Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Rabu, 27 Juli 2011

The Right Man (Chapter 16)



"Hasil pemeriksaan rontgen dan CT scan-mu baik, Kim So Eun," kata Dokter Song Seung Hun ketika sore itu Kim So Eun mengunjunginya. "Artinya belum ada metastasis jauh. Tapi hasil biopsimu menguatkan dugaan saya bahwa kankermu ganas."

Ganas. Kanker ganas. Kim So Eun terpuruk dalam ketakutan dan kesedihan. Rasanya seperti perlahan-lahan sedang tersedot ke dalam kubangan lumpur. Makin lama makin dalam. Perlahan tapi pasti. Tak ada jalan untuk lolos.

Baek Suzy yang sejak hari itu tidak mau jauh dari ibunya, memaksa ikut mendampingi Kim So Eun. Meskipun sebenarnya Kim So Eun lebih suka pergi seorang diri ke tempat praktek Dokter Song Seung Hun. Dia takut Baek Suzy tidak sanggup mendengar vonis dokter atas penyakit ibunya.

Dan sekarang Baek Suzy yang sejak tadi menanti dengan tegang, menggenggam tangan ibunya erat-erat. Tangisnya meledak tanpa dapat ditahan-tahan lagi. Kim So Eun berusaha menenangkannya. Dan memintanya menunggu di luar. Tetapi Dokter Song Seung Hun mencegahnya.
"Biarkan saja," katanya bijaksana. "Saya mengerti. Mulai sekarang anak-anakmu memang sebaiknya dilibatkan dengan penyakitmu. Mereka harus tahu semuanya. Diagnosis. Terapi. Sampai prognosisnya. Kehadiran mereka dapat menguatkan-mu, Kim So Eun."

"Seberapa parahnya penyakit saya, Dokter?" tanya Kim So Eun getir. Baek Suzy masih terisak dalam pelukan ibunya. "Sudah stadium II. Karena tumor payudaramu sudah berukuran tiga sentimeter. Dan sudah ada penjalaran ke kelenjar limfe ketiak sesisi."

"Berapa lama lagi, Dokter?" tanya Kim So Eun antara sedih dan takut. Dia hampir tidak berani menanyakannya. Tetapi bukankah lebih baik mengetahui berapa lama lagi kesempatannya untuk berkumpul bersama anak-anaknya?

Baek Suzy mendekap ibunya semakin erat. Menyembunyikan kepalanya semakin dalam di dada ibunya. Seolah-olah tidak berani mendengar jawaban Dokter Song Seung Hun.

Kim So Eun membelai-belai kepala anaknya dengan lembut. Menggenggam tangannya erat-erat. Seakan ingin menabahkan putrinya. Padahal dia sendiri sudah membeku, dalam ketakutan.

"Jangan tanya begitu." Dokter Song Seung Hun menghela napas berat. Barangkali dia tidak sampai hati mengatakannya. "Yang penting tumormu masih dapat dioperasi. Karena belum ada metastasis jauh, jika kau mau dioperasi sekarang, kans hidupmu untuk lima tahun mendatang masih cukup besar."

"Dokter yakin belum ada sebaran jauh kanker ini di tubuh saya? Percuma saja dioperasi kalau seperti teman saya itu, Dokter. Dioperasi mati juga Malah lebih cepat, kata orang."

"Paru-parumu bersih. Demikian juga hati, tulang, dan organ-organ lain yang sering kena. Belum ada anak sebar di kelenjar getah bening leher maupun di payudara kanan dan ketiak kanan."

"Operasinya sendiri berbahaya, Dokter?" tanya Kim So Eun dengan air mata berlinang. "Saya masin ingin hidup lebih lama lagi bersama anak-anak saya…"

“Tentu saja setiap operasi ada risikonya. Tetapi dewasa ini angka kematian operasi mastektomi tidak besar."

*)Mastektomi adalah istilah kedokteran bagi operasi pengangkatan satu ataupun kedua payudara, bisa sebagian ataupun seluruhnya. Mastektomi biasa dikerjakan sebagai terapi bagi kanker payudara; pada beberapa kasus, wanita dan beberapa pria mempercayai untuk lebih baik melakukan operasi profiksasis (pencegahan) daripada beresiko tinggi untuk terkena kanker payudara. Mastektomi juga merupakan prosedur medis untuk mengangkat kanker payudara bagi penderita pria.

Pengobatan kanker payudara pada dahulu kala ialah dengan mengangkat payudara secara keseluruhan. Akhir-akhir ini, keputusan untuk melakukan mastektomi dipertimbangkan berdasarkan factor-faktor, antara lain: ukuran payudara, jumlah massa (benjolan), keagresifitasan dari sel kanker payudara tersebut, efek dari terapi radiasi, dan kemauan penderita untuk menerima resiko yang lebih tinggi angka kekambuhan setelah dikerjakan lumpectomy dan radiasi.

"Selain payudara, apa lagi yang harus dibuang, Dokter?”

"Sebenarnya operasi bertujuan memberantas keganasan lokal di payudara dan regional di ketiakmu. Jadi baik payudara maupun kelenjar limfe ketiak seluruhnya harus diangkat Karena sering kambuh, dan kekambuhan ini biasanya malah bukan di tempat pengobatan awal, dalam sepuluh tahun terakhir ini telah dilakukan modifikasi pada operasi mastektomi radikal."


"Artinya?" "Otot-otot dada yang diangkat hanya sebagian, Pengangkatan kelenjar ketiak sesisi pun tidak seluas dulu lagi"

"Tetapi payudara tetap diangkat seluruhnya?"

"Jika belum ada penjalaran ke kelenjar limfe ketiak sesisi, saya cenderung melakukan Pembedahan Konservasi Payudara. Jadi hanya tumor payudaramu yang diangkat. Sesudah itu dilakukan radiasi atau penyinaran di payudara dan ketiak."

"Sekarang?"

"Saya masih mempertimbangkannya. Karena tumor primer di payudaramu masih lebih kecil dari empat sentimeter, anak sebar di kelenjar getah bening ketiakmu juga hanya satu dan masih kecil, pembedahan Konservasi Payudara masih dapat dipertimbangkan. Karena akhir-akhir ini ternyata menurut statistik, angka survival rate atau ketahanan hidup penderita yang menjalani Pembedahan Konservasi Payudara sama saja dengan penderita yang dioperasi mastektomi radikal."

Modifikasi mastektomi radikal : seluruh payudara Jaringan diangkat bersama dengan isi aksila (jaringan lemak dan kelenjar getah bening). Berbeda dengan mastektomi radikal, otot-otot dada terhindar.

Mastektomi radikal (atau "Halsted mastektomi") : Pertama dilakukan pada tahun 1882, prosedur ini melibatkan menghapus seluruh payudara, kelenjar getah bening ketiak, dan otot-otot pectoralis mayor dan minor belakang payudara. Prosedur ini menodai lebih dari mastektomi radikal dimodifikasi dan tidak memberikan manfaat kelangsungan hidup untuk tumor yang paling. Operasi ini sekarang disediakan untuk tumor melibatkan otot utama pektoralis atau kanker payudara berulang yang melibatkan dinding dada.

"Apa keuntungannya, Dokter?"

"Payudaramu tidak diangkat seluruhnya. Otot dada tidak dipotong. Kelenjar ketiak diangkat secara terpisah atau hanya disinari. Kerusakan tubuh yang lebih sedikit dengan sendirinya meringankan stres sesudah operasi. Syaratnya, sesudah operasi, kau harus diradiasi kurang-lebih tiga puluh lima kali. Itu mutlak untuk mencegah kekambuhan."

"Saya serahkan saja seluruhnya pada pertimbangan Dokter," gumam Kim So Eun lirih. “Tolong pilihkan yang terbaik, Dokter. Supaya saya dapat hidup lebih lama bersama anak-anak saya."

"Bukan hanya hidup yang lebih lama yang menjadi pertimbangan saya. Sekaligus bagaimana kau dapat lebih menikmati sisa hidupmu. Kau masih muda. Sebenarnya kanker payudara jarang ditemukan pada wanita berumur tiga puluhan, kebanyakan ditemukan pada usia yang lebih tua, empat puluh sampai hma puluh tahun keatas. Umurmu itu juga menjadi bahan pertimbangan saya."

"Berapa biaya operasinya, Dokter?"

"Untuk saya tidak usah kaupikirkan. Biaya pastinya nanti akan saya tanyakan lagi ke bagian administrasi rumah sakit. Tapi untuk perawatan selama dua minggu di kelas dua, itu kalau tidak ada komplikasi, kau harus menyiapkan kira-kira 20 juta. Itu sudah termasuk biaya operasi tanpa jasa dokter, pemeriksaan laboratorium, dan obat-obatan."

20 juta! Hampir pingsan Kim So Eun mendengarnya. Dari mana dia harus memperoleh uang sebanyak itu?

"Untuk radiasi sebanyak tiga puluh lima kali, biayanya kira-kira 1 juta sampai 2 juta."

Kim So Eun mengatupkan rahangnya erat-erat. Menahan kesedihannya agar air mata yang sudah menggenangi matanya tidak meleleh ke pipi. Sakit ternyata bukan hanya menakutkan, sekaligus mahal! Berbahagialah mereka yang sehat!

"Saya bisa minta keringanan kepada pihak rumah sakit. Agar kau tidak usah membayar uang muka. Yang penting, kau dapat dioperasi secepatnya."

"Saya ingin membicarakannya dulu dengan anak-anak saya, Dokter," kata Kim So Eun getir.

"Dua tahun yang lalu kau bilang begitu juga. Dan tidak muncul-muncul lagi di depan saya. Padahal kalau operasinya dilakukan dua tahun yang lalu, five years survival rate-nya jauh lebih besar!"

* * *

Kim So Eun hampir tidak dapat menahan kesedihannya ketika melihat ibu dan ketiga anaknya telah menanti di depan pintu. Air muka mereka tegang menyimpan kecemasan.

Bagaimana aku harus mengatakannya, tangis Kim So Eun dalam hati. Kankerku ganas. Aku harus dioperasi. Dan hidupku entah tinggal berapa lama lagi!

Tetapi Kim So Eun memang tidak perlu mengatakan apa-apa. Tangis Baek Suzy sudah keburu pecah. Dan kecuali Kim Yoo Bin, mereka semua mengerti apa artinya tangis itu.

Untuk pertama kalinya setelah dua puluh lima tahun berlalu, ibunya merangkulnya. Dan Nenek terisak-isak dalam rangkulan Kim So Eun.

Lee Young Yoo meraung marah. Membanting tabuhnya di sofa.

"Tuhan tidak adil!" protesnya sambil menangis. "Ibu begitu baik! Kenapa harus diberi penyakit yang tidak bisa sembuh?"

"Ibu pasti sembuh, Eonni," Kim Yoo Jung membelai-belai rambut Lee Young Yoo dengan air mata berlinang. "Kata guruku kita harus berdoa setiap hari untuk Ibu. Tuhan sayang anak-anak. Doa kita pasti dikabulkan."

Hanya Park Ji Yeon yang tidak ada ketika Kim So Eun pulang dari tempat praktek Dokter Song Seung Hun. Tetapi malam itu, ketika melihat neneknya membukakan pintu dengan mata sembap dan air mata berlinang, Park Ji Yeon segera tahu apa yang terjadi.

Untuk pertama kalinya Park Ji Yeon memeluk neneknya. Dan Nenek terisak dalam pelukannya.

Saat itu Park Ji Yeon melihat ibunya. Menuruni tangga sambil menggendong Kim Yoo Bin. Parasnya muram. Tetapi dia tidak menangis.

"Sudah makan, Park Ji Yeon?" tanya Kim So Eun sambil berusaha menekan kesedihannya. Padahal begitu melihat Park Ji Yeon, air matanya sudah hampir mengalir lagi.

Park Ji Yeon hanya menggeleng. Dilepaskannya pelukan neneknya.

"Cepatlah mandi. Kami menunggumu makan."

Di depan anak-anaknya, Kim So Eun berusaha menekan kesedihannya. Dia berusaha bersikap setegar mungkin. Meskipun anak-anaknya tidak ada yang makan dengan lahap, dia tetap melayani mereka dengan telaten.

Tampaknya Park Ji Yeon mengikuti jejak ibunya. Dia tidak banyak bicara. Nyaris membisu terus. Tetapi dia tidak menangis.

Baek Suzy, Lee Young Yoo, dan Kim Yoo Jung berkeras tidur di kamar ibunya malam itu. Terpaksa Nenek dan Kim Yoo Bin mengalah. Tidur di kamar sebelah. Malam ini Kim Yoo Bin tidak rewel sama sekali. Kim So Eun hanya perlu meninabobokannya sebentar. Setelah Kim Yoo Bin tertidur, Kim So Eun pindah ke kamar sebelah.

Tetapi lewat tengah malam, ketika Kim So Eun yang tak dapat tidur melongok ke kamar sebelah, ranjang Park Ji Yeon masih kosong. Dia masih duduk seorang diri di depan pintu rumah. Dan dia sedang menangis.

Park Ji Yeon tidak mengangkat wajahnya ketika pintu di belakangnya terbuka. Seolah-olah dia sudah tahu siapa yang datang. Dia hanya duduk terpaku. Menatap kosong ke langit.

Air mata berkilauan di matanya. Meleleh diam-diam ke pipi.

Dengan hati hancur Kim So Eun duduk di sisi Park Ji Yeon. Dan merangkul bahunya. Ternyata dia keliru kalau mengira yang paling menyedihkan adalah mendengar bahwa kankernya ganas. Yang paling menyedihkan justru melihat anak-anaknya bersedih karena takut kehilangan ibunya!

"Kenapa, Bu?" Cuma itu yang mampu diucapkan Park Ji Yeon dengan getir. "Kenapa?"

"Hanya Tuhan yang tahu, Park Ji Yeon," bisik Kim So Eun lirih. "Tapi percayalah, Tuhan tahu semua yang terbaik untuk kita."

"Berapa lama lagi, Bu?"

"Tidak penting, Park Ji Yeon. Yang penting, mari kita nikmati waktu yang tersisa ini dengan sebaik-baiknya. Saling mengerti. Dan saling membahagiakan."

"Aku menyesal, Bu." Park Ji Yeon menelan air matanya. Matanya yang basah menerawang ke langit gelap.

"Tidak ada yang perlu disesali, Park Ji Yeon. “

"Seandainya Aku tahu lebih cepat....”

Kim So Eun memeluk anaknya. Dan mencium pipinya dengan penuh kasih sayang.

“Ibu tetap menyayangimu,” bisiknya lembut. “Kau mirip Ibu. Pemberontakanmu. Kekerasan hatimu. Sayang Ibu baru memahaminya sekarang.”

Bersambung…

Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6 ... Chapter 15
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1
Prolog

1 komentar:

  1. Crying again saya...SediiiiiiiiiiiiHHHH sangad thoR...Tragiz bener idup so Eun..

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...