Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Jumat, 15 Juli 2011

Jodoh Sempurna (Chapter 11-Tamat)



“Bagaimana dengan kita?

“Apa maksudmu bagaimana dengan kita? Ya, kau kembali ke kehidupanmu dan aku dengan rencana-rencanaku.”

“Jadi, kau tak mempercayaiku?”

Aku percaya.”

“Lalu, kenapa kau tak pulang? Bagaimana dengan pertunangan kita?”

“Sudah kukatakan, kita kembali ke jalan masing-masing.”

“Kenapa?” tanya Kim Bum, tetap tak mengerti.

“Ya, tidak apa-apa. Aku hanya merasa, perkawinan bukan sesuatu yang tepat untukku. Bukan karena aku tak mempercayaimu. Tapi, peristiwa itu telah membukakan mataku, kesadaranku, bahwa perkawinan bukanlah untukku. Mungkin, Tuhan tak menghendaki aku berjodoh dan menikah.”

“Apa lagi yang kini jadi halangan?” kejar Kim Bum.

“Aku hanya tak tertarik lagi pada pilihan itu,” jawab Kim So Eun.

“Kau pasti berbohong. Pasti ada sesuatu yang kau sembunyikan,” desis Kim Bum, sambil mengguncang bahu Kim So Eun dengan tak sabar.

Kim So Eun menepis tangan Kim Bum dan menjauh dari Kim Bum.

“Kim So Eun, kau sebenarnya takut, bukan?” kejar Kim Bum lagi. Tak mau membiarkan Kim So Eun menghindar kini. Dicekalnya tangan Kim So Eun dan didorongnya tubuhnya agar dia duduk di dekatnya.

Kim So Eun menatap mata Kim Bum. “Ya, aku memang takut. Aku memang takut menikah. Lantas, kau mau apa? Mengikatku dan menyeretku ke depan pendeta agar aku bisa menikah denganmu?” tantangnya, tak kalah sengit.

“Kim So Eun, kenapa begitu sulit kau mempercayaiku? Aku tak akan menyakitimu, Kim So Eun. Tak akan pernah. Aku mencintaimu,” kata Kim Bum.

“Cinta?!” sembur Kim So Eun, kesal. “Kalau saja perjodohan ini tak ada, hidupku akan lebih mudah. Sudahlah, kata-kata klise seperti itu sebaiknya kau berikan pada perempuan lain. Mungkin, mereka lebih membutuhkannya. Kata-kata itu tak ada artinya buatku,” ujar Kim So Eun.

“Kim So Eun, jangan kau samakan semua lelaki dengan Jung Yong Hwa. Hanya karena Jung Yong Hwa pernah melukaimu, lantas semua lelaki juga akan berbuat yang sama padamu. Aku tak akan seperti itu. Percayalah,” bujuk Kim Bum.

“Dari mana kau tahu tentang Jung Yong Hwa? Ibuku yang menceritakannya padamu?” Kim So Eun tersentak.

“Bukan. Sama seperti dirimu, aku pun menyelidiki latar belakang sikapmu yang aneh. Ibumu menyebut-nyebut tentang dirimu tak mau dituduh merebut pacar orang. Dari situ aku menduga, kau pasti pernah terluka dan dikhianati seseorang. Ditambah lagi sikapmu yang selalu membingungkan. Aku bisa merasakan bahwa kau mencintaiku, tapi kau membangun tembok pembatas yang sangat tebal di antara kita. Kau selalu ragu untuk melangkah ke arah pernikahan. Dari penyelidikanku pula, aku jadi tahu tentang hubunganmu dengan Jung Yong Hwa.”

Mata Kim So Eun menyiratkan kepedihan yang sangat. Kim Bum tak tega melihatnya. Di balik kekerasan dan ketegaran Kim So Eun, terpendam kerapuhan yang menyentuh hatinya. Dia boleh ditentang dengan keras, dengan kata-kata kasar sekalipun, tapi tidak dengan mata yang memancarkan kepedihan begini. Hatinya langsung lumer. Ia pun menyumpah-nyumpah dalam hati pada lelaki yang telah menggoreskan luka di hati gadis ini.

Diraihnya bahu Kim So Eun dan didekatkannya ke pelukannya. “Kim So Eun, tak semua lelaki seperti itu. Ada juga yang cintanya sangat tulus. Percayalah padaku, aku tak akan menyakitimu. Aku mencintaimu dengan sangat,” ujar Kim Bum, lembut, sambil menempelkan dagunya di kepala Kim So Eun.

“Kau hanya perlu mempercayaiku. Dengan berlalunya waktu, semua kepedihan itu bisa berlalu. Dengan membuktikan sendiri bahwa di dunia ini ada cinta yang tulus, kepercayaanmu tentang cinta yang sempat terkoyak, akan sirna,” lanjut Kim Bum.

“Bagaimana jika kau menemukan orang yang lebih cantik dariku? Bagaimana jika kau menemukan bahwa aku ternyata punya banyak kekurangan? Bagaimana jika bayanganmu semula tentang diriku tak lagi sesuai?”

“Itu hanya terjadi pada orang yang lebih mementingkan cinta secara lahiriah, tanpa melihat bahwa kecantikan dalam batin itu lebih penting. Aku mengagumi semua yang ada di dirimu. Semua kepintaranmu, kemandirianmu, ketegasanmu, kemanjaanmu, sampai ke sifat judes dan kegalakanmu pun, aku suka. Dirimu sangat unik dan komplet. Apakah aku akan menyia-nyiakan orang seperti ini? Cintaku tak akan sirna. Bahkan, mungkin akan semakin kuat.”

“Entahlah, aku sendiri bingung. Apakah aku masih bisa mempercayai janji laki-laki. Saat aku mendengar tentang dirimu bersama Jung So Min, aku benar-benar jatuh berkeping-keping. Selama ini aku kira aku cukup tegar. Kupikir luka yang ditimbulkan oleh Jung Yong Hwa sudah berhasil kututup dengan rapat. Aku sudah cukup kuat. Tapi, nyatanya itu semua bohong. Aku tetap saja jatuh berkeping-keping. Dua kali aku hampir menikah, dan dua kali pula gagal. Itu membuatku kapok. Aku sampai berpikir, jangan-jangan karma itu sebenarnya ada pada tubuhku sendiri. Mungkin, sebenarnya aku memang tak ditak¬dirkan untuk menikah. Itulah mengapa, Tuhan selalu membatalkan pertunanganku tepat di saat aku mau menikah. Kenyataan ini sangat menyakitkan, Kim Bum. Aku tak mau lagi seperti itu. Cukup dua kali saja aku terkena hal ini,” ujar Kim So Eun, pelan.

“Tapi, aku tak menyakitimu, Kim So Eun. Dan, pertunangan kita juga tidak batal. Di antara kita hanya terjadi kesalahpahaman. Aku tak akan bisa menyakitimu, karena menyakitimu sama saja menyakiti diriku. Mengertikah kau, dukamu adalah dukaku juga. Aku tak akan kuat jika kau juga bersedih.”

“Entahlah, aku tak bisa berpikir saat ini. Jangan paksa aku untuk memutuskan apa-apa saat ini,” ujar Kim So Eun, dengan mimik ngeri.

Kim Bum menghela napas. Ia sadar, Kim So Eun butuh waktu untuk merenungkan perubahan besar ini. “Baiklah, kau boleh berpikir-pikir dulu. Aku akan menunggumu. Semalam pun boleh. Jika kau butuh waktu yang lebih lama lagi, aku akan tetap menunggumu. Aku akan pulang lebih dahulu dan menunggumu di sana. Pokoknya, berapa pun waktu yang kau perlukan, aku akan menunggu. Tapi, jangan lari lagi, ya,” ujar Kim Bum.

Kim So Eun diam. Semuanya terjadi begitu cepat. Dia perlu waktu untuk mencernanya. Dibiarkannya dirinya berada dalam pelukan Kim Bum. Rasanya sangat nyaman berada dalam pelukan Kim Bum, mendengar denyutan jantung Kim Bum yang kuat dan teratur.

Kim Bum pun merasakan hal yang sama. Kim So Eun begitu lembut dalam dekapannya. Begitu rapuh dan kecil. Kim Bum merasakan dirinya ingin selalu melindungi Kim So Eun.

Mereka duduk berpelukan dalam diam beberapa lama, sampai Kim Bum mengira Kim So Eun ketiduran dalam pelukannya. Tiba-tiba Kim So Eun mengangkat kepalanya. “Aku pulang dulu, nanti temanku mencari.”

“Kapan kau akan pulang?”

“Aku belum tahu. Aku akan selesaikan tulisanku dulu.” Sambil beranjak pergi meninggalkan Kim Bum.

“Baiklah, aku akan menunggumu. Sampai kesediaan itu datang di hatimu. Sampai pintu hatimu terbuka untuk menerima cintaku sepenuhnya. Cintaku tak akan berubah, Kim So Eun. Kau harus yakin itu,” bisik Kim Bum.

Kim So Eun mengangguk dan berbalik pergi. Ia bisa melihat kesungguhan hati Kim Bum. Kesabaran dan kebaikan lelaki ini untuk menunggu, menyentuh hatinya. Ia sangat sayang pada lelaki ini. Kalau Kim Bum begitu yakin, kenapa ia harus bimbang dan lari?

Kim So Eun berbalik kembali memeluk Kim Bum. Keputusan itu sudah dibuatnya. Dilepaskannya pelukannya. Kemudian diciumnya bibir Kim Bum lembut. "Naneun neorul saranghaeyo," katanya.

Kim Bum mengangguk. "Aku juga mencintaimu, Kim So Eun."

“Kau tak perlu lagi menungguku, aku akan ikut pulang denganmu. Kita akan segera menikah, Kim Bum.”

“Kim So Eun…”

“Aku percaya dengan semua ketulusan hatimu…”

Mereka berpelukan lagi.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

2 komentar:

  1. whoaaaaaaaa hepy end..hahaha..

    BalasHapus
  2. aa~~ happy ending juga. aku suka!!! kkk~ kim bum baik bngt sampe mau nungguin gt. dn so eun akhirnya nerima. aseekk.. :D
    nice story, author :)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...