Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 14 Juli 2011

Ritual Tiga (Chapter 7)



Perjalanan ke beberapa klien PT. Sungkyunkwan berjalan dengan lancar. Presentasi yang dilakukan Kim Bum dan Jae Hee juga berjalan dengan lancar. Kim So Eun sendiri dapat melakukan semua tugasnya dengan baik. Hati Kim So Eun sedikit tenang. Mungkin memang tidak ada korelasi negatif antara menggerai rambutnya dan kejadian yang terjadi pada hari itu.

Ketika Kim Bum mengajak mereka makan siang, Kim So Eun dapat menyikapinya dengan lebih santai lagi, walaupun tak urung hatinya berdebar juga. Tidak mudah menghilangkan kebiasaan yang sudah bertahun-tahun dia kondisikan. Tapi, Kim Bum tersenyum lembut kepadanya. Memberi semangat sambil menganggukkan kepalanya.

Dan, Kim So Eun pun kembali mencoba untuk makan. Perlahan namun pasti. Ternyata, makan di tempat umum sama sekali bukanlah hal yang sulit.

Dia dapat melakukannya. Dia bahkan menyukainya.

Kim So Eun tersenyum kepada Kim Bum. Senyumnya lebih lebar sekarang.

”Kim So Eun, kau benar-benar kelihatan berbeda hari ini,” ujar Jae Hee. Dia tidak tahu kalau Kim So Eun tadi tersenyum kepada Kim Bum. Sangkanya, Kim So Eun tersenyum kepada dirinya. ”Kau lebih ceria, lebih santai, dan tampak sangat menikmati hari ini. Tidak seperti kau yang biasanya. Tegang, tertutup, seolah setiap hari adalah hari terakhir hidupmu....”

Kim So Eun kembali tersenyum. Agak geli mendengar analogi yang disimpulkan Jae Hee. Tapi, memang benar adanya begitu. Kim So Eun selalu waspada, tidak pernah lengah.

Sekarang dia lebih santai, lebih relaks. Dan dia menyukainya. Kim Bum memang telah membuat dirinya berubah. Berubah ke arah yang positif.

Mata Kim Bum memicing melihat Kim So Eun tersenyum kepada Jae Hee. Senyum Kim So Eun terlihat lebih lebar dan lebih hangat. Ada rasa yang menggelitik dalam hatinya. Cemburu? Kim Bum menggeleng. Membuang jauh rasa itu. Siapa dia? Siapa Kim So Eun? Siapa mereka?

Jae Hee terlihat berbincang lagi dengan Kim So Eun. Kim So Eun tersenyum lagi. Kim Bum mempertajam pendengarannya. Ingin mengetahui obrolan apa yang dapat memancing senyum Kim So Eun.

Kim So Eun kembali tersenyum. Senyum itu kembali menarik perhatian Kim Bum. Seperti magnet yang menarik besi. Kim Bum kembali memperhatikan Kim So Eun. Jae Hee masih terus saja asyik berbicara.

Choi Daniel, sopir yang mengantar mereka, ikut memperhatikan Kim So Eun.

”Nn. Kim So Eun dan Tn. Jae Hee sempat dekat,” kata Choi Daniel.

Alis Kim Bum terangkat.

”Setahun yang lalu, Tn. Jae Hee gencar mendekati Nn. Kim So Eun, tapi Nn. Kim So Eun tidak pernah membalas semua perhatian Tn. Jae Hee. Nn. Kim So Eun selalu menghindari Tn. Jae Hee. Sekarang, setahu saya, Tn. Jae Hee sudah pacaran dengan gadis lain,” ujar Choi Daniel. Kim Bum tersenyum. Dia menyadari nada suara Jae Hee yang berbeda setiap kali dia menyebutkan nama Kim So Eun. Jadi Jae Hee pernah menyukai Kim So Eun? Apakah Kim So Eun juga menyukainya?

Kim So Eun terlihat sudah selesai makan. Dia bangkit dari tempat duduknya. Menepuk punggung tangannya, dengan cepat, tiga kali, lalu berdiri untuk mencuci tangannya. Kim Bum buru-buru mengikutinya.

Dia ikut mencuci tangannya di wastafel sebelah Kim So Eun. Kim Bum melirik Kim So Eun dari pantulan cermin. Kim So Eun tersenyum tipis kepadanya. Dia tampak sudah selesai mencuci tangannya. Dia mengeringkan tangannya tiga kali, lalu saat terlihat bahwa dia akan menepuk punggung tangannya, Kim Bum menahan kedua tangan itu.

Mata Kim So Eun terbelalak menyadari bahwa tangan Kim Bum mencengkeram kedua tangannya. Cengkeramannya kuat, namun tidak menyakitkan. Tegas, namun tidak memaksa.

“Tidak usah menepuk tanganmu tiga kali,” ujar Kim Bum, dengan pelan.

Tangan Kim So Eun mengejang. Bola matanya berputar dengan gelisah. Tangan Kim Bum tetap menahan tangan Kim So Eun.

”Ayolah...,” bujuknya. ”Kau tidak perlu menepuk tanganmu tiga kali, Kim So Eun.”

Perlahan, Kim Bum merasakan ketegangan Kim So Eun mengendur. Kim So Eun menghela napas panjang, lalu mengangguk.

Kim Bum mengangguk, menyemangatinya.

Sore harinya, ketika mereka bermobil kembali ke kantor, Kim So Eun merasa lebih tenang. Tadi siang, Kim Bum kembali membuatnya menghentikan kebiasaannya menepuk punggung tangannya, dan saat mereka kembali mengunjungi customer, semuanya berjalan dengan lancar.

Tidak akan ada hal buruk yang terjadi kalau kau tidak melakukan kebiasaan-kebiasaan itu.

Kata-kata Kim Bum terus terngiang di benak Kim So Eun.

”Kim So Eun....”

”Ya, Tn. Kim Bum,” sahut Kim So Eun. Mengalihkan tatapannya dari jendela mobil.

Kim Bum tersenyum. ”Berapa kali harus kukatakan, panggil saja aku Kim Bum.”

Kim So Eun ikut tersenyum, tapi tidak menjawab.

”Aku minta laporan lengkap hasil kunjungan ke customer hari ini, ya. Besok siang, kalau kau tidak keberatan,” pinta Kim Bum.

Kim So Eun mengangguk. ”Saya rasa saya sanggup menyerahkannya besok pagi,” ujarnya,

Kim Bum mengangguk, masih tersenyum.

Kim So Eun kembali mengalihkan pandangannya ke jendela. Kim So Eun suka melihat deretan gedung yang tampak berlari menjauh. Tapi... mobil mereka tiba-tiba oleng! Ban mobil berdecit keras saat beradu dengan aspal. Kilau lampu motor menyorot tajam ke arahnya. Napas Kim So Eun tercekat.

Suara itu! Suara yang dia dengar saat mobil Ayah dan Ibu bertabrakan dengan motor dan terpental jauh sebelum terhempas kembali ke aspal

Kilau lampu itu!!! Kilau lampu yang dia lihat sesaat sebelum kehilangan kesadaran!

”So Eun!”

Kim So Eun sempat mendengar Kim Bum meneriakkan nama panggilannya, sama seperti suara Ayah. Suara terakhir Ayah yang sempat didengarnya....

Jantung Kim Bum bertalu-talu. Tubuhnya limbung karena gerakan mobil yang tiba-tiba menjadi liar. Dia sempat melirik ke arah Kim So Eun dan dia terkejut melihat reaksi gadis itu. Wajah Kim So Eun pucat pasi. Seolah seluruh darah di tubuh gadis itu menguap entah ke mana. Tubuhnya juga kaku, seperti bilah papan yang tidak bernyawa. Kim Bum takut sekali melihat keadaannya.

Mobil yang mereka kendarai disalip oleh sebuah motor. Mobil oleng dan Choi Daniel kehilangan kendali kemudinya. Terdengar suara tabrakan keras saat mobil menghantam sisi jalan. Choi Daniel dan Jae Hee menunduk, berupaya melindungi diri mereka saat lampu jalan yang terhantam badan mobil terjatuh dengan posisi mengarah ke atap mobil.

”Kim So Eun!” Kim Bum menerjang ke arah Kim So Eun dan menarik tubuh gadis itu. Memaksanya untuk menunduk.

Ketika semuanya berakhir, orang-orang mulai berdatangan. Kim Bum tidak merasakan sakit sama sekali pada tubuhnya. Yang dia perhatikan hanyalah tubuh kaku Kim So Eun yang berada dalam pelukannya.

”Kim So Eun! Kim So Eun!!!” Kim Bum mengguncang tubuh kaku itu.

Kim So Eun tetap tidak bergerak. Matanya terbuka lebar. Menatap nyalang. Tampak sangat ketakutan.

Kim So Eun tidak terluka, dia terselamatkan oleh perlindungan tubuh Kim Bum. Tapi, kondisi gadis itu malah yang paling parah. Sampai malam ini, dia belum sadar juga. Tubuhnya masih terbaring kaku dengan mata menatap nyalang. Menurut dokter yang menanganinya, Kim So Eun mengalami shock berat karena kejadian yang mengakibatkan kedua orang tuanya meninggal, terulang kembali. Istilah psikologisnya, post-traumatic stress disorder.

*) Gangguan stress pasca-trauma Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) ditandai oleh pengulangan, ingatan yang mengganggu pada peristiwa traumatik yang menggoncang jiwa.

Peristiwa yang mengancam kematian atau luka serius bisa menyebabkan penderitaan yang hebat dan berlangsung lama.

Orang yang terkena bisa mengingat peristiwa tersebut, mengalami mimpi buruk, dan menghindari apapun yang mengingatkan mereka pada peristiwa tersebut.

Pengobatan bisa termasuk psikoterapi (mendukung dan melakukan terapi) dan pemberian obat antidepresan.

Mengalami atau melihat peristiwa yang traumatic yang mengancam kematian atau luka serius bisa mempengaruhi seseorang lama setelah pengalamam berlalu. Ketakutan hebat, ketidakberdayaan, atau pengalaman menakutkan selama peristiwa traumatik bisa menghantui seseorang.

Kim Bum sangat mengkhawatirkan keadaan Kim So Eun. Sebenarnya dia sudah diizinkan untuk pulang, tapi dia bersikeras untuk tinggal dan menemani Kim So Eun di UGD. Tapi, sampai saat ini pun, walau banyak rekan kantor yang berdatangan menjenguknya, Kim So Eun masih terbaring kaku di tempat tidur sebelah Kim Bum.

Kim So Eun berjalan mantap memasuki rumahnya. Tadi, dia bersikeras untuk pulang, walaupun beberapa petugas rumah sakit memaksanya untuk tetap tinggal di kamarnya. Kim So Eun menepukkan punggung tangannya tiga kali, lalu masuk ke dalam rumah. Tubuhnya masih gemetar, perasaannya masih mencekam, tapi dia tidak menangis. Tidak ada gunanya menangis. Di rumah sakit, dia sempat melihat perban di kepala Kim Bum. Choi Daniel dan Jae Hee juga pasti mendapat perawatan dari rumah sakit. Mereka pasti terluka cukup parah sehingga membutuhkan perawatan intensif dari rumah sakit. Sementara dia? Dia tidak kurang suatu apa pun. Ya! Karena dialah yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi!

Kim So Eun mengutuk dirinya sendiri. Sudah pasti kecelakaan itu terjadi karena dia menggerai rambutnya! Karena dia makan di tempat umum! Karena dia tidak menepuk punggung tangannya tiga kali! Dia sudah tahu, semua yang tidak dia lakukan akan menyebabkan sesuatu yang buruk terjadi. Dia heran mengapa dia dapat begitu lengah! Membiarkan Kim Bum menguasai dirinya, sehingga mengakibatkan kecelakaan yang sangat fatal! Dia mengutuk dirinya sendiri. Bersumpah dalam hati bahwa dia tidak akan pernah lalai melakukan ritualnya lagi!

Satu hal lagi! Dia tidak akan pernah berada di dekat Kim Bum lagi. Kim So Eun mulai menyadari bahaya yang siap sedia menyergap Kim Bum ketika dia terus berada di dekat lelaki itu!

Kim So Eun menyalakan laptop-nya. Mengerjakan laporan kunjungan customer yang telah mereka lakukan. Rencana sudah tersusun rapi dalam benak Kim So Eun. Besok pagi, dia akan menyerahkan laporan ini, lalu meminta Jung So Min untuk menggantikannya sebagai personal assistant Kim Bum. Dia tidak boleh berada di dekat Kim Bum. Dia dapat membahayakan nyawa Kim Bum!

Pukul tujuh pagi, dia menyelesaikan laporan setebal empat puluh halaman itu! Tubuhnya penat, raganya lelah, tapi dia bergegas ke kantor. Tidak lupa melakukan ’ritual tiga’-nya, seperti yang biasa dia lakukan. Tidak boleh ada yang terlewat kali ini atau akan ada lagi hal buruk yang akan terjadi.

Kantor masih sepi saat dia tiba di sana. Beberapa koleganya tampak terkejut saat melihat kemunculannya. Kim So Eun tidak menggubris mereka. Dia berjalan lurus, menuju ruangan Tn. Song Seung Hun.

”Masuk...,” sahut Tn. Song Seung Hun, ketika dia mengetuk pintunya. Tn. Song Seung Hun juga tampak terkejut melihat dirinya.

”Kim So Eun, kau sudah tidak apa-apa?” tanyanya, cemas.

Kim So Eun mengangguk, tidak tersenyum. ”Saya mau menyerahkan laporan kunjungan customer kemarin. Saya juga ingin mengundurkan diri sebagai personal assistant Tn. Kim Bum. Akan saya cari pengganti yang baik untuk Tn. Kim Bum,” ujarnya, dengan gaya profesional.

Tn. Song Seung Hun memahami apa yang tengah bergejolak dalam diri Kim So Eun. Beliau tidak ingin memaksa Kim So Eun melakukan apa yang tidak dia sukai.

”Baiklah,” ujarnya dengan bijak. ”Tolong kau cari penggantinya. Kim Bum masih akan berada di sini sampai lusa. Mungkin lebih lama lagi, mengingat kecelakaan yang terjadi kema....”

”Baik, Tn. Song Seung Hun, terima kasih,” potong Kim So Eun.

Dia keluar dari ruangan Tn. Song Seung Hun dan langsung menuju meja Jung So Min. Jung So Min meliriknya sekilas. Tidak tampak kesan simpatik dari lirikannya.

”Jung So Min,” panggil Kim So Eun. Berusaha untuk tidak peduli terhadap wajah tidak suka yang diperlihatkan Jung So Min. Jung So Min tidak menyahut.

”Aku minta tolong kau menggantikanku sebagai personal assistant Tn. Kim Bum,” ujarnya.

Jung So Min menoleh cepat. Tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Senyumnya langsung merekah begitu mendengar nama Kim Bum. ”Tentu saja, Kim So Eun. Dengan senang hati aku akan menggantikanmu.”

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...