Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Kamis, 28 Juli 2011
The Right Man (Chapter 20)
"10 Juta, Nek...," suara Baek Suzy gemetar seperti terserang malaria.
"Sepuluh juta?" belalak Nenek tidak percaya Cucunya yang baru berumur sepuluh tahun itu bisa mendapat 10 juta? Astaga! Sampai setua ini, dia belum pernah mendapat uang sebanyak itu!
"Asal Nenek besok datang untuk menandatangani kontrak, Nenek langsung dibayar separuh!"
"Tanda tangan?" Sekarang giliran Nenek yang menggigil. "Kontrak? Ah, kenapa harus Nenek? Kan yang main Lee Young Yoo..."
"Kim Yoo Jung!" potong Baek Suzy tidak sabar. "Bukan Lee Young Yoo!"
"Kenapa bukan Lee Young Yoo?"
"Sudahlah, Nek. Nanti Lee Young Yoo tambah kesal!"
Sekarang saja Lee Young Yoo sudah menghilang entah ke mana. Sepanjang perjalanan pun dia diam saja. Dan sikapnya kepada adiknya bukan main judesnya!
"Nenek kan cuma tanya, Lee Young Yoo yang dites kenapa Kim Yoo Jung yang terpilih?"
"Yang penting kan kita dapat uang! Kim Yoo Jung atau Lee Young Yoo sama saja, Nek. Uangnya bisa untuk bayar biaya ramah sakit."
“Tapi kenapa Nenek yang harus tanda tangan?”
"Karena Kim Yoo Jung masih kecil."
"Suruh Park Ji Yeon saja, ah Jangan Nenek, Takut!”
"Park Ji Yeon masih di bawah umur. Kalau Nenek kan sudah di atas umur!"
"Tapi Nenek takut."
"Takut apa sih, Nek?"
"Kalau cuma 100 ribu berani, tapi ini? 10 juta!”
"Apa bedanya tanda tangan 10 juta atau 100 ribu?"
"Nenek tidak bisa baca kontrak...."
"Biar aku yang baca. Nenek tanda tangan saja."
"Kalau salah. Nenek yang ditangkap?"
"Ditangkap siapa? Siapa yang mau menangkap nenek-nenek?"
"Hus! Enak saja kau bicara!"
"Aduh, Nenek ini norak sekali. Kalau Nenek tidak mau tanda tangan, kita tidak bisa dapat uangnya!"
Nenek menghela napas berulang-ulang. Parasnya tegang.
"Coba kalau ada si Kim Bum," dumalnya bingung. "Biar dia saja yang tanda tangan!"
"Mana boleh, Nek? Paman Kim Bum kan bukan apa-apanya Kim Yoo Jung!"
“Tapi dia pasti tahu apa yang harus Nenek lakukan!"
"Apa lagi? Cuma tanda tangan!"
"Nenek harus pakai baju apa?"
"Siapa yang peduli?" sembur Baek Suzy kesal. "Yang penting Nenek jangan sampai tidak pakai baju!"
* * *
Ternyata yang memusingkan kepala Baek Suzy bukan hanya Nenek. Lee Young Yoo juga.
Setengah hari dia menghilang entah ke mana. Ketika dia pulang ke rumah, hari sudah gelap.
Bukan cuma wajahnya saja yang lusuh. Bajunya pun kotor bukan main. Baek Suzy sampai memekik tertahan melihat dekilnya baju adiknya.
"Kecebur di comberan mana?" gerutunya kesal. "Cuci sendiri bajumu!"
Lee Young Yoo tidak menjawab. Sikapnya benar-benar menyebalkan. Dia tidak mau mandi. Tidak mau makan. Bahkan tidak mau ganti baju.
"Ada apa kau ini?" geram Baek Suzy sengit. "Kau ngambek karena Kim Yoo Jung yang terpilih? Memangnya salah siapa? Kim Yoo Jung? Eonni?"
"Kim Yoo Jung menyerobot bagian-ku!" Tangis Lee Young Yoo meledak tanpa dapat ditahan-tahan lagi.
"Tapi sama saja, kan, Lee Young Yoo?" bujuk Baek Suzy antara iba dan kesal. "Pokoknya kita dapat uang untuk Ibu! Daripada anak lain yang dapat.”
"Aku malu, Eonni! Teman-teman sudah tahu kalau aku yang dipanggil. Mrs. Sung Yu Ri sudah bilang kalau aku yang akan muncul di TV!"
“Tapi Kim Yoo Jung kan tidak salah, Lee Young Yoo!”
"Untuk apa dia ikut ke sana?"
"Kim Yoo Jung kan baru pulang sekolah! Lalu dia harus pulang dengan siapa?"
"Kalau tidak ada Kim Yoo Jung, barangkali aku yang terpilih!"
"Barangkali juga anak lain! Dan kita tidak dapat uang!"
Tapi bagaimanapun, Lee Young Yoo tidak dapat menghilangkan perasaan kesal itu dari hatinya. Kim Yoo Jung menyerobot tempatnya! Merampas haknya!
Memang Kim Yoo Jung seperti tidak peduli. Yang penting baginya, dapat uang untuk Ibu. Tetapi Lee Young Yoo peduli! Dia juga ingin mencari uang untuk Ibu. Sekaligus muncul di televisi!
Kenapa Tn. Lee Min Ho berbohong? Katanya peran itu untuk Lee Young Yoo! Kenapa diberikannya kepada adiknya? Kim Yoo Jung merampas kesempatannya untuk tampil di TV!
Dan sejak saat itu, sikap Lee Young Yoo kepada adiknya menjadi sangat judes. Sedikit-sedikit Kim Yoo Jung dibentak. Kadang-kadang malah dicubit. Sia-sia Baek Suzy menegurnya. Karena sejak hari itu, Lee Young Yoo seperti menjadi dua kali lebih bengis. Lebih dengki. Lebih-lebih ketika Ibu kelihatan begitu terharu. Begitu bangga kepada Kim Yoo Jung.
"Kau masuk televisi?" gumam Kim So Eun antara haru dan bangga. Dia masih terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit, tetapi keberhasilan Kim Yoo Jung menorehkan segurat semangat di hatinya, "Anak Ibu jadi bintang iklan?"
"Aku dapat uang banyak, Bu," Bagi Kim Yoo Jung, yang terpenting memang cuma itu. Uang. "Untuk Ibu berobat, ya? Biar Ibu cepat bisa pulang. Di rumah sepi tidak ada Ibu!"
"Terima kasih, Kim Yoo Jung..." Tak terasa air mata Kim So Eun meleleh ke pipi. "Ibu bangga padamu..."
Ketika sedang membelai pipi Kim Yoo Jung, Kim So Eun baru melihat Lee Young Yoo. Tepekur dengan wajah cemberut di dekat kakinya.
Melihat murungnya paras gadis kecilnya, tiba-tiba saja Kim So Eun mengerti apa yang terjadi. Tak ada yang tersembunyi bagi seorang ibu. Dalam keadaan sakit sekalipun.
* * *
Sesudah empat kali gagal, akhirnya Nenek berhasil juga menorehkan tanda tangan yang benar. Yang mirip dengan tanda tangan di atas KTP-nya. Dan cek sebesar 5 juta disodorkan ke tangan Nenek.
"Cek?" gumam Nenek bingung. "Kenapa bukan uang?"
"Anda mau uang kontan? Baiklah, besok anda bisa datang lagi kemari. Ambil uang kontan."
"Biar diambil di bank saja, Nek," sela Baek Suzy sambil mengambil cek dari tangan neneknya, "Kan bisa suruh Park Ji Yeon temani Nenek."
"Lebih baik diambil di sini saja, ah," bantah Nenek. Diambilnya lagi cek di tangan cucunya. Lalu dikembalikannya lagi ke sekretaris Tn. Lee Min Ho. "Besok saya datang lagi ya, Nona. Ambil uang saja di sini."
"Ob, boleh saja, Nyonya. Tidak apa-apa."
"Ah, Nenek!" gerutu Baek Suzy waktu mereka keluar dari kantor Tn. Lee Min Ho. "Malu-maluin saja! Mengambil uang di bank tidak bisa?"
"Halo, Baek Suzyl" sapa Tn. Lee Min Ho yang baru Saja datang. "Kontraknya sudah ditandatangani?"
"Sudah, Tuan. Terima kasih."
"Uangnya baru besok, Tuan," sela Nenek. "Saya tidak mau cek”
"Oh, boleh saja! Mana Kim Yoo Jung?"
"Sekolah, Tuan."
"Bagus. Tapi pulang sekolah besok bawa ke sini, ya. Kim Yoo Jung harus shooting."
"Tuan, boleh saya bicara sebentar?"
"Tentu. Soal apa, Baek Suzy?"
"Boleh bicara di dalam, Tuan?"
"Silahkan. Di kantor saya saja."
"Nek, tunggu di sini, ya." Baek Suzy buru-buru mengikuti Tn. Lee Min Ho masuk kembali ke kantornya.
"Ada apa?" gerutu Nenek curiga. "Bicara saja harus di dalam!"
"Pokoknya Nenek tunggu di sini sebentar.”
"Jangan lama-lama, ya!"
* * *
"Ada apa, Baek Suzy?" tanya Tn. Lee Min Ho simpatik sekali. "Apa yang bisa saya bantu?"
"Anda tidak punya peran yang tersisa untuk Lee Young Yoo?"
"Kenapa? Lee Young Yoo frustrasi? Karena Kim Yoo Jung yang terpilih?"
"Tolonglah, Tuan. Peran apa saja. Asal Lee Young Yoo juga bisa muncul di TV."
"Tidak segampang itu, Baek Suzy. Saingannya banyak sekali. Kami tidak boleh sembarangan membuat iklan. Untuk mempertahankan mutu."
"Tapi anda sendiri yang bilang, Lee Young Yoo cukup berbakat, kan? Hanya dia sedang sedih karena Ibu sakit. Berilah dia kesempatan sekali lagi, Tuam. Mungkin untuk iklan produk lain."
Tn. Lee Min Ho menghela napas.
"Baiklah. Bawalah Lee Young Yoo besok kemari. Kita tes sekali lagi. Tapi saya peringatkan Baek Suzy, kalau Lee Young Yoo gagal lagi, dia bisa tambah frustrasi!"
* * *
Seperti biasa, Park Ji Yeon melewati pos keamanan dengan tenang. Diletakkannya ranselnya di atas meja. Tetapi kali ini, petugas keamanan pabrik itu tidak langsung memeriksa ranselnya seperti biasa. Dia minta Park Ji Yeon menepi. Keluar dari barisan.
"Ada apa, Tuan?" Sebuah perasaan tidak enak menyelinap ke hati Park Ji Yeon. Tetapi dia masih dapat memperlihatkan sikap santai.
"Ikut saya ke sebelah."
"Untuk apa? Saya dicurigai?"
"Pengawas mengatakan banyak obat yang hilang di bagianmu. Disinyalir ada karyawan yang tidak jujur. Pemeriksaan harus diperketat."
"Tapi kenapa saya yang dicurigai?"
"Semua dicurigai. Tapi hari ini giliranmu.”
"Ayo, ikut saya," perintah Tn. Lee Ji Hoon sambil menunjuk ke balik tirai.
"Anda mau menggeledah saya?" tanya Park Ji Yeon santai.
"Kau mau apa?" balas Tn. Lee Ji Hoon beringas "Mau membangkang?”
"Saya tidak mau diperiksa anda."
"Kau mau melawan, hah?"
“Tidak."
"Lantas kenapa kau tidak mau kugeledah?"
"Karena saya wanita."
Tn. Lee Ji Hoon tidak jadi membentak lagi. Temannya juga ikut menoleh. Sesaat mereka sama-sama tertegun. Lalu Tn. Lee Ji Hoon tertawa gelak-gelak.
"Kau mau menipu kita semua, ya?" dengusnya masam. "Tapi jangan harap kau bisa lolos!”
“Panggilkan Goo Hye Sun kemari!” perintah Tn. Lee Ji Hoon pada salah satu rekannya.
Terpaksa Park Ji Yeon mengikuti petugas wanita itu ke kamar sebelah. Dia tidak merasa takut. Tetapi dia tahu, pekerjaannya di pabrik telah berakhir.
Tanpa menunggu sampai petugas itu menyuruhnya membuka pakaian, Park Ji Yeon mengeluarkan kantong obatnya. Dan meletakkannya di atas meja. Di depan petugas itu.
"Saya menyesal melakukannya, Eonni," katanya terus terang. Suaranya tidak menyiratkan rasa takut. Membuat Goo Hye Sun agak terperangah. "Tapi saya perlu uang. Iba saya harus dioperasi. Kanker. Saya sudah mencoba pinjam uang. Tapi kata Tn. Song Chang Ui, karyawan baru seperti saya tidak punya hak untuk meminjam uang."
* * *
Malam itu Park Ji Yeon tidak pulang. Nenek bingung, Adik-adiknya panik. Sejak tahu Ibu sakit, Park Ji Yeon tidak pernah pulang malam lagi. Mengapa hari ini dia terlambat? Akhirnya Baek Suzy nekat. Memberanikan diri menyusul ke pabrik.
"Kakakmu ketahuan mencuri obat," kata petugas satpam di posnya. "Masih diinterogasi di dalam."
Ya Tuhan! Baek Suzy terpuruk lemas. Park Ji Yeon... mencuri? Apakah demi... Ibu?
"Boleh saya melihatnya, Tuan?" pinta Baek Suzy menahan tangis. "Percuma saja. Sebentar lagi dia akan dibawa ke polsek. Lagi pula di sini kau tidak boleh masuk. Pabrik sudah tutup."
O, Tuhan! Apa yang harus kulakukan? Ibu di ramah sakit. Paman Kim Bum di penjara. Kepada siapa aku harus mengadu? Kepada siapa aku harus minta tolong? Membiarkan Park Ji Yeon dibawa ke polsek? Oh, aku benar-benar tidak tega!
"Minggir, Nona," perintah satpam itu sambil bergerak untuk membuka pintu. "Mobil Bos mau keluar!”
Baek Suzy menepi sedikit. Tetapi tetap tidak mau menyingkir. Satpam buru-buru membuka pintu. Dan memberi hormat kepada orang di dalam mobil.
"Siapa, Tuan?" tanya orang di bangku belakang mobil itu sambil menurunkan kaca mobil.
Baek Suzy melihat seorang lelaki muda berkemeja putih dan berdasi merah melongok ke luar.
"Adiknya karyawan yang mencuri itu, Minta izin masuk untuk melihat kakaknya."
Sejenak laki-laki itu menatap Baek Suzy. Sesaat matanya bersorot iba. Tetapi di detik lain, dia telah mengosongkan kembali tatapannya.
"Maaf, Nona. Kakakmu akan segera dibawa ke polsek. Dia ketahuan mencuri obat."
"Kasihanilah dia, Tuan," pinta Baek Suzy dengan suara memelas. "Dia anak sulung di keluarga kami. Ayah, kami sudah tidak punya. Ibu masih di rumah sakit Habis Operasi kanker. Tolonglah, Tuan. Kalau tidak ada dia, siapa yang harus mencari nafkah untuk saya dan tiga orang adik kami yang masih kecil-kecil?"
Lelaki muda itu menghela napas berat.
"Maaf, saya tidak bisa menolong," katanya datar. "Kakakmu ketahuan mencuri. Kalau dia tidak dihukum, separuh karyawan pabrik ini akan ramai-ramai mencuri."
Tanpa mendengarkan permohonan Baek Suzy lagi, dia menutup kaca mobilnya. Dan memerintahkan sopirnya untuk meninggalkan tempat itu. Satpam memberi hormat sekali lagi. Dan menutup pintu. Tetapi Baek Suzy belum mau pergi. Dia masih melekat di luar pinta besi.
"Pulanglah kau!" perintah satpam itu tegas. "Besok saja kau tengok kakakmu di polsek.”
Tetapi Baek Suzy berkeras menunggu di sana. Dia ingin melihat Park Ji Yeon. Walaupun hanya dari jauh.
Lima menit kemudian, sebuah mobil polisi meninggalkan pabrik. Samar-samar, Baek Suzy melihat Park Ji Yeon di dalam. Dia memburu mobil itu sambil menangis. Tetapi mobil telah meluncur cepat meninggalkan pabrik.
* * *
"Kenapa datang kemari?" geram Kim Hyun Joong gemas. Dia sudah berlagak tidak kenal. Tetapi gadis pincang ini tetap berkeras ingin bertemu. Daripada ribut-ribut dan istrinya tambah curiga, terpaksa ditemuinya juga gadis pincang yang keras kepala itu.
"Mau minta tolong, Paman," pinta Baek Suzy penuh harap. "Ibu masih di rumah sakit...."
"Kan saya sudah bilang, ibumu sudah tidak bekerja lagi di perusahaan film saya...." Sengaja Kim Hyun Joong mengeraskan volume suaranya supaya istrinya ikut mendengar. "Saya tidak dapat menolong meminjamkan uang!"
"Ibumu sakit apa, Nona?" sela Nyonya Jung So Min yang tiba-tiba muncul. Sekadar ingin tahu kenapa gadis ini mendatangi suaminya malam-malam begini.
"Kanker, Bibi. Kanker payudara.”
"Kasihan."
Baek Suzy tidak tahu dia benar-benar iba atau cuma bibirnya saja yang berkata demikian.
"Sudahlah, pulang sana!" sela Kim Hyun Joong jemu. “Saya tidak bisa meminjamkan uang! Ibumu sudah keluar dari produksi film saya."
"Tapi Paman Kim Hyun Joong kan bukan cuma majikan Ibu." Sengaja Baek Suzy langsung menembak ke sasaran. Apa boleh buat. Daripada sia-sia mengemis. "Paman Kim Hyun Joong teman Ibu juga kan!"
"Eh, jangan sembarangan bicara! Ibumu cuma salah satu artis dalam produksi..."
"Paman Kim Hyun Joong sering datang ke rumahmu?" potong Jung So Min dingin.
Dia memang sudah curiga. Sudah sering didengarnya desas-desus tentang suaminya.
"Sudahlah, Jung So Min!" geram Kim Hyun Joong kesal. "Anak ini cuma datang untuk pinjam uang!"
"Tapi malam ini saya datang untuk Park Ji Yeon, Paman. Dia dapat kesulitan. Sekarang ditahan di polsek."
"Tapi kenapa datang kepadaku?" Kim Hyun Joong hampir berteriak saking kesalnya.
"Aku kira Paman masih teman Ibu. Aku tidak tahu lagi ke mana harus minta tolong..."
"Aku bukan apa-apamu! Ibumu cuma salah seorang artis yang main dalam filmku..."
"Biar Bibi yang ikut denganmu!" potong Jung So Min tanpa ragu sedikit pun. "Bibi ganti baju dulu."
"Astaga, Jung So MIn! Apa-apaan kau ini? Kau tahu pukul berapa sekarang?"
"Ada anak teman baikmu minta tolong kau tidak peduli?" sindir Jung So Min sinis. "Teman apa kau ini!"
"Baiklah! Biar aku yang ikut dia. Walaupun aku tidak tahu apa yang bisa kubantu!"
Buru-buru Kim Hyun Joong membawa Baek Suzy pergi. Sebelum istrinya keburu ikut. Dia tahu sekali apa yang diinginkan Jung So Min. Dia bukan ingin menolong. Cuma ingin mengorek keterangan!
* * *
"Dari mana kau tahu rumahku?" gerutu Kim Hyun Joong di dalam mobil.
"Dari buku telepon Ibu," sahut Baek Suzy santai. Entah mengapa begitu melihat betapa penakutnya lelaki ini di depan istrinya, dia jadi memandang enteng. Dan tidak merasa takut atau segan lagi.
"Apa sebenarnya yang dilakukan kakakmu? Membakar pabrik? Menghasut pekerja lain untuk mogok?"
"Mencuri obat."
“Ya ampun!"
"Park Ji Yeon mencuri agar dapat Uang. Untuk operasi Ibu."
Sesaat Kim Hyun Joong terdiam. Di luar kehendaknya, mendadak saja bayangan Kim So Eun melintas di depan matanya.
"Aku mencintaimu," Kim Hyun Joong seperti mendengar suaranya sendiri.
Berapa kali dia telah mengucapkan kata-kata itu kepada Kim So Eun? Sekarang ketika wanita itu sedang terkapar di rumah sakit, di manakah cinta yang dulu demikian menggelora? Meminjamkan uang saja dia tidak sudi!
Dia yang telah mengkhianatiku, geram Kim Hyun Joong dalam hati. Dia yang telah menyimpan lelaki itu di kamarnya.
"Paman Kim Bum sakit," terngiang kembali kata-kata Baek Suzy.
Karena itukah Kim So Eun merawatnya? Melindunginya? Menyembunyikannya di kamarnya?
Perempuan itu memang baik. Lembut. Walaupun kadang-kadang bodoh. Mungkinkah karena kebaikan hatinya dia membiarkan laki-laki itu bersembunyi di rumahnya?
"Bagaimana keadaan ibumu?” tanya Kim Hyun Joong setelah lama terdiam. Suaranya melunak.
"Masih di rumah sakit."
"Bagaimana kondisinya?"
"Baik. Tapi masih lemah."
"Masih perlu uang?"
"Untuk biaya rumah sakit saja masih kurang. Padahal setelah ini Ibu masih harus disinar."
"Perlu berapa?" Baek Suzy menoleh dengan heran. Tetapi dalam gelap dia tidak dapat membaca air muka laki-]aki itu. Dia benar-benar mau menolong atau... cuma untuk menutupi dosanya di depan istrinya?
"2 juta," sahut Baek Suzy tanpa berpikir lagi. "Untuk sementara."
"Besok ambil di kantor. Tapi ingat, jangan pernah datang ke rumahku lagi."
"Dan menemui istri Paman?"
"Kau tidak ingin mengacaukan rumah tanggaku, kan?”
"Bukankah dulu Paman yang ingin jadi ayah kami?”
"Ibumu tidak mau."
"Karena Paman masih punya istri!"
"Karena anak-anaknya tidak mau punya ayah lagi!" Kim Hyun Joong mengatupkan rahangnya dengan marah. "Dan karena dia menyimpan seorang gigolo di kamarnya!"
"Paman Kim Bum memang tidur di kamar Ibu. Tapi selama itu, Ibu tidur di atas, bersama kami. Kenapa Paman marah-marah begitu?"
"Kenapa ibumu tidak mau membela diri kalau tidak bersalah?"
"Untuk apa? Paman kan bukan suami Ibu! Paman juga tidak pernah bilang di mana istri Paman tidur, kan?"
"Brengsek kau!" maki Kim Hyun Joong gemas. Ternyata si pincang ini pintar bicara seperti ibunya!
"Kata Ibu, Paman Kim Hyun Joong ingin punya anak."
"Dan istriku mandul!"
"Kenapa tidak mau mengangkat anak?"
"Aku ingin anak kandung!"
"Kalau Paman jadi menikah dengan Ibu, kami juga bukan anak kandung, kan?"
"Itu lain!"
"Maksud Paman, kami akan diperlakukan lain dengan anak kandung Paman?"
Sekali lagi Kim Hyun Joong mati langkah!
Bersambung…
Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6 ... Chapter 15
Chapter 5 ... Chapter 16
Chapter 4 ... Chapter 17
Chapter 3 ... Chapter 18
Chapter 2 ... Chapter 19
Chapter 1
Prolog
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar