Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 28 Juli 2011

The Right Man (Chapter 19)



Akhirnya Kim So Eun tak dapat mengelak lagi. Dia harus menjalani operasi. Secepatnya.

"Jangan terlalu lama," kata Dokter Song Seung Hun tegas. "Supaya kankermu tidak semakin menyebar. Tunggu apa lagi, Kim So Eun?"

"Uang saya belum cukup, Dokter," sahut Kim So Eun lirih.

"Seadanya saja dulu. Sisanya dibayar belakangan."

Dengan jaminan Dokter Song Seung Hun, rumah sakit memang tidak berani menolak. Kim So Eun dapat langsung masuk walaupun belum membayar uang muka. Padahal biasanya rumah sakit menuntut uang muka untuk sepuluh hari perawatan.

Dokter Song Seung Hun sudah menegaskan, tidak perlu memikirkan honor untuknya dan ahli anestesi. Padahal Kim So Eun tidak kenal sama sekali dengan dokter itu.

Entah apa yang dikatakan Dokter Song Seung Hun kepadanya. Tanpa pertolongan dokter yang baik itu, entah ke mana Kim So Eun harus meminta tolong.

Biaya operasinya memang cukup besar, tambah biaya radiasi dan obat-obatan, rasanya hampir tidak mungkin memenuhinya.

Kim So Eun hanya dapat berdoa, semoga Tuhan memberikan mukjizat padanya. Karena dengan logika saja, semuanya tampak tidak mungkin!

"Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan," kata Kim So Eun pada malam terakhir dia berada di rumah. "Jangan lupa berdoa. Tuhan tidak akan menolak permintaan anak-anak-Nya kalau kita sungguh-sungguh memohon."

Malam itu mereka tidur dalam satu kamar. Karena anak-anaknya seperti tidak mau berpisah dengannya. Kim Yoo Bin, Kim Yoo Jung, dan Lee Young Yoo tidur bersama Kim So Eun dan Nenek di ranjang. Sementara Park Ji Yeon dan Baek Suzy memilih tidur di lantai, asal dekat ibunya.

"Kau anak paling besar, Park Ji Yeon. Selama Ibu tidak ada, kau yang harus menjaga adik-adikmu. Jangan lupa menengok Paman Kim Bum. Dia pasti, ingin sekali mendengar tentang operasi Ibu."

Park Ji Yeon tidak menjawab. Tetapi Kim So Eun tahu, malam ini, Park Ji Yeon pasti mematuhi apa pun permintaan ibunya.

"Kau yang mengurus rumah bersama Nenek ya, Baek Suzy? Kau yang harus mengatur keuangan. Dan merawat adik-adikmu."

"Iya, Bu," sahut Baek Suzy sambil menahan tangis.

"Lee Young Yoo dan Kim Yoo Jung, kalian tidak boleh nakal, ya? Tidak boleh bertengkar. Dan harus bantu Nenek jaga Kim Yoo Bin."

"Iya, Bu," sahut Lee Young Yoo patuh. Parasnya menyuatkan kebingungan, kesedihan, dan ketakutan yan berbaur menjadi satu.

"Besok Ibu operasi?" tanya Kim Yoo Jung bimbang.

"Lusa, Kim Yoo Jung. Tapi besok sore Ibu sudah harus masuk rumah sakit untuk persiapan."

"Setelah operasi Ibu boleh pulang?" desak Kim Yoo Jung penasaran.

"Ibu harus tinggal di rumah sakit dulu, Kim Yoo Jung Sampai luka operasinya sembuh."

"Nanti iuka Ibu ada bekasnya tidak, Bu? Seperti lututku ini? Yang bekas jatuh dari sepeda dulu?"

Kim So Eun memeluk Kim Yoo Jung dengan terharu. Kim Yoo Jung memang lucu. Kadang-kadang menggemaskan. Tetapi kadang-kadang pula, pertanyaannya memancing air mata.

"Tentu bekasnya ada, Kim Yoo Jung. Tapi Dokter Song Seung Hun bilang, tidak terlalu jelek. Kau tidak usah takut."

"Aku boleh ikut menunggu Ibu operasi, kan Bu?" Pinta Lee Young Yoo.

"Tentu. Kalian semua boleh ikut menunggu. Nanti Ibu akan buat surat untuk Mrs. Sung Yu Ri. Minta izin supaya kau boleh tidak masuk satu hari. Sekarang kita sama-sama berdoa, ya?"

* * *

Jaksa penuntut umum menuntut Kim Bum dengan hukuman lima tahun penjara. Dia dituduh lalai dalam mengemudi sehingga mengakibatkan kematian orang lain.

Hukuman maksimal diajukan jaksa karena sesudah menabrak, Kim Bum melarikan diri. Padahal jika korban dibawa ke rumah sakit dan diberi pertolongan secepatnya, mungkin jiwanya masih dapat diselamatkan.

Pembelaan Kim Bum bahwa dia terpaksa kabur karena dikeroyok teman-teman korban, tidak mempunyai bukti yang kuat. Karena teman-teman korban menberikan kesaksian sebaliknya.

Satu-satunya hal yang meringankan adalah ketika ditemukan sisa-sisa ecstasy dalam hati korban melalui autopsi. Deteksi adanya senyawa-senyawa itu dalam hati korban menguatkan keterangan Kim Bum, korban mengendarai motornya seperti dalam keadaan mabuk.

Meskipun para saksi yang semuanya adalah teman korban menyangkal mereka baru saja minum-minum sambil menelan obat, kesaksian mereka diragukan. Karena berdasarkan penyelidikan di sekitar tempat kejadian, korban dan teman-temannya memang dikenal sebagai geng anak muda. yang sering bergadang sambil mabuk-mabukan di tempat itu.

Atas dasar bukti-bukti itu, pembela Kim Bum minta agar kliennya dihukum seringan mungkin. Dia masih muda. Belum pernah dihukum. Dan kesalahannya belum mutlak terbukti. Kemungkinan bahwa korban yang dalam keadaan mabuklah yang melanggar lampu merah dan melintas di depan mobil Kim Bum, sama kuatnya dengan tuduhan jaksa.

Hakim menunda sidang untuk menjatuhkan vonisnya. Dan Kim Bum kembali ke dalam selnya dalam keadaan gelisah. Bukan karena menunggu vonisnya, Tetapi menunggu hasil operasi Kim So Eun.

Permintaannya untuk diizinkan mendampingi Kim So Eun menjalani operasi tidak dikabulkan. Karena mereka tidak mempunyai hubungan resmi, Dan Kim Bum terpaksa berkurung diliputi ketegangan dalam selnya yang sempit.

* * *

Dokter Song Seung Hun sendiri yang keluar menemui anak-anak Kim So Eun selesai operasi.

"Jangan khawatir," katanya sambil tersenyum letih, masih mengenakan jubah dan topi kamar operasi. "Operasi berlangsung sukses. Ibu kalian tidak apa-apa."

"Kami Boleh melihat Ibu, Dokter?"

Park Ji Yeon adalah orang pertama yang mampu membuka mulut. Adik-adiknya masih saling rangkul sambil meneteskan air mata.

“Ibumu belum sadar. Masih di ruang pasca-bedah. Tunggu saja di kamarnya. Kalau keadaannya sudah stabil, ibumu akan dibawa ke sana."

“Terima kasih, Dokter."

"Apa artinya belum sadar, Eonni?" tanya Kim Yoo Jung ingin tahu. "Apa Ibu tidur terus seperti aku kalau malam?"

"Apa kau bawa ponsel, Baek Suzy? Ponsel-ku lowbat!” tanya Park Ji Yeon tanpa mengacuhkan pertanyaan adiknya.

"Untuk apa?”

"Telepon Paman Kim Bum. Ibu suruh kita memberi kabar, kan?"

Kim Bum memang sedang tegang menunggu kabar. Ketika sipir penjara menyampaikan pesan Park Ji Yeon, dia bersujud di tanah. Mengucap syukur kepada Tuhan.

* * *

Ketika Kim So Eun memperoleh kesadarannya kembali, yang pertama-tama didengarnya adalah suara Park Ji Yeon. Lapat-lapat menyentuh telinganya.

"Sudah selasai, Bu," bisiknya lirih. "Ibu sudah tidak apa-apa."

Lambat-lambat Kim So Eun membuka matanya. Dan melihat anak-anaknya. Menatap dirinya dengan wajah tegang dan air mata berlinang.

Kim So Eun masih merasa seperti separuh melayang. Kesadarannya masih berkabut. Pengaruh obat biusnya belum punah. Tetapi rasa sakit seperti bekas tersayat sudah mulai terasa sedikit.

"Ibu!" ratap Baek Suzy begitu melihat ibunya membuka matanya.

"Masih sakit tidak, Bu?" Lee Young Yoo memegang tangan ibunya yang masih diinfus dengan ketakutan.

Kim So Eun belum mampu menjawab. Tetapi kepastian anak-anaknya berada di dekatnya memompa semangatnya.

Mati-matian dia bertahan agar tidak terlelap kembali. Dia takut kehilangan kesadaran akan membuatnya berpisah untuk selama-lamanya dengan mereka....

* * *

"Tadi siang aku setor 4 juta ke rumah sakit!” kata Baek Suzy kepada Park Ji Yeon setelah adik-adiknya tidur. "Mereka minta dua juta lagi minggu depan. Sisanya sesudah Ibu boleh pulang."

“Tapi dari mana lagi dapat uang?" keluh Park Ji Yeon bingung. Dua juta! Biarpun setiap hari mencuri obat, tak mungkin melunasi dua juta dalam Seminggu!

"Besok Lee Young Yoo dites. Kalau dia berhasil, barangkali honornya cukup besar. Bisa melunasi sisa tagihan."

"Berapa honornya?"

"Belum tahu. Lagi pula belum tentu dia diterima, Saingannya banyak."

"Dengan siapa Lee Young Yoo ke sana?"

"Besok kujemput dia pulang sekolah. Langsung ke sana."

"Kim Yoo Jung?"

"Biar dia ikut. Daripada pulang sendiri."

"Lee Young Yoo masih keciL Kita masih di bawah umur. Siapa yang harus menandatangani kontrak nanti?"

"Nenek. Siapa lagi?”

* * *

"Mengapa gayamu tidak bisa seperti Cinderella, Lee Young Yoo?' gerutu Tn. Lee Min Ho kecewa. "Gayamu kurang hidup! Kurang natural! Kurang bebas."

Lee Young Yoo sudah hampir menangis. Rasanya sudah lelah sekali. Sudah dua puluh kali retake. Tetapi belum ada adegan yang dianggap cukup bagus untuk menampilkannya dalam iklan susu bubuk itu.

"Kau harus lebih ceria! Lebih lincah! Lebih rileks! Jangan kaku seperti ini! Kenapa aktingmu tidak bisa hidup seperti waktu itu?"

"Ibu sedang sakit!" teriak Kim Yoo Jung tiba-tiba dari deretan penonton. Tidak tahan melihat kakaknya dimaki-maki. "Dulu kan Ibu sedang sehat!"

Tn. Lee Min Ho menoleh kepada anak kecil bersuara lantang itu. Baek Suzy buru-buru mendekap adiknya dengan ketakutan.

"Maaf, Tuan," katanya cemas. "Kim Yoo Jung memang bawel...."

Dicubitnya paha adiknya sampai Kim Yoo Jung memekik kesakitan.

"Kalau kau tidak bisa diam, lebih baik keluar saja!"

"Kau main juga waktu itu, ya?" tanya Tn. Lee Min Ho tiba-tiba.

"Kim Yoo Jung jadi perinya!" sahut Lee Young Yoo lantang. Tanpa rasa takut sedikit pun.

"Aku juga menyiapkan kereta kencana dan gaun untuk Cinderella agar bisa ke datang ke pesta!"

"Hus, Kim Yoo Jung! Jangan cerewet," desis Baek Suzy kesal. "Ini bukan di rumah!"

"Kau lucu," cetus Tn. Lee Min Ho spontan.

"Kau mungkin lebih cocok jadi anak sehat yang minum susu ini."

"Dan rambut anda juga lucu," sambung Kim Yoo Jung tanpa ragu-ragu. "Seperti rumah keong!"

"Kim Yoo Jung!" sergah Baek Suzy kaget. Tetapi Tn. Lee Min Ho tidak marah. Dia malah semakin tertarik.

"Kemari sebentar. Kau mau jadi bintang iklan?"

"Berapa bayarannya?" tanya Kim Yoo Jung lantang.

"Aduh, Kim Yoo Jung!" desis Baek Suzy cemas.

"Bayarannya?" Tn. Lee Min Ho tertawa geli. "Pokoknya cukup untuk beli seratus boneka!"

"Saya tidak mau."

"Tidak mau? Kau mau berapa?"

"Harus Cukup untuk biaya Ibu di rumah sakit!"

"Ibumu masih di rumah sakit?" Tawa Tn. Lee Min Ho memudar. Berganti senyum simpatik.

"Iya."

"Baiklah! Kalau kau bisa main bagus, Paman janji akan memberimu honor besar!"

"Boleh, Eonni?" tanya Kim Yoo Jung bersemangat.

Baek Suzy belum sempat mengangguk. Dia mencari Lee Young Yoo dengan matanya. Dan baru menyadari, adiknya yang satu lagi telah lenyap.

* * *

"Kim Yoo Jung mengambil bagianku!" gerutu Lee Young Yoo sambil menangis.

"Belum tentu Kim Yoo Jung yang terpilih, Lee Young Yoo!" bujuk Baek Suzy kewalahan. “Kim Yoo Jung masih dites. Tapi kau sudah ribut minta pulang.”

"Nona, tolong ke dalam dulu," cetus asisten Tn. Lee Min Ho. "Dicari Tn. Lee Min Ho."

"Kau tunggu di sini dulu, ya. Jangan ke mana-mana! Eonni mau jemput Kim Yoo Jung dulu. Kita pulang sama-sama."

Lee Young Yoo berjongkok dengan kesal sambil membanting-banting kakinya. Hilanglah harapannya untuk memperoleh uang. Padahal uang sangat diperlukan untuk menutup biaya-biaya Ibu di rumah sakit!
Kenapa dia tidak dapat berakting sebagus dulu? Benarkah seperti kata Kim Yoo Jung, karena Ibu sedang sakit? Karena hatinya sedang gundah? Atau... iklan itu memang tidak cocok untuknya?

* * *

"Kim Yoo Jung tidak semanis Lee Young Yoo," kata Tn. Lee Min Ho puas. "Suaranya juga tidak sebagus kakaknya. Tapi dia lucu. Spontan. Bebas. Kami memang bukan mencari penyanyi. Kami mencari bintang iklan. Dan Kim Yoo Jung-lah yang kami cari!"

Baek Suzy melongo kebingungan.

"Maksud... Tuan?"

"Kim Yoo Jung cocok sekali memerankan anak sehat dan lucu dalam iklan susu bubuk itu. Anak-anak akan menyukainya. Dan ibu-ibu mereka akan membeli susu yang diminumnya!"

Baek Suzy tertegun heran. Kim Yoo Jung? Si bawel Kim Yoo Jung? Diakah yang terpilih di antara begitu banyak saingan? Bukan main!

"Saya ingin wali Kim Yoo Jung datang untuk menandatangani kontrak."

"Kapan saya dapat uangnya, Paman?” sela Kim Yoo Jung tak sabar.

“Sesudah walimu datang menandatangani kontrak, kau akan dibayar separu. Sisanya sesudah kau selesai shooting."

"Berapa uangnya?"

"Seluruhnya 10 juta untuk kontrak selama 1 tahun. Jika tahun depan kontrakmu diperpanjang, kau dapat uang lagi."

Kim Yoo Jung menoleh dengan segera pada kakaknya.

"Cukup tidak, Eonni?"

Baek Suzy cuma bisa mengangguk. 10 Juta! Siapa yang masih bisa berpikir cukup atau tidak?"

Bersambung…

Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6 ... Chapter 15
Chapter 5 ... Chapter 16
Chapter 4 ... Chapter 17
Chapter 3 ... Chapter 18
Chapter 2
Chapter 1
Prolog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...