlah kutanggung ketakutan ini seorang diri!"

"Itu tidak adil!"

"Aku hanya tidak mau membagi derita ini kepada anak-anakku."

"Suatu hari kau akan sadar, menanggung derita bersama-sama lebih menyenangkan. Kalian bisa melewatkan hari-hari terakhirmu dengan lebih mengesankan. Dan mereka akan berpikir dua kali sebelum menyakiti hatimu lagi.”

“Itu yang aku tidak mau. Mereka harus hidup seperti biasa. Bebas dari perasaan tertekan."

"Membangkang maksudmu? Memberontak dan kurang ajar terhadap ibunya?"

"Mereka hanya tidak ingin punya ayah lagi, Tidak suka aku pulang malam. Mereka hanya menuntut perhatianku!"

"Eh, akhirnya kau tahu juga!"

"Kau yang memberitahuku, kan? Kau yang membukakan mataku."

"Kalau begitu apa susahnya melaksanakan tuntutan mereka?"

"Kau tidak mengerti. Aku mencari pelindung yang dapat menggantikan diriku setelah aku mati!"

"Kenapa tidak mencari seorang dokter yang dapat menunda kematianmu?"

"Dokter menyuruhku operasi dua tahun yang lalu."

"Kenapa menunda operasi kalau itu berarti bunuh diri?”

"Dan membiarkan mereka mengambil satu-satunya modalku?"

"Bintang film tidak cuma perlu tubuh yang indah! Mereka perlu akting yang bagus!"

"Memang. Tapi aku bukan bintang film."

"Jadi..." Ternganga mulut Kim Bum. "Kau...?"

"Aku cuma stand in. Melakukan adegan-adegan yang dianggap terlalu panas untuk dilakukan oleh artis-artis besar."

"Kalau begitu, carilah pekerjaan lain!"

"Pekerjaan apa? Aku cuma lulusan SMP! Dan aku cuma pandai berpose. Pekerjaan apa lagi yang dapat kulakukan untuk memperoleh sebuah rumah dan simpanan yang cukup untuk menjamin masa depan anak-anakku?"

"Kalau kau sayang pada anak-anakmu, pergilah ke dokter, Princess. Mereka lebih membutuhkan dirimu daripada sebuah rumah!"

"Tapi sebuah rumah lebih baik daripada tidak kedua-duanya!"

"Tumormu kan belum tentu ganas!"

"Anak sebarnya telah sampai ke kelenjar ketiakku."

"Biarkan dokter mengeluarkannya, Princess."

"Untuk apa? Aku hanya membuang-buang uang Untuk operasi!"

"Untuk apa? Kau lebih suka hidup dalam ketakutan seperti ini?"

"Apa bedanya untukku? Jika ternyata tumorku jinak, tidak dioperasi pun tidak apa-apa, bukan? Sebaliknya kalau ganas, dioperasi pun aku akan mati juga! Malah kata orang, operasi bisa menyebabkan kankerku lebih cepat lagi menyebar."

"Kenapa begitu pesimis? Kanker pun dapat sembuh kalau diobati dalam stadium dini!"

"Semua penderita kanker yang kukenal sudah mati!"

"Karena mereka datang terlambat!"

"Sekarang pun aku sudah terlambat dua tahun!"

"Itulah kesalahanmu yang pertama. Five years survival, rate-nya lebih besar kalau kau berobat dua tahun yang lalu. Kenapa sekarang mau membuat kesalahan yang kedua? Pergilah ke dokter besok, Princess. Jangan kau tunda-tunda lagi."

"Tapi mereka bukan hanya membuang tumorku. Mereka juga membuang payudaraku!"

"Tergantung tumormu jinak atau ganas, Princess. Jika jinak, mereka hanya mengangkat tumormu."

"Jika ganas?"

“Tergantung tumormu sudah sampai stadium berapa. Biasanya mereka memakai metode TNM. T untuk besarnya tumor di payudaramu. N untuk pembesaran kelenjar getah bening regional. Biasanya yang paling sering terkena adalah kelenjar limfe ketiak. Dan M untuk metastasis jauh. Misalnya penyebaran ke paru atau tulang."

"Dua tahun yang lalu, Dokter Song Seung Hun bilang, tumorku berukuran kira-kira dua sentimeter. Waktu itu belum ada benjolan di ketiakku."

"Artinya tumormu baru stadium satu. Kalau saat itu dioperasi, mereka masih bisa melakukan Pembedahan Konservasi Payudara. Artinya payudaramu tidak dibuang habis."

"Apa bedanya? Payudaraku pasti tidak seindah aslinya."

"Mereka bisa melakukan pembedahan rekonstruktif."

"Berapa lama aku harus tinggal di rumah sakit? Berapa biayanya? Anak-anakku masih kecil. Siapa yang mencari nafkah kalau aku tidak ada?"

"Tapi kalau berhasil, kau bisa hidup lebih lama mendampingi anak-anakmu."

"Untuk apa kalau hanya jadi beban mereka! Lebih baik uang puluhan dolar biaya operasi dan obat-obatan itu kutabung untuk membeli rumah!"

"Kau tidak pernah berpikir sebaliknya? Kalau kau biarkan kanker itu menggerogoti tubuhmu, sampai kapan kau masih kuat bekerja?"

"Aku akan berjuang sampai helaan napasku yang terakhir."

"Kalau akhirnya nanti kau terpaksa masuk ramah sakit karena tidak tahan sakitnya, bukankah kau harus mengeluarkan biaya juga? Pada stadium terakhir, pengobatan kanker bukan untuk menyembuhkan. Tetapi hanya supaya penderita dapat melewati, hari-hari terakhirnya dengan tidak terlampau menderita. Inikah jalan yang kau pilih, Princess?"

Kim So Eun menatap pemuda itu dengan berlinang air mata.

"Aku mulai percaya, Tuhan-lah yang mengirimmu ke rumahku malam itu."

"Tapi aku tidak percaya Tuhan membiarkan kepalaku dihajar sampai babak belur untuk bertemu denganmu."

Kim Bum tersenyum sambil meraih tubuh Kim So Eun ke dalam pelukannya.

Saat itu pintu perlahan-lahan terbuka. Satu per satu anak-anaknya muncul di ambang pintu. Dan Kim So Eun terlambat melepaskan dirinya dari pelukan Kim Bum.

Terlambat pula menyadari betapa pucatnya paras, Baek Suzy. Untuk sesaat, mereka hanya saling pandang tanpa berkata apa-apa. Lalu Baek Suzy lekas-lekas menundukkan kepalanya.

"Hmm, siapa yang mau mengucapkan selamat ulang tahun pada Ibu?" Suara Kim Bum memecahkan kesunyian di kamar itu.

Untuk sesaat tidak seorang pun dari anak-anak itu yang berani maju ke depan. Mereka cuma menatap bolak-balik ke arah Kim Bum dan Kim So Eun dengan ragu-ragu.

"Kenapa tidak ada yang maju?" Kim Bum tidak dapat menahan tawanya lagi melihat betapa tegangnya paras mereka. "Tidak ada yang mau bilang selamat pada Ibu? Kim Yoo Jung?"

Hati-hati Kim Yoo Jung maju ke depan. Menatap ibunya dengan takut-takut. Dan berhenti beberapa meter di depan Kim So Eun.

"Selamat ulang tahun, Bu...," desahnya bimbang. Tapi sekarang sudah lebih dari jam dua belas malam...."

Tidak tahan lagi Kim So Eun menghambur ke depan. Meraih Kim Yoo Jung ke dalam pelukannya. Terima kasih, Kim Yoo Jung," bisiknya dengan air mata berlinang. "Maafkan Ibu, ya? Ibu jahat sekali marah-marah seperti tadi!"

Melihat ibunya menangis, Lee Young Yoo pun latah ikut melelehkan air mata. Sambil menangis dia maju merangkul ibunya.

"Selamat ulang tahun, Bu...," isaknya tersendat-sendat.

"Wah, kenapa semua jadi menangis?!" gurau Kim Bum sambil menyeringai lebar, "Dasar perempuan! Senang nangis, sedih nangis!"

Kim Yoo Bin pun segera minta turun dari gendongan neneknya. Tertatih-tatih dia menghampiri ibunya. Kim So Eun langsung menggendongnya. Dan mencium pipinya.

"Kau juga mau bilang selamat pada Ibu, ya?" bisiknya sambil menatap gadis kecilnya itu dengan berlinang air mata.

Tetapi Kim Yoo Bin cuma membalas tatapan ibunya dengan tatapan kosong. Wajahnya tidak melukiskan ekspresi apa-apa. Dia tidak mengerti kata-kata ibunya. Hanya nalurinya barangkali yang membisikkan betapa bahagianya Ibu malam ini. Sehingga walaupun Kim So Eun memandangnya dengan berlinang air mata, Kim Yoo Bin tidak ikut menangis.

"Terima kasih untuk hadiahnya. Pakai uang siapa?"

"Uang tabungan-ku, Bu!" jawab Kim Yoo Jung.

"Uang-ku juga, Bu!" sela Lee Young Yoo cepat-cepat. "Aku sudah punya uang banyak!"

"Dari mana?"

"Kerja."

"Kau kerja apa, Lee Young Yoo? Di mana?"

"Itulah kalau tidak pernah di rumah!" gerutu Nenek. Tetapi malam ini, tak ada kemarahan dalam suaranya.

"Kau tidak tahu," sela Kim Bum. "Lee Young Yoo sudah punya perpustakaan."

"Perpustakaan?" Mata Kim So Eun terbuka semakin lebar.

"1000 untuk satu bukunya, Bu," sahut Lee Young Yoo bangga. "Banyak teman-temanku yang pinjam. Paman Kim Bum juga!"

"Aku juga pinjam, Bu," sela Kim Yoo Jung lucu.

"Tapi cuma lihat gambarnya. Jadi cuma bayar 500!"

Kim So Eun dan Kim Bum tertawa geli. Baru ketika sedang tertawa, Kim So Eun melihat Baek Suzy bersandar ke pintu seperti tadi. Wajahnya muram. Tatapannya hampa.

"Kau juga mau bilang selamat pada Ibu, Baek Suzy? tanya Kim So Eun lembut.

Perlahan-lahan Baek Suzy mendekat. Membungkuk Dan mengecup pipi ibunya.

“Selamat ulang tahun, Bu," bisiknya parau.

"Maafkan Ibu, Baek Suzy," gumam Kim So Eun sambil membelai pipi anaknya. "Ibu janji tidak akan menyakiti hatimu lagi."

Tapi Ibu baru saja menoreh hatiku dengan sembilu, bisik Baek Suzy dalam hati. Dan dia terlambat menghapus air matanya. Air mata itu jatuh menetes ke tangan ibanya. Begitu banyak lelaki yang dapat Ibu raih, mengapa harus merampas satu-satunya pria yang dapat kugapai?

Park Ji Yeon adalah orang terakhir yang masuk ke kamar itu. Dan dia langsung mengecup pipi ibunya.

"Selamat ulang tahun, Ibu," katanya sambil mengeluarkan sebungkus kacang goreng dari sakunya. "Tadinya kami sudah menyiapkan kue tar untuk dimakan bersama-sama malam ini. Tapi sekarang yang ada cuma kacang goreng."

“Terima kasih, Park Ji Yeon!” Kim So Eun tersenyum pahit. “Terima kasih juga untuk hadiahnya. Kau beli dengan gajimu yang pertama?”

“Sebagian besar pakai uang Paman Kim Bum," katanya tanpa menoleh sekilas pun pada Kim Bum

Tetapi dari nada suaranya Kim So Eun telah membaca nada yang lebih bersahabat. Dan lagi, sejak kapan dia sudi memanggil Paman pada Kim Bum?

Malam itu mereka memang cuma makan kacang goring. Tetapi sambil mengunyah kacang itu bersama anak-anaknya, tiba-tiba saja Kim So Eun bertekad untuk mengunjungi Dokter Song Seung Hun lagi.

Dia ingin sembuh. Ingin hidup lebih lama lagi bersama anak-anaknya. Dia ingin menikmati suasana yang lebih manis pada hari ulang tahunnya tahun depan!

Tolonglah, Tuhan, doanya sesaat sebelum tidur. Kalau jadi kehendak-Mu, biarkan aku hidup lebih lama bersama anak-anakku!

Bersambung…

Chapter 10
Chapter 9
Chapter 8
Chapter 7
Chapter 6
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1
Prolog

2 komentar:

  1. KERRREEEEEENNNN autHOr...SWEEr...Sad story-nya NgEna banged..AQ pek tercekat baca nie FF..(ALay-Kumad, gaya bahasa stiLL LEbay..hahahaha)
    All karyamu NaiiiiZz..tp Kalo AQ buleh Rank..
    *AwaRd FF Bumsso di Blog nie..yg bwt AQ HEBOH, yg bwt AQ Terbahak-bahak untiL Termehek-mehek..
    > Pernikahan Simulasi (MEweK ma ngakak tu!!)
    > RituaL tiga (ZuPeR uniK..)
    > The Right Man (nie yg lg bwtQ grrrrrrr)
    *kalo OS yg Ringan2 + Swiiiiiiiiiiit
    > Just the way you are
    > Ramalan vs lamaran
    > Mencintaimu dgn sederhana..
    ..dll.dsb.dkk...All of your FF is Awesome bwt-Q..hahaha !!!
    Tp yg paliiiing dan yg Terrrrr..bwtQ ya ituuuu td !! Romance Zero jg keren sie, tp AQ dah kument kan thor.."AQ rada gmana ma soeun yg serba -ditusuk- ma bbrpa cwok" hahahaha(??)..*ABAIKAN
    Oyo, JGN Heran AQ masih sering nimbuL di Blog nie..Coz..Hwaaaaaaaaa SIdang-Q di TUnda..Dosen-Q kabur KluaR kota..hmmmm.mmmmm..heheheeheh
    CHayoooooo..FIGHTiiiiiing slalu thoR..!!
    Kalo Rumah mu dekat AQ dah nyumbang chiki-potato dah biar dikaw makin rajin bwt FF hebad..hahahaha * Lagi2 Abaikan
    Skian..TengKyuuuu

    BalasHapus
  2. Gomawoyo SaRy is VIP
    Duh pnjg bener commentx nih...
    Wah,snackx boleh jga tuh...hihihi
    Heran deh knp ya dosen tuh suka ngilang di saat2 yg g tepat, koq kayakx g ikhlas bgt klo mahasiswa2x pada lulus cepat...(loh koq curhat...hahaha...pengalaman pribadi juga) abaikan...
    Mampir trus y SaRy is VIP...ditunggu commentx yg bikin aq sampe g nginjak bumi lg (lebay...abaikan)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...