Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 24 September 2011

Tak Bisakah Dia Romantis??? (FF)



Title : Tak Bisakah Dia Romantis???
Genre : Romance
Author : Sweety Qliquers
Episode : 4 Chapter
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 02 Maret 2010, 02.18 PM
Cast :
Kim So Eun
Kim Bum
Jung So Min


Tak Bisakah Dia Romantis ???

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4 - Tamat

Tak Bisakah Dia Romantis??? (Chapter 4-Tamat)



Kereta api di stasiun Gyeryongsan sudah berangkat dua menit setelah aku tiba di sana. Aku berlari kesana-kemari memanggil-manggil nama Kim Bum dari jendela satu ke jendela lain. Namun usahaku itu tanpa hasil. Kereta api dengan perlahan telah membawa Kim Bum-ku dan juga cintaku pergi jauh. Aku berdiri terpaku melihat kereta api yang kian menjauh. Sesalku menumpuk. Aku datang terlambat hingga tidak sempat mengatakan maafku pada Kim Bum.

Kini aku mulai sadar bahwa tidak ada yang lebih bisa membahagiakanku kecuali dengan kehadiran Kim Bum. Bagaimanapun dia, romantis ataupun tidak dialah orang yang benar-benar aku cintai. Kenangan-kengan indah bersamanya walau tanpa kemesraan saat itu membelaiku dengan rasa yang teramat.

Asaku telah pergi dan itu hanya bisa kulakukan dengan menangis terpekur di tempatku berdiri. Hidupku tiada arti tanpa Kim Bum, dengan mencintainya apa adanya itu sudah lebih dari cukup. Tidak ada lagi tuntutan untuk dia berubah menjadi Kim Bum yang romantis. Rasa sesal telah membuatku menyimpan permintaan maaf untuk Kim Bum.

Sampai dadaku tersentak merasakan tangan seseorang meraih bahuku. Aku menatap tajam wajah itu. Mata teduhnya yang selalu membuatku merasa damai jika didekatnya. Kelembutan jiwanya senantiasa menyuguhkan warna indah dalam memoriku dan sungguh tidak ada yang lebih romantis selain dia… ‘Kim Bum-ku’….

"Kim Bum…Maafkan aku…” Kim So Eun menghambur, memeluk Kim Bum erat. Tangisnya tumpah.

“Berjanjilah padaku, Jangan pernah ragukan cinta dan sayang tulusku padamu lagi, Kim So Eun.” Kata Kim Bum sambil mengecup bibir Kim So Eun sekilas dan mendekap tubuh Kim So Eun seakan tak mau melepaskannya lagi.

Kim So Eun mengangguk sambil menyeka airmatanya. Dilepaskannya pelukannya. Kemudian diciumnya bibir Kim Bum lembut.

“Aku janji, aku Tak akan pernah meragukannya.”


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

Tak Bisakah Dia Romantis??? (Chapter 3)



Apa benar kata Jung So Min? Entahlah aku sendiri tak mengerti. Kadang aku sendiri sempat berfikir apa benar Kim Bum mencintaiku, karena selama ini Kim Bum tak sekalipun membelaiku ketika kami berkencan. Hatiku benar-benar sakit mengingat itu semua.

Kim Bum bukanlah tipe Pria romantis yang selalu kuimpikan, Kim Bum yang selau bersikap biasa bila bersamaku dan anehnya semua itu kujalani begitu saja selama tiga tahun lebih. Bukan waktu yang singkat memang, karena itu aku selalu berusaha menepis jauh-jauh kegundahanku tentang Pria romantis.

Tapi tidak dengan malam itu. Ketidaksabaranku menunggu Kim Bum yang terlambat datang membuatku semakin yakin kalau Kim Bum tidak menyayangiku ataupun mencintaiku. Hubungan itu hanya sebagai hubungan berstatus pacaran tapi tanpa cinta. Meskipun tiga tahun yang lalu Kim Bum resmi mengikrarkan cintanya padaku.

“Maaf, membuatmu lama menunggu. Tadi mobilku mogok.” kata Kim Bum menghentikan niatku yang ingin meniggalkan taman saat itu juga.

“Tidak ada alasan lain?” tanyaku sinis. Kim Bum menatapku janggal.

“Kau marah, Kim So Eun?” tanya Kim Bum datar.

Aku hanya acuh tak acuh. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Kim Bum jika melihatku marah. Aku ingin Kim Bum mengerti apa yang aku iginkan, menjadi Pria romantis itulah mimpiku. Tidak seperti saat itu. Aku dan Kim Bum duduk dalam jarak setengah meter. Tidak dekat dan bermesraan seperti pasangan lain malam itu.

“Kim So Eun maafkan aku, tapi mobilku tadi memang mogok.”

“Kau kan bisa telepon atau sms aku, Kim Bum. Bukan dengan cara membiarkanku menuggumu seperti ini.”

“Aku lupa membawa Ponsel.” ucapnya pelan. Aku tetap tak mengindahkannya.

“Kau tahu tidak, malam ini aku semakin yakin kalau kau memang tidak pernah serius mencintaiku.” paparku tersendat.


“Kim So Eun, kenapa kau bicara seperti itu. Apa kau pikir selama tiga tahun lebih kita pacaran aku hanya iseng saja. Aku pikir kau bisa memahamiku, tapi nyatanya…”

“Ya, aku memang tidak bisa memahamimu. Kau yang kaku dan beku bila di sampingku yang tidak pernah membelaiku dan mengucapkan kalimat-kalimat indah di telingaku. Kau yang hanya sekali mencium dan berkata ‘aku mencintaimu’. Kau yang tidak memberiku perhatian-perhatian romantis selama ini. Kau..kau membuatku muak dengan semua ini.” kataku dengan nada tersendat.

Mataku telah tergenang air hangat dan aku sunguh tidak sanggup lagi membendungnya.

“Jadi kau pikir cinta hanya bisa diungkapkan dengan keromantisan, kau pikir hubungan kita terjalin tanpa rasa apa-apa dariku?” tanya Kim Bum.

Aku masih terdiam bisu dalam tangisku.

“Kim So Eun... selama ini aku mengira kau telah mengerti banyak tentang aku, tapi ternyata aku salah. Kau bukan Kim So Eun-ku yang dulu…”

“Kau memang salah menilaiku dan akupun juga salah menilaimu. Menilai tentang hatimu dan tentang cintamu selama ini.”

“Perlu kau tahu, Kim So Eun… aku sangat mencintaimu dan sayangnya rasa cintaku ini harus kau tuntut dengan keromantisan.”

“Aku tidak bermaksud menuntut, Kim Bum. Aku hanya ingin hubungan kita indah seperti orang lain.”

“Wujud dari keindahan itu bukan terletak pada keromantisan, tapi terletak pada cinta itu sendiri. Aku tidak pernah membelai dan menciummu karena aku menghormati cinta kita. Aku tidak ingin hubungan kita menjadi ternoda dengan hal-hal yang dimulai dari belaian ataupun ciuman. Aku menyayangimu dan dengan itulah aku bisa buktikan seberapa dalam aku mencintaimu.”

Dadaku berdesir seketika. Segera kutatap mata teduh Kim Bum. Disana kudapati keteduhan cinta dan kasihnya.

“Kim So Eun… jika kau anggap cinta hanya bisa dinyatakan dengan sentuhan-sentuhan keromantisan itu salah. Cinta bukan hanya itu saja. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjaga hubungan suci itu tetap suci sampai kita benar-benar terikat pada hubungan yang resmi. Selama ini aku pikir kau bisa mengerti itu semua. Tapi aku salah dan untuk itu aku minta maaf jika aku tidak bisa menjadi seperti apa yang kau mau.”

“Kim Bum, aku hanya...” ucapku tak kuteruskan.

Ada rasa sesak yang keluar begitu saja di hatiku. Aku telah melukai Kim Bum dan itu bisa kulihat dari kalimat datarnya.

“Kau tidak salah dalam hal ini, Kim So Eun. Dan sepatutnya aku melepaskanmu malam ini, membiarkanmu mencari Pria romantis seperti harapanmu. Jangan kau pikir aku tidak pernah mencintaimu, karena itu membuatku terluka. Jujur selama hidupku aku tidak pernah memikirkan gadis lain selain dirimu.”

Bersamaan kalimat itu Kim Bum berlalu meninggalkanku. Entah…kenapa bibirku tak mampu mencegah langkah Kim Bum. Semua kurasa bagai mimpi. Hanya dengan satu kesalahan kubuat semua berakhir dalam sekejap. Air matakupun sudah mengalir deras.

Seharusnya aku bangga memiliki Kim Bum yang tidak pernah ‘macam-macam’. Seharusnya aku tidak mendengarkan pendapat-pendapat Jung So Min tentang Pria romantis. Seharusnya aku tidak membuat Kim Bum terluka saat itu.

Bersambung…

Tak Bisakah Dia Romantis??? (Chapter 2)



Satu jam telah berlalu sia-sia. Kim Bum tak kunjung datang malam itu sesuai janjinya untuk menemuiku di taman. Aku hanya sabar menunggu meski setiap menit malam itu kurasakan penuh dengan rasa iri ketika melihat pasangan adam dan hawa yang tengah memadu kasih. Romantis sekali. Aku jadi teringat akan kata-kata Jung So Min tadi siang yang membuat perasaanku bimbang.

“Menurutku pacaran tanpa belaian dan ciuman itu ibarat makan tanpa lauk, kurang lengkap.” Ceplos Jung So Min mengomentariku ketika kuceritakan tentang sikap Kim Bum selama kami pacaran. Mendengar komentar Jung So Min aku hanya tertunduk.

“Coba kau pikir selama kau pacaran, apa yang sudah Kim Bum berikan padamu. Hanya kasih sayang? Itu kurang nona, apa kau cukup puas dengan merasakan kasih sayang itu dan apa kau sudah pernah mendapatkan wujud dari kasih sayang itu?”

“Maksudmu?” tanyaku tak mengerti.

“Misalnya kalau dia mengajakmu kencan, apa dia memberimu setangkai mawar?? Atau setidaknya dia mencium keningmu sebagai ungkapan dia sayang dan cinta padamu.”

“Kim Bum memang tidak pernah melakukan itu…” kataku datar.

“Lalu kenapa kau masih betah bersamanya. Pria tidak romantis seperti itu kenapa masih kau pertahankan. Jangankan dibelai dipegang saja tidak. Menurutku Pria seperti itu tidak bisa menghargai arti cinta. Kau benda hidup Kim So Eun, yang kadang juga ingin disentuh. Tapi sayangnya kau bodoh jika harus rela menyerahkan hatimu padanya.” ucap Jung So Min panjang lebar yang selalu mengiang-ngiang di telingaku.

Bersambung…

Tak Bisakah Dia Romantis??? (Chapter 1)



Gerimis malam itu masih saja belum reda. Aku tetap saja menanti berhentinya kereta api di stasiun Gyeryongsan, menunggu kepulangan Kim Bum yang selalu kunantikan suara lembutnya. Jujur aku sangat rindu padanya dan rindu itu kurasa sangat mendalam setelah hampir satu tahun ini kami terpisah pada jarak. Kim Bum kuliah di Incheon sedangkan aku sendiri meneruskan kuliahku di Seoul.

Kereta api sudah berhenti dan penumpang berhuyung-huyung turun. Mataku sibuk mencari Kim Bum diantara kerumunan orang berlalu-lalang. Namun sayang tak kudapati Kim Bum di sana. Janjinya untuk datang menemuiku kurasa hanya janji belaka. Kesetiaanku menunggunya di stasiun selama dua jam berlalu begitu saja. Sangat dingin kurasa udara malam itu, tapi hatikulah yang lebih merasakan dingin. Mimpiku yang saat itu akan kurasakan pelukan hangat Kim Bum serasa melayang jauh bersama sepinya stasiun.

Aku masih saja berdiri termangu. Mataku sudah basah akan air mata, menahan gejola hatiku yang kian membara.

“Hai… sudah lama menungguku?” ucap seseorang lembut.

Aku berbalik arah. Mataku melotot terkejut melihat Kim Bum telah berdiri di depanku seraya menyunggingkan senyum manisnya. Aku hanya tersenyum haru dan semenit kemudian aku segera memeluk Kim Bum, melepaskan kerindukanku padanya selama ini.

“Kau membuatku hampir menangis, Kim Bum.” ucapku di sela isakan tangisku.

“Bukan hampir tapi memang sudah kan?” canda Kim Bum. Aku memukul pelan dada Kim Bum. Merasa haru sekaligus bahagia. Kim Bum hanya tertawa kecil dan mendekapku erat.

“Ayo, Kita pulang...” ajak Kim Bum.

Aku termangu sesaat. Kecupan lembut yang begitu kurindukan tak kudapati saat itu. Sikap Kim Bum yang selalu kaku tetap kudapati meski telah satu tahun kami terpisah pada jarak. Jujur Kim Bum bukanlah tipe pria romantis. Kim Bum adalah Pria tegas dan bijaksana yang tak pernah memberiku belaian lembut kecuali dengan canda dan leluconnya. Namun begitu aku selalu sayang dan cinta padanya. Aku sendiri yakin bahwa Kim Bum juga mencintaiku. Buktinya selama lebih tiga tahun kami pacaran tak sekalipun Kim Bum menyakitiku. Kim Bum selau membuatku tertawa diantara nada-nada humornya. Selama kami pacaran hanya sekali Kim Bum menciumku ketika aku ulang tahun dan itupun juga di kening.

“Hei… kenapa melamun, ayo kita pulang.” Kata Kim Bum mengagetkanku. Aku mengangguk pelan dan membiarkan Kim Bum menggandeng tanganku. Ada yang janggal saat itu kurasakan. Ya.. Kim Bum mau menggandengku.

Bersambung…

Penantian Cinta Yang Salah (Chapter 5-Tamat)



Kalung berliontin hati itu masih kutimang-timang. Tak kusangka setelah sekian lamanya kini aku bisa berhubungan dengannya lagi. Ini adalah hal yang kunantikan selama 5 tahun lamanya. Tinggal menghitung hari untuk bisa bertemu dengan pujaan hati yang selama ini membuatku menutup pintu hati pada lelaki lain.

Hari yang dijanjikan itu telah tiba. Malam pada saat Kim Bum meneleponku untuk pertama kali, dia memintaku untuk bertemu. Katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Mungkinkah kelanjutan hubungan yang tertunda? Ah jantungku sepertinya tak ada di tempat lagi, membayangkan kebahagiaan yang tiada terkira.

* * *

Dari jauh aku sudah mengenali laki-laki yang duduk di kafe itu. Dia adalah Kim Bum. Laki-laki yang tidak pernah hilang dari ingatanku. Albumnya terlalu sulit untuk terhapus dari dasar hatiku. Dia masih seperti dulu. Tampan dan macho. Hanya sekarang dia terlihat lebih mapan dan berwibawa. Dadaku semakin berdegup kencang saat beberapa meter kuberdiri di belakangnya. Aku tak tahu bagaimana memulai pembicaraan. Waktu lima tahun telah membuat semua tiba-tiba terasa asing dan beku. Seperti tidak pernah bertemu sebelumnya.

Pertemuan itu adalah awal hubungan seriusku dengan Kim Bum. Tanpa menunggu waktu lama kami merencanakan pernikahan yang terkesan begitu cepat. Tapi penantian selama lima tahun itu terlampau lama untuk di lewatkan dengan pernikahan yang tertunda.

Kami menyiapkan pesta pernikahan yang sangat mewah. Undangan tersebar kesegenap penjuru. Dari saudara, kerabat, teman, dan tetangga semua kami undang. Diam-diam aku juga mengundang Jung So Min. Aku Sangay merindukannya. Aku juga tidak sabar ingin melihat anak yang dilahirkannya lima tahun yang lalu. Anak dari seorang laki-laki bajingan dan tidak bertanggung jawab.

* * *

Hari pernikahan itu telah tiba. Semua tamu undangan sudah hadir dan tengah menikmati pesta yang sangat meriah. Kebahagiaanku saat itu tak bisa di ukur oleh apapun. Aku dapat meraih cintaku dengan sempurna. Kini aku telah menjadi milik Kim Bum seutuhnya.

Diantara semua tamu undangan, aku tidak melihat sosok Jung So Min. Apa mungkin aku sudah tidak mengenalinya lagi? Pikirku. Aku terus menunggunya sampai pesta selesai tapi sosok itu tidak datang juga. Aku mulai putus asa. Mengapa Jung So Min tidak menghadiri pestaku? Padahal dulu aku tak pernah ketinggalan menghadiri pesta ulang tahunnya.

“Nona… tadi di depan ada seorang wanita, dia hanya menitipkan surat ini untuk nona…” kata seorang petugas keamanan sembari memberikan sebuah amplop berwarna putih.

Dadaku berdebar-debar saat kubuka amplop itu. Aku tak sabar ingin tahu isi surat dari wanita misterius itu. Mungkinkah dia Jung So Min…? Rasanya tidak mungkin. Tapi kemungkinan itu ada benarnya juga. Surat itu memang dari Jung So Min.

Dear Kim So Eun sahabatku,

Aku minta maaf karena aku tidak bisa hadir di hari pernikahanmu. Ada hal yang membuatku tidak bisa berada bersamamu di hari yang membahagiakan ini. Aku hanya bisa berdoa semoga kau hidup bahagia bersamanya. Ada satu hal yang harus kau tahu, dulu kau selalu bertanya siapa laki-laki yang tega merenggut masa depanku, jawabannya berada di depan matamu Kim So Eun.

Semoga kau bahagia bersama laki-laki pilihanmu.

Salam sayang dari sahabatmu.
Jung So Min

Di hari yang paling membahagiakan ini airmata mengalir deras di pipiku. Tak kusangka semua ini berakhir dengan kepedihan. Laki-laki brengsek itu kini telah menjadi bagian hidupku, suamiku. Aku tak tahu hari seperti apa yang akan ku lewati bersama laki-laki yang telah menghancurkan masa depan sahabatku. Kalung berliontin hati itu menjadi saksi bisu kepedihan hati di hari istimewa ini. Hati yang terluka bagai teriris sembilu oleh dusta dan kepalsuan.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

Penantian Cinta Yang Salah (FF)



Title : Penantian Cinta Yang Salah
Genre : Romance, Friendship
Author : Sweety Qliquers
Episode : 5 Chapter
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 14 April 2010, 04.34 PM
Cast :
Kim So Eun
Kim Bum
Jung So Min
Go Ah Ra
Baek Suzy


Penantian Cinta Yang Salah

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5 - Tamat

Penantian Cinta Yang Salah (Chapter 4)


Hari perpisahan telah tiba, aku mendapat penghargaan dari Sekolah karena prestasi dan hasil ujianku yang tertinggi. Aku sangat bahagia dan bangga dengan jerih payahku selama ini. Setelah ini aku ingin melanjutkan kuliah jurusan Ekonomi. Sementara Jung So Min mengakhiri masa sekolahnya dengan menjadi ibu rumah tangga akibat salah pergaulan. Untung saja bukan Kim Bum orang yang tega merenggut masa depan gadis cantik dan lincah itu. Laki-laki brengsek itu pergi pada saat Jung So Min membutuhkannya. Terpaksa dia harus menanggung aib itu sendirian.

Berkali-kali aku mendesak Jung So Min untuk cerita siapa laki-laki brengsek yang tega menanamkan benih di rahimnya, Jung So Min malah menjawab dengan tangisan. Akupun tak bisa memaksa lagi. Diapun harus kehilangan masa depannya, kehilangan ijazah SMA-nya karena tidak bisa mengikuti ujian dengan perut besar. Tepat pada saat perpisahan Jung So Min dibawa ke rumah sakit. Dia akan melahirkan.

Berita itu kudengar dari Ibu. Aku langsung meninggalkan pesta perpisahan itu seperti dulu aku meninggalkan pesta Ulang tahun Jung So Min. Seperti kejadian itu pula sesosok bayangan tampak mengikutiku dari belakang secara diam-diam. Perasaan tidak enak itu datang tapi aku tidak peduli, ini bukan malam hari, ini siang yang terik. Tidak mungkin ada hantu!

Seekor kucing melesat dari semak-semak membuatku tersentak kaget. Tapi aku tidak sampai menjerit. Keadaan panik membuatku sangat terkejut. Aku mundur beberapa langkah dan langkahku terhenti ketika aku menabrak seseorang yang berdiri tepat di belakangku.

Aku langsung berbalik dan terkejut melihat Kim Bum. Dia tersenyum manis padaku. Senyum yang tidak pernah kulihat lagi sejak malam pesta ulang tahun itu. Dadaku terasa sangat berdegup kencang.

“Kenapa buru-buru…?!” tanyanya heran.

“Jung So Min di bawa ke rumah sakit, dia akan melahirkan…” jawabku terbata-bata karena panik. Aku merasa tiba-tiba parasnya merah. Aku tahu perasaan Kim Bum, meskipun tidak ada hubungan apa-apa lagi tapi setidaknya mereka pernah berpacaran dan menjadi bagian satu sama lain.

“Aku pergi dulu…” ujarku pamit. Tiba-tiba tangannya memegang erat tanganku seakan tidak mengijinkan aku pergi.

“Ini hari perpisahan Kim So Eun, seharusnya kau merayakannya lebih lama sebelum berpisah dengan teman-teman…”

“Tapi Jung So Min…!!”

“Aku mengerti tapi beri aku sedikit waktu, sebentar saja…” pintanya penuh permohonan. Membuatku tak mengerti.

Ada apa gerangan? Kedatangannya seperti hantu saja. Malam saat pesta ulang tahun Jung So Min dia begitu dekat dan hangat, tapi keesokan paginya dia bersikap biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dan kini makhluk itu datang lagi membawa kehangatan yang sama dan semua itu membuatku tidak mengerti.

“Ada apa…?” tanyaku sembari menyembunyikan wajahku yang tiba-tiba saja terasa panas.

“Setelah ini aku akan kembali ke Seoul dan aku tidak tahu kapan kita bisa bertemu lagi,…!!” ujarnya dengan air muka tenang setenang sungai yang mengalir di dataran rendah. Lantas apa urusanku? Aku kan bukan kekasihny?! Pikirku.

“Sebelum aku pergi aku ingin memberikan ini…” tangan itu menyerahkan sebuah kalung berliontin hati. Aku benar-benar tidak mengerti dan terasa mimpi.

“Aaa…aa…apa ini..?!!” tanyaku gagap.

“Kenang-kenangan dariku, aku harap kalung ini tidak hilang sampai kita bisa bertemu kembali suatu saat nanti…setelah aku berhasil menggapai cita-citaku menjadi seorang pengacara.” katanya sungguh-sungguh.

“Jangan bercanda Kim So Eun…”

“Aku tahu ini konyol. Sebenarnya selama ini aku menyukaimu, sejak pertama kali kita bertemu, tapi aku tidak berani mengungkapkannya. Aku malu karena aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku mencoba melupakanmu dengan berganti-ganti pacar. Tapi tak satupun dari mereka bisa menggantikan posisimu di hatiku, Kim So Eun…”

“Aku tidak percaya…” jawabku pedas menyembunyikan hati yang berbunga-bunga.

“Tidak apa-apa, aku mengerti kalau kau tidak percaya padaku, tapi beri aku kesempatan untuk membuktikan ketulusan perasaanku. Aku akan kembali untukmu Kim So Eun, suatu saat nanti…” dia langsung mengecup keningku tanpa malu-malu membuatku terkejut. Tapi setelah itu dia langsung pergi. Bayangannya menghilang di balik gerbang sekolah yang kokoh yang selama ini menjadi tempatku menimba ilmu dan menemukan cintaku. Dan mungkin ini adalah pertemuanku yang terakhir dengannya. Bagai mimpi dia datang dan pergi.

Bersambung…

Penantian Cinta Yang Salah (Chapter 3)



Ujian akhir tinggal menghitung hari, tanpa terasa 3 tahun telah kulewatkan di sekolah ini. Padahal dulu aku begitu ingin pindah sekolah tapi aku bisa juga bertahan sampai hari perpisahan di depan mata. Ada sesuatu yang mempertahankanku disini. Yaitu cinta. Belakangan kusadari Cinta tidak harus memiliki, cukup dirasakan itu sudah cukup membuatku bahagia. Melihatnya dari jauh saja sudah membuatku bersemangat, mendengar sapaannya saja sudah membuatku berbunga-bunga.

Jung So Min yang hanya bisa bertahan 3 bulan berpacaran dengannya sangat terpukul saat melihat Kim Bum bersama gadis lain.

“Mungkin ini karma...” ratapnya sedih.

Aku hanya mengusap bahunya mencoba menenangkan dirinya yang kini terlihat begitu rapuh. Belum pernah kulihat Jung So Min serapuh ini. Apakah dia benar-benar jatuh cinta pada Kim Bum? Jatuh cinta yang sesungguhnya?

Hubungan Kim Bum dengan kekasih barunya itupun tidak bisa bertahan sampai 1 bulan karena bulan berikutnya dia sudah terpikat dengan primadona dari Sekolah lain. Dan begitulah seterusnya tak pernah ada habisnya. Hilang satu tumbuh seribu, begitulah Kim Bum.

Dibalik sikapnya yang ramah, pendiam dan santun itu dia memiliki kejelekan, tidak pernah puas dengan satu wanita. Meski demikian rasa kagumku tidak pernah berkurang entah kenapa. Aku boleh mencintainya tapi tidak untuk memilikinya karena aku sadar dia bukan yang terbaik.

Bersambung…

Penantian Cinta Yang Salah (Chapter 2)


Aku masih sibuk membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja belajar ketika Jung So Min datang dan mengagetkanku. Kedatangannya yang seperti hantu membuatku sangat terkejut.

“Ya ampun Kim So Eun kau masih saja belajar?! Ini kan hari libur, waktunya jalan-jalan…” tanyanya heran.

Aku hanya tersenyum simpul. Suasana baru di kelas baru juga teman-teman sekelas baru membuatku semakin bersemangat dalam belajar tak peduli itu kapan. Karena semangatnya membuatku lupa makan. Sebenarnya bukan perasaan itu yang membuat semangatku menggebu-gebu. Tapi karena kehadiran anak baru yang pintar itu yang membuatku takut tersisih dari peringkat satu yang selama ini selalu menghiasi raportku.

Dia adalah Kim Bum. Murid pindahan dari Seoul. Seminggu menjadi murid baru di Sekolahku dia sudah terkenal karena kepintaran dan ketampanannya. Tak heran banyak yang mengaguminya terutama dari murid-murid perempuan. Mungkin satu-satunya perempuan yang tidak mengharapkan kehadirannya adalah aku.

Hari ini Jung So Min datang untuk mengundangku hadir di pesta Ulang tahunya besok malam. Dia juga tidak lupa mengundang anak baru itu.

“Jangan sampai lupa ya, pokoknya besok kau harus datang…!!” tegasnya padaku. Dia langsung pergi begitu saja tanpa memberiku kesempatan untuk menjawab.

* * *

Aku datang terlambat ke Pesta itu. Jung So Min sempat kesal padaku tapi aku tidak peduli terlebih disana ada Kim Bum. Sejak awal aku melihatnya aku sudah tidak senang. Dan ketidak senanganku bertambah saat dia mendapat nilai 1 angka lebih tinggi dariku. Terlebih dia menjadi sangat popular di sekolah. Aku merasa tidak bisa bernafas lagi.

Seperti biasa dia selalu tampil paling gagah dan paling tampan. Dan seperti biasa dia selalu di kelilingi gadis-gadis cantik. Jung So Min pun tidak mau kalah untuk berada di dekatnya. Hingga aku harus terpaksa melihat Kim Bum dari dekat saat aku memberikan kado Ulang tahun pada Jung So Min.

“Terima kasih, Kim So Eun… Aku pikir kau tidak datang…” Aku hanya tersenyum simpul tanpa melihat ke arah Kim Bum yang berada di sampingnya. Malam ini Jung So Min begitu cantik dengan gaun yang sangat indah seperti gaun pengantin. Kehadiran Kim Bum di sampingnya membuatnya semakin tampak bersinar. Mereka terlihat sangat serasi.

* * *

Aku berjalan seorang diri sepulang dari Pesta yang membosankan itu. Betapa tidak? Hampir semua orang yang datang bersama pasangannya masing-masing. Hanya aku yang terlihat sendirian. Mau bergabung dengan Go Ah RA rasanya tidak enak dia datang bersama kekasihnya, aku takut mengeganggu. Mau bergabung dengan Baek Suzy, dia sedang sibuk dengan kenalan barunya. Dengan Jung So Min, ada Kim Bum yang menyebalkan itu.

Langkahku terhenti sejenak ketika ingatanku kembali pada Kim Bum. Mengapa aku begitu tidak menyukainya? Padahal dia cukup baik dan ramah padaku. Apakah karena dia pernah mengalahkan nilaiku? Tapi itu kan hanya sekali saja Karena di lain waktu aku tetap menjadi juara di semua pelajaran. Lantas apa yang membuatku muak padanya?!

Aku tak menyadari sebuah bayangan terus mengikutiku sejak aku keluar dari rumah Jung So Min. Langkahnya begitu hati-hati takut ketahuan. Perasaan tidak enak menjalar di sekujur tubuhku. Hari sudah larut.

Tidak!! Buluk kudukku tiba-tiba meremang. Aku memang penakut, sangat penakut! Hiruk pikuk pesta membuatku lupa akan rasa takut ini. Rasa ini tiba-tiba hadir tepat pada saat aku berada di persimpangan jalan menuju rumahku. Dimana aku harus melewati rimbunan pohon yang memisahkan rumahku dengan jalan raya.

Aku begitu panik tak tahu harus bagaimana. Pulang kembali ke tempat Jung So Min rasanya tidak mungkin. Karena saat ini adalah acara dansa dengan pasangan masing-masing. Mungkin itu salah satu alasan kenapa aku memilih pulang lebih cepat. Sementara bayangan itu terasa lebih dekat, terasa berada tepat di belakangku. Dadaku berdegup kencang begitu hebatnya. Nafasku turun naik tidak teratur. SRAK!! Suara dahan kering terinjak menghentikan langkahku. Ku pasang tajam telingaku untuk menangkap suara sehalus mungkin. Dan ku tajamkan tatapan ku menembus kegelapan malam.

Tiba-tiba sesuatu melesat begitu cepat dari balik semak-semak dan itu membuatku terkejut. Aku menjerit tidak karuan karena kaget. Tanpa melihat dengan jelas aku langsung berbalik arah dan mengambil seribu langkah sampai langkahku terhenti dengan paksa saat aku menubruk seseorang yang sudah berdiri tepat di belakangku. Aku semakin menjerit sekeras mungkin karena takut. Penjahat atau hantukah? Yang jelas bayangan hitam yang terselubung kegelapan itu membekap mulutku dengan erat. Aku tak bisa mengenalinya meski nafas kami terasa dekat.

“Sssst…ini aku… Kim Bum.!!” Bisiknya memintaku untuk diam. Aku langsung lemas dan langsung terjatuh lunglai. Aku sedikit lega setelah mengenali suara itu. Meski tak bisa melihat wajahnya dengan jelas tapi aku yakin dia benar-benar Kim Bum. Tapi untuk apa dia berada disini? Bukankah dia sedang berdansa bersama Jung So Min?!!

“Kau jangan takut, yang tadi Cuma tikus…” hiburnya sembari membantuku berdiri. Tanpa sadar aku langsung memeluknya begitu erat seakan ingin menyalurkan rasa takutku. Aku tak bisa melihat jelas bagaimana ekspresi wajah Kim Bum saat itu. Aku tidak peduli yang jelas aku ingin ada seseorang yang melindungiku. Aku menangis karena terlalu takut.

Ketika nafasku sudah teratur kembali aku tersentak kaget saat aku sadari aku menangis di dada laki-laki yang selama ini kubenci karena berusaha merebut tempatku sebagai juara sekolah.

“Sedang apa kau disini!!” bentakku sembari melepaskan pelukan yang membuat wajahku panas. Tak bisa kubayangkan semerah apa pipiku saat itu. Aku benar-benar malu pada diriku sendiri dan malam ini adalah malam yang paling buruk.

“Tadi aku melihatmu pulang sendirian. Aku hanya khawatir, jadi aku mengikutimu. Tidak apa-apa kan…?!” jawabnya ramah seperti biasa.

Khawatir??!! Dahiku sampai berkerut mendengarnya. Memangnya dia siapaku? Aku merasa wajahku terasa semakin panas dan jantung yang sudah kembali normal ini berdegup lebih kencang dari yang tadi.

“Boleh aku antar…?!” tawarnya.

“Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri!! “ jawabku pedas sembari beranjak dari tempatku berdiri.

“Baiklah, sampai bertemu besok…” ujarnya tanpa memaksaku dan itu membuat langkahku terhenti.

Kulihat bayangan Kim Bum menjauh dari tempatku berdiri. Tiba-tiba bulu kudukku merinding lagi, Kim Bum meninggalkanku sendirian di tempat sepi dan gelap seperti ini. Bagaimana kalau ada sesuatu yang melesat seperti tadi dan itu bukan tikus.

Tidak!! Kepergian Kim Bum membuatku benar-benar merasa sendirian. Aku takut!! Langkahku bergerak sendiri mengejar Kim Bum.

Kim Bum mengantarkanku pulang sampai ke depan pintu di sambut oleh Ibu.

“Tidak mampir dulu…?!”

“Terima kasih bibi, kapan-kapan saja. Ini sudah terlalu malam…” jawabnya.

“Ya sudah kalau begitu hati-hati di jalan ya,…” seru Ibu sementara aku langsung menghambur ke kamar tidur dan membenamkan wajahku di atas bantal.

Malam ini aku telah mempermalukan diriku 2x. Pertama tanpa sadar aku memeluk Kim Bum karena terlalu takut. Padahal dia adalah pemuda yang tidak kusukai, yang kedua aku meminta diantar pulang padahal 2 menit sebelumnya aku menolak tawarannya mentah-mentah. Aduk… aku jadi malas berangkat sekolah besok. Ratapku dalam hati. Aku hanya berharap Kim Bum tidak menceritakan kejadian malam ini pada siapapun.

* * *

Kejadian malam itu telah menumbuhkan benih-benih cinta di hatiku. Diam-diam aku menaruh hati padanya. Lagipula gadis mana yang tidak tertarik pada pemuda seperti Kim Bum? Sudah baik, ramah, tampan, pintar pula. Tapi kenapa aku baru menyadari hal itu sekarang? Tepat pada saat Kim Bum menjadi milik orang lain. Yaitu Jung So Min.

Mereka resma berpacaran di malam pesta ulang tahun Jung So Min. Tapi malam itu juga Kim Bum menumbuhkan perasaan cinta di hatiku. Dan kini saat aku benar-benar mengaguminya aku benar-benar tak bisa menggapainya.

Jung So Min adalah temanku sejak kecil. Hubungan kami sudah seperti saudara dan diantara kami sudah tidak ada rahasia lagi. Dia selalu menceritakan daftar nama-nama pria yang silih berganti berlabuh di hatinya. Dan kini Jung So Min menambah daftar baru dengan nama Kim Bum. Sialnya Kim Bum adalah Pria pertama yang mencuri hatiku.

Sejak awal Jung So Min tahu aku tidak menyukai Kim Bum jadi dia memaklumi saja jika ekspresi wajahku berubah kecut ketika setiap kali dia menceritakan pengalaman baru dan serunya berpacaran dengan pemuda tertampan di sekolah itu. Tapi sebenarnya bukan karena aku benci pada Kim Bum, tapi perasaan cinta membuatku merasa marah dan tidak senang terhadap kemesraan Kim Bum dengan gadid lain meski itu dengan kekasihnya sendiri. Mungkin ini yang namanya cemburu. Tapi aku tidak pantas untuk cemburu dan aku belum siap untuk merasakan cinta yang terasa sangat asing dalam hidupku.

* * *

“Kim So Eun, Kim Bum itu sekarang sudah menjadi kekasihku, kau harus menerima dia sebagai temanmu juga, lagi pula Kim Bum itu baik…” ujar Jung So Min suatu hari.

Baik apanya?!! Laki-laki itu brengsek semua, termasuk dia, sudah berhasil memelukku berpaling pada yang lain. Umpatku dalam hati. Tapi sebenarnya aku yang memeluknya. Aku sangat gusar, bagaimana kalau dia ceritakan hal ini pada pada teman laki-lakinya yang lain? Nanti apa kata mereka? Imag ku bisa rusak seperti sampah.

Selama ini aku dikenal sebagai gadis pintar, pendiam dan anti laki-laki. Apa jadinya kalau ternyata si anti laki-laki itu memeluk pria yang terang-terangan di bencinya. Memalukan sekali. Rasanya aku ingin pindah sekolah dan tidak usah melihat Kim Bum lagi, juga tidak perlu mendengar cerita-cerita tentang hubungannya dengan Jung So Min yang begitu mesra.

Satu yang membuatku penasaran, mengapa di malam pesta ulang tahun Jung So Min itu, Kim Bum bersikeras ingin mengantarku pulang, mengkhawatirkanku, meninggalkan pesta itu untukku padahal dia sedang berdansa dengan gadis yang baru saja menjadi kekasihnya.

Bersambung…

Penantian Cinta Yang Salah (Chapter 1)



Ponsel di atas meja berdering. Dengan malas aku beranjak dari tempat tidurku. Entah siapa yang iseng menelepon malam-malam begini. Saat kulihat layarnya disana tertera nomor yang tidak ku kenal. Aku enggan mengangkatnya tapi telephone itu terus berdering seakan berteriak minta di angkat. Suaranya yang berisik membuatku khawatir membangunkan orang rumah. Akhirnya ku angkat juga.

“Halo, siapa ini?!” tanyaku tanpa basa-basi

“Halo…!!” jawab suara dari seberang. Aku berpikir mencoba mengenali suara yang terasa tidak asing lagi itu. Rasanya aku mengenal suara ini tapi dimana? Aku lupa.

“Siapa ini?!” tanyaku penasaran ketika merasa tidak mendapat jawaban.

“Apa kau sudah lupa padaku…” hanya jawaban yang tidak berguna itu yang terdengar dari seberang membuatku gemas.

“Jangan berbelit-belit, cepat katakan kau ini siapa dan ada keperluan apa telephone malam-malam…!!” bentakku mulai kesal. Masalahnya aku mengantuk sekali. Aku perlu istirahat karena besok aku harus bangun pagi dan siap untuk berangkat kerja dengan segudang kesibukan yang menyita waktu dan pikiran. Jadi aku rasa tidak ada waktu untuk main–main.

“Aku Kim Bum, masih ingat…?!” dadaku tersentak kaget ketika mendengar nama itu, tiba-tiba kantuk ku mendadak hilang karena terlalu terkejut dan tidak percaya pada apa yang aku dengar.

“Kim, Kim Bum…?!” tanyaku tiba-tiba gugup. Aku tak tahu kenapa bisa gugup seperti ini dan tiba-tiba saja suaraku melunak. Benarkah ini Kim Bum?! Pikirku antara percaya dan tidak percaya sampai mulutku terbuka karena kaget dan tak percaya. Kalau saja tidak cepat ku tutup mungkin ada nyamuk yang masuk dan bersarang disana.

“Maaf kalau aku mengganggu, aku hanya ingin memastikan ini nomormu atau bukan…?” ujar suara itu. Sementara aku masih terpaku.

“Halo, Kim So Eun kau masih disitu…?!!”

“I…Iya, aku masih disini… ha… hai bagaimana kabarmu?” tiba-tiba saja aku kehilangan arah pembicaraan. Ada sesuatu yang sangat hebat yang masih membekas di dalam sini, dan itu membuat dadaku berdegup sangat kencang seperti orang di kejar setan.

“Kabarku baik, Kim So Eun… dan aku senang bisa mendengar suaramu lagi,” ujarnya. Aku juga… gumamku dalam hati.

Sungguh sulit di percaya hal ini akan terjadi. 5 tahun bukanlah waktu yang sebentar. 5 tahun kami terpisah oleh jarak, ruang dan waktu. Dan kini secara tiba-tiba dia hadir kembali meski hanya suaranya saja tapi sudah cukup mewakili kehadirannya di sini di dekatku. Ku pejamkan mata saat aku merasa getaran itu datang lagi, getaran yang sama yang pernah kurasakan 5 tahun yang lalu.

Bersambung…

Jumat, 23 September 2011

Sebuah Rahasia (Chapter FF)



Title : Sebuah Rahasia
Genre : Friendship, Romance
Author : Sweety Qliquers
Episode : 7 Chapter
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 05 Maret 2011, 04.21 PM
Cast :
Kim So Eun
Kim Bum
Jung Yong Hwa
Park Shin Hye


Sebuah Rahasia

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7 - Tamat

Sebuah Rahasia (Chapter 7-Tamat)



Aku masih bingung, shock. Kini yang duduk di hadapanku bukanlah Kim Bum, melainkan Park Shin Hye.

“Maksudmu... Apa?”

Kim Bum, atau mungkin Park Shin Hye, mengenakan kacamatanya kembali dan merapikan rambutnya.

“Aku Kim Bum, bukan Park Shin Hye. Tapi... sebenarnya... aku Kim Bum tapi juga Park Shin Hye.”

Kepalaku mulai terasa pusing. “Maksudnya... Kau... perempuan jadi-jadian atau laki-laki jadi-jadian, begitu?”

Kim Bum, atau mungkin Park Shin Hye, ya... Siapa pun yang sedang duduk di depanku itu tertawa, “Bukan. Aku Kim Bum. Dan aku laki-laki tulen.”

“Lalu?”

Kim Bum menghela napas sebelum meneruskan, “Adikku Park Shin Hye sebenarnya sedang dalam ancaman penjahat yang ingin memeras keluarga kami. Untuk melindunginya, kami bertukar tempat. Kami ini kan kembar. Lagi pula, begini-begini aku jago karate, jadi bisa menjaga diriku sendiri di Seoul ini.”

“Maksudmu... Jadi, selama ini aku curhat, jalan-jalan, ke mana-mana itu sebenernya denganmu? Bukan dengan Park Shin Hye?”

Kim Bum menggeleng, “Bahkan kau tidak mengenal Park Shin Hye sama sekali. Nantilah kau akan aku kenalkan dengannya. Sekarang ini dia sedang sekolah di Jepang.”

“Ya ampun... Jadi, selama ini... kau memang sengaja merahasiakan ini semua pada-ku dan Jung Yong Hwa?” Kim Bum mengangguk lagi.

“Ya ampun! Kalau begitu Jung Yong Hwa pasti akan patah hati? Dia kan menyukai Park Shin Hye buatanmu itu!”

Kim Bum tertawa geli, “Jung Yong Hwa sudah tahu duduk perkara yang sebenarnya waktu dia menyatakan cintanya padaku dua minggu yang lalu! Dan sekarang dia malah saling mengirim e-mail dengan Park Shin Hye yang sebenarnya. Kata Jung Yong Hwa, lebih cantik Park Shin Hye yang sebenarnya daripada Park Shin Hye jadi-jadiannya! Ha ha ha...”

Aku terduduk lemas. Lega, sekaligus geli.

Rupanya itulah rahasia besar Park Shin Hye yang membuatku penasaran selama ini.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

Sebuah Rahasia (Chapter 6)



“Kim So Eun... Kau mau tidak menjadi kekasihku?”

Saat itu, kira-kira sebulan setelah kunjunganku ke rumah Park Shin Hye bersama Jung Yong Hwa, aku sedang duduk berdua di sebuah cafe di Queen Plaza, bersama Kim Bum, kakak Park Shin Hye.

Aku mengangguk malu-malu. Aku dan Kim Bum memang menjadi sangat dekat berkat hasil perjodohan Park Shin Hye, dan kini aku sudah resmi menjadi kekasih Kim Bum.

“Kalau begitu, aku mau mengakui sesuatu padamu,” kata Kim Bum sok misterius.

“Apa?” tanyaku penasaran.

Kim Bum melepas kacamatanya dan mengubah potongan rambutnya, memberikan sedikit poni yang menutupi keningnya. Tiba-tiba ia berbicara dengan suara perempuan, “Aku Park Shin Hye.”

Bersambung…

Sebuah Rahasia (Chapter 5)



Di hadapan kami berdiri seorang anak laki-laki yang tadi menyapa kami. Wajahnya sangat mirip dengan wajah Park Shin Hye, tetapi ia memakai kacamata. Kini ia berdiri mematung melihat kami, kebingungan.

“Kalian?”

“Kami teman Park Shin Hye,” kataku.

“Kau kakak Park Shin Hye yang ada di foto itu kan? Aku Jung Yong Hwa dan ini Kim So Eun. Kami teman sekelas Park Shin Hye,” kata Jung Yong Hwa sambil memperkenalkan diri.

“Kami mendapat kabar Park Shin Hye sedang sakit, makanya kami mau menjenguknya.”

“Oh, iya, iya... Park Shin Hye, hmm, ada di atas. Nanti saya suruh dia turun,” jawab anak laki-laki tadi sambil cepat-cepat berlari ke lantai atas sebelum kami sempat mencegahnya.

Lima menit kemudian, Park Shin Hye mendatangi kami dengan tampang lesu.

“Kalian Mau datang, kenapa tidak bilang-bilang dulu?” tanya Park Shin Hye sambil duduk di sebelahku. “Kalian dapat alamat rumahku dari mana?”

“Dari Mr. Park Shi Hoo. Kami semua cemas karena kau sudah seminggu sakit tapi tidak tahu bagaimana kabarnya,” jawab Jung Yong Hwa.

“Eh, Park Shin Hye, ngomong-ngomong yang tadi itu kakakmu ya?” tanyaku penasaran.

Park Shin Hye mengangguk, “Iya... Namanya Kim Bum.”

Bersambung...

Sebuah Rahasia (Chapter 4)



“Kau tidak salah alamat, kan, Kim So Eun? Betul kan ini nomor 33? Ya ampun.... Ini bukan rumah namanya, tapi istana,” komentar Jung Yong Hwa sambil membuka helmnya.

Aku turun dari boncengan Jung Yong Hwa. “Iya, ini nomor 33.... Tapi, apa benar ini rumah Park Shin Hye?”

Jung Yong Hwa mengangkat bahu. “Coba ketuk saja dulu.”

Aku mendatangi gerbang depan rumah bergaya Victorian itu. Memang benar kata Jung Yong Hwa, rumah ini besar sekali!

Aku mencoba mengetuk-ngetuk gembok besar di gerbang ketika tiba-tiba seorang petugas keamanan datang tergesa-gesa sambil memarahiku.

“Hei, anak muda! Jangan diketuk-ketuk seperti itu! Itu kan ada bel!” katanya terengah-engah.

Aku melihat ke arah yang ditunjuknya. Bodoh! Masa, tidak terpikir olehku bahwa rumah sebesar ini tak mungkin tidak punya bel!

“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau belnya ada di situ.”

“Memangnya kalian berduan ini mau mencari siapa?” tanya petugas keamanan tadi sambil melihat ke arahku dan Jung Yong Hwa dengan pandangan curiga.

“Park Shin Hye.”

“Apaaa? Siapa? Maksud kalian Tn. Muda Kim Bum kan? Oh, saya tahu... kalian ini teman sekolahnya, kan? Ya sudah, sebentar saya panggilkan dulu. Kalian masuk saja,” kata Petugas Keamanan tadi sambil membukakan pintu gerbang untuk kami.

Ternyata, bagian dalam rumah Park Shin Hye lebih mewah daripada yang tampak di luarnya. Seorang pelayan dangan pakaian seragam khusus berwarna biru muda mengantarkan kami masuk dan mempersilakan duduk di sebuah ruang tamu dengan kursi-kursi besar yang dikelilingi hiasan-hiasan kristal di atas meja-meja marmer.

“Mau minum apa?” tanya pelayan itu. “Jus buah, cappuccino, atau soft drink?”

“Hah! Harganya berapa? Seperti di restoran saja,” kata Jung Yong Hwa panik, takut disuruh membayar.

Aku menepuk tangan Jung Yong Hwa.

“Air putih saja. Terima kasih....” kataku pada si pelayan yang mengangguk dan langsung pergi menuju dapur.

“Jung Yong Hwa.... Aku benar-benar tidak menyangka, rumah Park Shin Hye besar sekali!” bisikku pada Jung Yong Hwa, takut ada yang mendengar pembicaraan kami.

“Iya,” jawab Jung Yong Hwa singkat sambil sibuk memperhatikan sebuah gambar besar yang dipajang di dinding seberang kami. Sebuah foto keluarga. Ada seorang ayah, ibu, dan seorang anak laki-laki, juga seorang anak perempuan.

“Itu Park Shin Hye, bukan?” tanya Jung Yong Hwa sambil menunjuk ke arah foto anak perempuan tadi.

Aku memicingkan mataku, mencoba untuk melihat lebih jelas.

“Tidak tahu... di situ rambutnya panjang... Tapi sepertinya iya.”

“Hei, kalian sudah lama menunggu ya?” sebuah suara dari belakang kami membuat kami menengok. “Kalian ini...”

Bersambung…

Sebuah Rahasia (Chapter 3)



“Kim So Eun, kau teman dekat Park Shin Hye, kan?” tanya Mr. Park Shi Hoo, guru Matematika sekaligus wali kelasku.

Aku mengangguk pelan, “Iya. Memangnya ada apa, Mr. Park Shi Hoo?”

“Katanya Park Shin Hye sakit, ya? Sudah seminggu ini dia tidak masuk, apa kau tidak menjenguknya?”

Aku terdiam. Sempat kulirik Jung Yong Hwa, yang hanya mengangkat bahunya.

“Hmm... saya memang mau menjenguknya bersama Jung Yong Hwa. Tapi, kami tidak tahu alamat rumah Park Shin Hye. Yang saya tahu, dia tinggal di City Hall Avenue. Tapi... saya belum pernah ke rumahnya.”

Mr. Park Shi Hoo mengerutkan kening, “Ya sudah, nanti kau ke ruangan saya, ya, sepulang sekolah. Nanti saya berikan alamat rumah Park Shin Hye agar kau dan Jung Yong Hwa bisa menjenguknya. Sekalian titip salam untuk Park Shin Hye dari saya dan anak-anak satu kelas.”

“Baik, Mr. Park Shi Hoo.”

Bersambung…

Sebuah Rahasia (Chapter 2)



Rasanya mudah saja menjalin persahabatan dengan Park Shin Hye. Selain cantik, ternyata ia anak yang baik hati. Sifatnya yang gampang tertawa pun membuatnya betah berada di dekat-ku dan Jung Yong Hwa, dan begitu pula sebaliknya.

Tapi, lama-lama, aku merasa ada yang aneh dengan diri Park Shin Hye. Selama ini ia selalu siap membantu kami dan mendengarkan curhat-curhatku dan Jung Yong Hwa. Kadang-kadang kami bertiga juga suka berkumpul di rumah Jung Yong Hwa atau rumahku. Tapi, kenapa Park Shin Hye tidak pernah bercerita tentang kehidupan pribadinya, ya? Jangankan untuk pergi mengunjungi rumahnya, dengan siapa dia tinggal saja aku dan Jung Yong Hwa tidak pernah tahu.

Apakah Park Shin Hye masih punya ayah dan ibu? Apakah dia punya adik atau kakak? Siapa nama saudara-saudara Park Shin Hye? Ataukah dia itu anak tunggal?

Aku sendiri sudah sering memancing pembicaraan ke arah keluarga. Apalagi Jung Yong Hwa terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya pada Park Shin Hye dan sedang berusaha mengumpulkan informasi tentang dia, tapi Park Shin Hye selalu mengalihkan pembicaraan.

Walaupun penasaran, Jung Yong Hwa selalu memperingatkanku untuk tidak terlalu ikut campur dengan urusan pribadi Park Shin Hye. Tapi, apakah kami ini sahabat yang baik kalau kami bahkan tidak tahu apa pun mengenai diri Park Shin Hye?

Sebenarnya, rahasia apa yang Park Shin Hye sembunyikan dariku dan Jung Yong Hwa?

Bersambung…

Sebuah Rahasia (Chapter 1)



“Selamat pagi semuanya!” Aku melangkah ringan memasuki ruang kelasku pada suatu pagi yang cerah.

“Ceria sekali kau Kim So Eun?” sapa sahabatku, Jung Yong Hwa.

Aku tersenyum lebar, ”Tentu saja.... Pagi-pagi harus bersemangat! Jangan loyo sepertimu.”

Jung Yong Hwa mencibir.

”Eh, Kim So Eun... Sudah tahu hot news hari ini belum?” tanya Jung Yong Hwa tiba-tiba dengan mimik serius, membuatku jadi penasaran.

”Hah? Hot news apa? Kau berpacaran dengan siapa? Atau, kau baru dapat lotere, ya? Wah... makan-makan gratis kalau begitu?”

“Hush! Sembarangan saja!” sergah Jung Yong Hwa. “Itu... lihat di sebelah sana! Ada anak baru,” katanya sambil menunjuk ke arah seorang perempuan berambut pendek dengan poni menutupi dahinya.

“Ya sudah, kita kenalan saja dengannya!” kataku sambil menarik tangan Jung Yong Hwa dan melangkah mendekati anak baru tadi.

“Halo... kau anak baru, kan?” sapaku sambil menepuk pundak si anak baru.

Anak baru itu menengok. Hmm... cantik juga. Pantas saja Jung Yong Hwa, yang biangnya cuek, langsung heboh.

Anak baru itu terdiam. Mendadak wajahnya bersemu kemerahan, membuatku geli. “Ha ha... kau tidak usah takut denganku. Aku tidak menggigit!” selorohku. “Kau tidak perlu malu”

Gadis itu mengangguk pelan.

“Oh iya, sampai lupa.... Namaku Kim So Eun,” kataku lagi sambil mengulurkan tangan kananku, mengajaknya berkenalan.

Ia meraih tanganku dan berbisik lirih, “Park Shin Hye....”

“Nama yang Cantik, secantik orangnya.” kataku lagi.

Tiba-tiba ia terlihat gugup. Duh! Pemalu sekali anak ini.

“Sudahlah, Kim So Eun... anak barunya jangan diganggu terus. Kasihan dia!” kata Jung Yong Hwa sok simpati.

“Eh, kenalkan... aku Jung Yong Hwa.” Jung Yong Hwa mengulurkan tangannya ke arah Park Shin Hye sambil tersenyum manis. Park Shin Hye mengulurkan tangannya kepada Jung Yong Hwa.

“Kau Pindahan dari mana, Park Shin Hye?” tanyaku berbasa-basi.

“Incheon,” jawabnya singkat.

“Sekarang tinggal di mana?” tanyaku lagi.

“City Hall Avenue.”

“O ya? Nomor telepon-mu berapa?” tanya Jung Yong Hwa sambil dengan sigapnya mengeluarkan ponsel dari dalam kantong celananya, bersiap-siap mencatat nomor telepon Park Shin Hye.

Aku memukul kepala Jung Yong Hwa, “Huu... dasar genit!”

“Aduuuhhh....” jerit Jung Yong Hwa.

Aku dan Park Shin Hye tertawa geli, sementara Jung Yong Hwa sibuk mengelus-elus kepalanya dengan mimik lucu.

Bersambung…

Kabut Cinta (FF)



Title : Kabut Cinta
Genre : Friendship, Romance
Author : Sweety Qliquers
Episode : 4 Chapter
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 05 Maret 2011, 12.33 AM
Cast :
Kim Bum
Kim So Eun
Jung Yong Hwa


Kabut Cinta

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4 - Tamat

Kabut Cinta (Chapter 4-Tamat)



“Aku tidak percaya jika kau berani ke Gwangju sendirian, bukan untuk menemui seseorang.”

Kucermati matanya dengan tatapanku.

“Jangan-jangan kau punya indera keenam, sampai tahu apa yang ada di benakku.”

“Aku bahkan tahu apa yang terjadi di balik dadamu.”

Kalimatnya membuat perasaanku panik. Cepat kutata rapi hatiku dengan senyuman, agar gurat luka yang baru saja Kim Bum goreskan, tak terlihat olehnya.

“Kau sedang terluka, kan?” lanjutnya.

Aku tersenyum lebar, bahkan tertawa kemudian. Pura-pura!

“Indera keenammu tak cukup rupanya. Kau butuh indera ketujuh. Kalaupun aku menunggu seseorang, dan dia tak datang, bukan berarti aku harus terluka.”

“Jangan bohong!”

Aku tertawa lagi.

“Aku bukan menertawai indera keenammu. Aku menertawai Kim Bum, pemuda yang mengajakku kemari. Harusnya dia tidak melakukan ini jika untuk membuatku terluka. Harusnya dia menggandeng seorang gadis di depanku, agar kutahu dia bisa bahagia meski tidak denganku. Atau paling tidak, dia tak pernah lagi menghubungiku sebagai bukti bahwa aku tak lagi hinggap di hatinya sebagai kenangan. Karena jujur saja, kalaupun aku ke sini karena ajakannya, itu karena aku masih ingin melihatnya mengemis di depanku. Dan tak ’kan kuberi cintanya itu.”

Dia terperanjat. Kaget dengan kalimatku. Jelas sekali jika dia adalah suruhan Kim Bum.

“Atau jangan-jangan kau kenal dengan Kim Bum?” pancingku yang dibalas dengan anggukan lemah.

“Kim Bum yang ini, kan?” ucapnya sambil mengeluarkan foto dari dompetnya.

Aku semakin tersenyum penuh kemenangan.

“Aku Jung Yong Hwa, sahabat Kim Bum. Dia sering ke sini, di hotel ini. Bahkan mungkin sekarang ada di antara kita, di antara kabut Gwangju.”

Hatiku semakin bersorak!

“Bulan lalu dia bercerita tentang seorang gadis bernama Kim So Eun, yang terpaksa memutuskan cintanya karena tak ingin terlalu banyak menerima. Kim Bum memang begitu, dari penampilannya yang sederhana, tak ada yang menduga jika dia bisa memberikan apa saja untuk membuktikan cintanya.”

“Kau yakin itu bukti cinta? Bukan malah berkesan sebagai pengikat cinta?” sinisku.

“Kau Kim So Eun, kan?”

Aku mengangguk.

“Menurut Kim Bum, Kim So Eun terpaksa sekali memutuskannya. Juga dia yakin, jika Kim So Eun masih mencintainya, terluka dengan keputusannya untuk berpisah dengan Kim Bum. Tapi ternyata tidak!”

“Memang tidak!” ucapku lagi.

Tak kuberi kesempatan untuk melihat luka di balik dadaku. Meski akhirnya kabut tebal Gwangju tetap saja menampakkan lukaku ketika kalimat berikutnya masih tentang Kim Bum.

“Aku yang mengajakmu kemari, via SMS. Bukan Kim Bum, karena dia telah meninggal dalam sebuah ekspedisi pendakian, minggu lalu. Mungkin dia ada di antara kabut ini, untuk melihatmu tertawa setelah berhasil melukai dia untuk yang kedua kalinya.”

Kabut semakin tebal, tapi kurasakan Kim Bum semakin nyata di depanku. Bahkan seolah kudengar tangisnya, melihatku tertawa di depan sahabatnya yang terluka akibat kepergiannya.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

Kabut Cinta (Chapter 3)



“Sedang menunggu seseorang?”

Ini untuk yang kedua kalinya, office boy ini datang menyapaku.
Dengan pertanyaan yang sama. Mata hatiku yang sempat kubutakan saat mengiyakan panggilan Kim Bum ke Gwangju, kini kupaksa untuk membaca setiap kemungkinan. Bukan tak mungkin office boy ini, adalah suruhan Kim Bum. Aku harus hati-hati!

Aku menggeleng sebagai jawaban sambil tetap memperhatikan gerak-geriknya.

“Tapi sepertinya kau gelisah dari tadi.”

Dari tadi? Berarti dia memperhatikanku dari tadi. Semakin jelas kini, Kim Bum ada di sekitarku. Mungkin tengah bersiap untuk tergelak, terbahak-bahak, karena telah membalas dendamnya. Tapi tak ’kan kubiarkan. Aku boleh saja memperlihatkan kebodohanku, yang dengan mudahnya memenuhi ajakannya ke Gwangju, tapi aku tak akan pernah memperlihatkan kesedihan di depannya.

Jujur saja. Kenekatanku ke Gwangju, karena aku memang menyimpan harap untuk kembali pada Kim Bum. Memang salahku yang terlalu idealis, dengan menganggap semua pemberian Kim Bum dulu sebagai pengikat cinta yang bisa saja dilepasnya atau bahkan diputus paksa. Bukan bukti cinta!

Jika Kim Bum hanya ingin melihatku menangis, aku akan yang membuatnya duluan meringis. Memang salahku yang memutuskan cinta terlebih dulu di masa lalu, tapi terlalu berlebihan, sangat keterlaluan jika dia mengundangku ke kotanya, hanya untuk melihatku menangis.

“Jika kau butuh teman bicara, aku akan duduk di sini,” ucapnya sambil bersandar di balkon hotel.

Terpaksa kuiyakan.

Semakin lama dia bertutur, semakin kusadar, jika dia adalah suruhan Kim Bum. Aku pun semakin sering melebarkan senyum di depannya, meski hatiku tetap menerima perlakuan Kim Bum sebagai luka hati. Dalam hati aku boleh jadi pecundang, tapi di luar, Kim Bum harus tahu, aku datang ke Gwangju untuk memeberinya luka yang kedua.

Bersambung…

Kabut Cinta (Chapter 2)



“Sedang menunggu seseorang?”

Aku mengangguk. Bahkan mungkin menangis. Office Boy hotel terlihat prihatin. Kusunggingkan senyum. Terpaksa! Tak ingin ada yang tahu cerita ini. Cukup aku. Karena ini bukan sekadar kesalahanku mengambil tindakan, tapi juga kebodohanku.

Begitu mudahnya aku percaya Kim Bum yang ingin kembali merajut kisah yang pernah terlepas untaiannya. Begitu bahagianya aku mendengar dia ingin kembali, setelah berulang kali aku mengusirnya dari hatiku, dengan alasan Kim Bum terlalu tinggi untuk kugapai, terlalu gampang untuk mempermainkanku.

Aku masih ingat, setahun lalu dia menangis di depanku. Saat aku memintanya mundur. Bukan meminta, tapi memaksa dengan tak menampakkan celah sekecil apa pun di hatiku, untuknya.

“Aku tak pantas untukmu, Kim Bum.”

“Karena aku tampan, karena aku anak orang kaya? Alasan macam apa itu? Mengapa baru kini kau merasa tak pantas, mengapa bukan saat aku pertama mengenalmu?” Kim Bum tak menerima keputusanku.

“Karena kau yang kukenal dulu, begitu sederhana. Selalu merendah. Tapi kini?”

Dia terdiam. Bibirnya hanya mampu membulat, lalu menghempaskan napas keras, ketika cincin dari emas putih yang melingkar di jariku, kulepas. Ponsel keluaran terbaru yang belum sempat kugunakan, kukembalikan dengan kardusnya. Aku takut. Semakin banyak bukti cinta berupa materi membuatku terlena, keasyikan, hingga suatu saat, jika Kim Bum berpaling, aku bukan hanya merasa kehilangan cintanya, tapi juga pemberiannya.

Terlebih, dengan banyak menerima, Kim Bum suatu saat bukan merasa memilikiku karena dia mencintaiku, tapi karena merasa telah membeliku. Menukarku dengan pemberian yang tak mungkin bisa kubayar dengan materi yang sama. Lalu akan seenaknya saja meninggalkanku, jika telah bosan. Tanpa merasa berdosa apalagi merasa menyakitiku.

“Jika itu keputusanmu, kuterima!”

Di situlah untuk pertama kalinya aku melihat Kim Bum menangis. Bukan karena aku melihat air matanya, tapi karena mendengar isaknya.

Kenangan setahun lalu itu, membuatku tersentak kini. Aku baru teringat, air mata Kim Bum yang tak sempat kusaksikan saat itu, karena terhalang kabut Sillagukga, sebuah tempat wisata air terjun yang tak jauh dari Incheon.

Di sini, Di Gwangju! Hanya kehadiran Gunung Seoraksan yang membuat suasananya berbeda dengan Sillagukga. Kabut dan perkampungan yang hampir semua rumah menyediakan jasa penginapan, membuat suasana Gwangju tak ada beda dengan Sillagukga.
Sengajakah Kim Bum menggiringku ke sini? Untuk mengingat semua dosa dan salah yang pernah kuperbuat padanya? Dingin menggigit dan luka hati yang nyeri semakin menyusup. Aku menangis lagi. Di antara kabut Gwangju yang tak juga mau beranjak.

Entah bisikan dari mana. Hatiku merasa, Kim Bum berada di sekitarku. Menjagaku dari jarak yang tidak terlalu jauh, untuk melihatku menangis karena ulahnya. Cepat kuseka air mataku, adalah aib jika Kim Bum tahu, dia telah berhasil menyamakan skor, satu sama. Berhasil membalas dendamnya dengan membuatku menangis.

Mengapa aku ada di sini? Pertanyaan itu adalah kunci kebodohanku!

Bersambung…

Kabut Cinta (Chapter 1)



Mengapa aku ada di sini? Aku menggeleng. Bukan pertanyaan itu yang harus dilantunkan batinku. Mengapa pertanyaan itu baru hadir di benakku? Itu yang harus kupikir sekarang! Harusnya, sebelum aku meninggalkan Incheon, menuju Gwangju, aku berpikir seratus kali. Tentang jauhnya perjalanan Incheon-Gwangju, terlebih tentang Kim Bum yang akan kutemui di kota ini.

Ajakan Kim Bum untuk datang ke kotanya, membuatku gelap mata. Membutakan mata hatiku. Hingga yang ada di benakku, hanyalah bagaimana bahagianya bisa melihat kembali senyum manis Kim Bum, tutur tenang Kim Bum, dan semua yang ada pada Kim Bum, yang tak pernah membuatku bisa berkata, “tidak!”. Meski akhirnya kupaksa untuk menggeleng, saat memintaku berpikir dua kali, saat aku berkeputusan untuk putus saja.

Aku menggeleng. Menyesali kebodohanku. Merutuki kemalanganku. Ya, betapa bodohnya aku. Mengiyakan begitu saja, saat Kim Bum mengajakku ke Gwangju, via SMS pula. Cerita malang akan kukecap lagi. Sudah hampir lima jam kedatanganku, Kim Bum belum juga muncul. Bahkan, untuk sampai di Hotel Shinhwa, Gwangju pun, aku mencari alamat sendiri. Padahal jika Kim Bum tak punya niat buruk untukku, harusnya dia menjemputku di Stasiun Gyeryongsan. Lebih menyebalkan lagi, ponsel Kim Bum tidak diaktifkan.

Gelap telah turun, meski memang aku tak tahu dari mana arah datangnya matahari. Sejak kedatanganku tadi pagi, Gwangju diselimuti kabut. Pekat! Hanya saat tengah hari tadi, Gunung Seoraksan yang berdiri angkuh, tak jauh dari Hotel Shinhwa, menampakkan wajahnya yang kurang bersahabat.

Kurapatkan jaket dengan melipat tangan di atas dada. Aku masih berharap, kabut Gwangju yang semakin menebal, menampakkan wajah Kim Bum. Tapi tetap saja tidak! Percuma menghitung detik, sia-sia membangun asa. Semakin jelas, Kim Bum tengah bersorak kegirangan karena telah berhasil menggiringku ke kotanya, lalu ditelantarkan.

Bersambung…

Kamis, 22 September 2011

Melodi Cinta (FF)



Title : Melodi Cinta
Genre : Romance
Author : Sweety Qliquers
Episode : 6 Chapter
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : Romance, 29 Maret 2011, 09.55 PM
Cast :
Kim So Eun
Kim Bum
Jung Yong Hwa
Kim Tae Hee
Park Ji Yeon
Lee Hong Ki


Melodi Cinta

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6 - Tamat

Melodi Cinta (Chapter 6-Tamat)



“Kim Bum!” tiba-tiba Jung Yong Hwa menepuk bahu Kim Bum dari belakang.

“Kim Bum kaget, disikutnya perut Jung Yong Hwa. “Kau menggangguku saja, sana pergi,” hardiknya.

Lalu Jung Yong Hwa cekikikan melihat buku Tata Bahasa Korea Kim Bum yang disampul rapi sekali, seperti buku anak kelas 1 SD.

“Sudahlah Kim Bum, kau cari saja gadis lain, Kim So Eun memang cantik, tapi ibunya itu...galaknya minta ampun. Aku heran, kenapa wajah Kim So Eun tidak mirip dengan ibunya ya? Mungkin dia mirip dengan ayahnya.”

“Mungkin saja, aku juga belum pernah bertemu ayahnya.”

Tiba-tiba Kim So Eun muncul di depan pintu, tersenyum. “Aku dengar apa yang kalian bicarakan. Nanti malam ke rumah ya, ada hal penting yang mau aku bicarakan.”

“Tentang apa?”

“Sekarang atau nanti malam?”

“Sekarang saja,” desak Kim Bum.

“Baiklah… dengarkan aku baik-baik. Mrs. Kim Tae Hee itu sebenarnya bukan ibu kandungku, dia Ibu angkat-ku.”

“Maksudnya?”

“Maksudnya, kau tidak usah lagi memikirkan tentang Mrs. Kim Tae Hee yang tidak suka denganmu, suatu saat nanti aku yang akan menentukan masa depanku sendiri. Pada dasarnya Mrs. Kim Tae Hee itu baik.”

“Lantas ibu kandungmu di mana?” Tanya Jung Yong Hwa penasaran.

“Aku anak adopsi.”

“Adopsi dari mana?” kejar Jung Yong Hwa lagi, sementara Kim Bum masih tidak percaya kalau Kim So Eun yang dicintainya tidak jelas asal-usulnya.

Kim So Eun tertunduk, wajahnya tiba-tiba sedih, Kim Bum dengan prihatin mendekati Kim So Eun dan membelai rambutnya.

“Maafkan Jung Yong Hwa, Dia memang keterlaluan.”

Kim So Eun menggeleng. “Tidak apa-apa. Mrs. Kim Tae Hee pernah cerita, yang melahirkanku adalah seorang Ibu kurang mampu, Ibu itu tidak punya uang untuk menebus biaya melahirkan, seminggu setelah melahirkan, katanya dia pergi meminjam uang ke saudaranya dan menitipkan aku sementara di rumah sakit, tapi kemudian dia tidak pernah kembali lagi ke rumah sakit. Lalu Mrs. Kim Tae Hee mengadopsiku…” Kim So Eun berusaha tersenyum.

Kim Bum juga tersenyum, kembali dibelainya rambut Kim So Eun. Kalau hanya Mrs. Kim Tae Hee penghalang cintanya pada Kim So Eun, itu tidak ada apa-apanya, tegas Kim Bum dalam hati. Walaupun Mrs. Kim Tae Hee bukan ibu kandung Kim So Eun, tapi dia kan sudah berjasa membesarkan Kim So Eun selama ini, lagipula kasihan Mrs. Kim Tae Hee, sampai sekarang dia belum menikah juga, padahal umurnya sudah hampir empat puluh tahun. Tiba-tiba terbersit rasa kasihan yang dalam di hati Kim Bum kepada Mrs. Kim Tae Hee, sementara cinta dan kasih sayang yang dirasakan Kim Bum kepada Kim So Eun pun tambah menggunung, dan Kim Bum ingin selalu melindunginya setiap saat.

“Kim Bum!” Mrs. Kim Tae Hee tiba-tiba sudah berdiri di antara mereka, matanya melotot.

Kim Bum gugup.

“Aku pergi dulu!” Jung Yong Hwa langsung menjauh.

Tapi Kim Bum segera menggenggam tangan Mrs. Kim Tae Hee dan menciumnya. “Saya janji akan menjaga Kim So Eun. Saya tidak akan bolos lagi, Saya juga mau kalau dijadikan anak angkat anda, Saya senang dengan pelajaran anda….”

Mrs. Kim Tae Hee menarik-narik tangannya tapi Kim Bum terus menciumnya, hingga akhirnya Mrs. Kim Tae Hee Luluh dan membiarkan tangannya diciumi Kim Bum, sementara Kim So Eun tersenyum senang, Kim Bum pasti bisa mengambil hati Mrs. Kim Tae Hee, Ibuku tersayang, yakin Kim So Eun dalam hati sambil menahan senyum melihat ulah Kim Bum yang masih terus menciumi tangan Mrs. Kim Tae Hee.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

Melodi Cinta (Chapter 5)



Kim Bum berubah jadi laki-laki paling kalem sedunia sejak dia sadar kalau Kim So Eun adalah anak Mrs. Kim Tae Hee yang dibencinya, walaupun Kim Bum sudah kalem dan selalu hadir nomor satu di pelajaran Mrs. Kim Tae Hee, tetap saja dia harus mengambil hati Mrs. Kim Tae Hee, caranya sudah dijalani Kim Bum dengan membawa sekeranjang apel New Zealand dan Kimbab. Eh itu malah bukannya membuat Mrs. Kim Tae Hee senang, tapi dianggapnya sesuatu yang melecehkan baginya.

“Kau tidak usah bawa-bawa apel dan Kimbab kemari, saya tahu kau menyukai Kim So Eun, tapi bukan dengan cara membeli saya, memangnya saya bisa ditukar dengan Kimbab dan Apel yang kau bawa itu?”

Kim Bum hanya bisa diam.

“Asal tahu saja, sejak SMP Kim So Eun sebenarnya sudah saya jodohkan.”

“Dijodohkan? Dengan siapa? Dengan saya?” Kim Bum tersentak.

“Denganmu? Anak tidak pintar sepertimu, mau dijodohkan dengan anak saya?”

“Jadi mau dijodohokan dengan siapa?” Tanya Kim Bum hati-hati.

“Mau tahu saja!”

* * *

Mrs. Kim Tae Hee juga selalu mengawasi Kim Bum, ketika dia melihat Kim Bum sedang menunggu Kim So Eun di depan kelas. Jalan ke kantin, pulang bersama, semua ulah Kim Bum dicurigai. Kim Bum jadi pusing. Menunggu Mrs. Kim Tae Hee pensiun masih lama, dipindahkan oleh kepala sekolah ke ujung dunia, tidak mungkin. Coba kalau dulu aku tidak membenci pelajaran Mrs. Kim Tae Hee, mungkin tidak begini jadinya, sesal Kim Bum. Meskipun Mrs. Kim Tae Hee kelihatannya baik, dan kadang suka bercanda, tetap saja ia menolak keras hubungan Kim Bum dengan Kim So Eun, tidak terima anaknya dipacari, apalagi lewat jalan belakang.

Bersambung…

Melodi Cinta (Chapter 4)



Sabtu Malam, Kim Bum siap-siap akan ke rumah Kim So Eun. Kim So Eun bukan cuma menerima salam Kim Bum, tapi juga sudah menyuruh Kim Bum datang sabtu malam ini. Dengan kemeja kotak-kotak biru, celana jeans sedikit belel, Kim Bum tampak tampan dan macho. Kim Bum dengan gembira melangkah keluar rumah, senyumnya cerah, seperti langit malam yang penuh dengan bintang-bintang.

Sampai di rumah Kim So Eun, dada Kim Bum berdebar tak karuan, tapi sekuat tenaga berusaha ditentramkannya. Kim Bum segera memencet bel di pintu pagar yang sedikit dipenuhi semak bunga Asoka. Beberapa detik kemudian muncul Kim So Eun, rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai, dia memakai celana jeans mini yang ketat dengan atasan T-shirt warna pink.

“Hai, Kim Bum, ayo masuk!”

Kim Bum melangkah masuk, debar jantungnya semakin bertalu, tapi berusaha ditentramkannya.

Sehabis menyalakan lampu teras, Kim So Eun mempersilahkan Kim Bum duduk.

“Tunggu sebentar ya, Aku mandi dulu.”

“Memangnya kau belum mandi?”

“Belum, kau terlalu cepat datang kemari, sekarang baru jam tujuh.”

Kim Bum melirik jam tangannya.

“O iya ya, masih sore….”

“Tidak apa-apa, sepertinya kau semangat sekali!” Kim So Eun terkikik geli.

Kim Bum garuk-garuk kepala.

“Mau minum apa? Teh, kopi, atau mau yang dingin, atau air putih saja.”

“Mm… tidak usah repot-repot, air putih saja.”

“Wah kebetulan, memang adanya cuma air putih saja.” Canda Kim So Eun untuk mengurangi ketegangan di wajah Kim Bum. Masih sambil tertawa geli Kim So Eun lalu berlenggak-lenggok masuk ke dalam.

Kim Bum garuk-garuk kepala lagi.….

Tidak lama kemudian Kim So Eun muncul, dengan wajahnya yang kini dipolesi bedak tipis dan bibirnya merah segar dioleskan lipstick glossy. Kim Bum terpana….

“Kenapa kau diam saja, kelihatannya kau jadi salah tingkah?”

Kim Bum yang biasanya jago melucu masih terus salah tingkah, bibirnya bingung mau bicara apa yang enak. Tapi alangkah kagetnya Kim Bum saat kemudian muncul seorang wanita membawa nampan berisi dua gelas air putih dan mempersilahkannya untuk minum yang dihidangkannya.

“Terima kasih, Bu. Kenapa cuma air putih, kue-kuenya mana?”

Sekujur tubuh Kim Bum kejang-kejang. “Mrs. Kim Tae Hee….”

“Masih mending air putih, bisa dipakai dukun untuk mengobati orang, untung tidak ibu beri racun serangga sekalian tadi.”

“Ih Ibu, jahat sekali….”

Mrs.Kim Tae Hee dengan tatapan tajamnya, berbalik dan kembali ke dalam.

Kim So Eun tersenyum geli.

“Ayo Kim Bum, diminum, kenapa?”

“Mm… kalau begitu… aku...aku pulang saja ya, Mrs. Kim Tae Hee… Mrs. Kim Tae Hee itu ibumu….”

“Memangnya kau tidak tahu kalau Mrs. Kim Tae Hee itu, ibuku?”

Kim Bum geleng-geleng kepala. “Tidak… aku baru tahu sekarang.….”

“Kenapa wajahmu seperti orang yang sedang ketakutan? Tenang saja, ibuku itu orangnya baik….”

“Bukan begitu Kim So Eun, tapi aku….”

“Aku mengerti, kau tidak suka dengan pelajarannya, sekaligus yang mengajar, iya kan?”

“Kim So Eun, jadi kau membalas salamku dan menyuruhku datang kemari supaya ibumu bisa mengerjaiku, lalu supaya besok-besok aku tidak nakal lagi dan ibumu jadi tidak repot lagi mengurusi anak nakal sepertiku?”

“Bukan begitu maksudku, Kim Bum. Kau, aku suruh ke mari malam ini karena kau pria istimewa bagiku. Soal Mrs. Kim Tae Hee yang tidak kau sukai, ternyata ibuku, itu hanya kebetulan saja. Sekarang keputusan ada ditanganmu, kau suka tantangan, kan?”

Kim Bum diam sesaat. “Tantangan apa dulu, kalau ditantang Chris Jhon, aku menyerah saja,” Kim Bum berusaha bercanda.

“Mengambil hati ibuku.”

Kim Bum berdiri. Kim So Eun terlihat kecewa.

“Kalau begitu, Salam saja untuk Mrs. Kim Tae Hee, SAbtu malam depan kalau aku datang kemari lagi, akan kubawakan apel.”

“Jangan cuma apel, Kim Bum. Kimbab kesukaan ibuku juga….”

“Mmm… pasti.”

Dan Sabtu malam yang indah pun berlalu, tapi juga malam yang membuat Kim Bum serba salah. Tadinya Kim Bum maun pulang agak malam, tapi Kim Bum melihat Mrs. Kim Tae Hee sering mengintip dari gorden pembatas ruangan, matanya melotot galak. Pulang malam pun urung dilakukannya.

Bersambung…

Melodi Cinta (Chapter 3)



“Hei Kim Bum, kau mau mentraktirku apa?” Jung Yong Hwa yang baru dari kantin teriak-teriak mencari Kim Bum.

“Ada apa, kenapa kau teriak-teriak seperi itu, Jung Yong Hwa?” Tanya Kim Bum penasaran.

“Kau harus mentraktirku, sampai kenyang!”

“Pasti, tapi ada berita apa?”

“Kim So Eun….”

“Kenapa dengan Kim So Eun?”

“Tapi kau harus mentraktirku, ya.”

“Iya, apa saja yang kau minta, asalkan berita yang akan kau sampaikan ini tentang Kim So Eun….”

“Salammu diterima, Tanya Lee Hong Ki kalau tidak percaya, dia juga menyampaikannya pada Lee Hong Ki, tapi karena aku teman sekelasmu, katanya biar lebih cepat, aku saja yang menyampaikannya padamu.”

“Apaa... yang benar?”

“Katanya dia suka dengan lelaki sepertimu, cuek, cute, berani, lucu, nekat, dan banyak lagi komentarnya.”

“Ah... yang benar kau, Jung Yong Hwa!?”

“Untuk apa aku berbohong padamu.”

Bersambung…

Melodi Cinta (Chapter 2)



“Kim Bum….”

“Ya Mrs. Kim Tae Hee…,” Kim Bum kikuk, kesal.

“Kenapa kau selalu membolos di jam pelajaran saya?” Mrs. Kim Tae Hee muncul, padahal bukan jam pelajarannya di kelas Kim Bum.

“Pelajaran saya tidak kau sukai, kau bilang untuk apa lagi belajar tata bahasa korea... bukankah dari bayi kita sudah bisa bahasa korea. Benar, kau mengatakan itu pada pelajaran saya?”

“Tidak, bukan saya.”

“Jadi siapa?”

“Jung Yong Hwa, dia juga tidak suka dengan pelajaran anda.”

“Saya suka dengan pelajaran anda, Kim Bum memfitnah saya, Mrs. Kim Tae Hee!” balas Jung Yong Hwa teriak.

“Ayo Kim Bum katakan, kenapa kau tidak suka dengan pelajaran saya?”

“Dia sedang jatuh cinta, Dengan anak kelas II A3, namanya Kim So Eun. Ketika pelajaran anda anak-anak kelas II A3 sedang olahraga, Kim Bum lebih memilih keluar melihat pemandangan alam katanya.”

Seisi kelas riuh menertawakan Kim Bum.

“Jadi karena alasan itu kau tidak suka dengan pelajaran saya? Benar begitu, Kim Bum?” serang Mrs. Kim Tae Hee.

“Bukan begitu, Mrs. Kim Tae Hee.”

“Katanya anda itu galak dan cerewet!” Tambah Park Ji Yeon yang sudah lama diam-diam menaruh hati pada Kim Bum, tapi tidak pernah direspon Kim Bum.

“Eh, kurang ajar kau!” ketus Kim Bum.

“Park Ji Yeon, jaga mulutmu!” pelotot Mrs. Kim Tae Hee.

Seisi kelas tambah riuh.

“Mulai sekarang saya tidak mau lagi ada anak yang bolos di jam pelajaran saya, hanya karena menyukai seorang gadis, pelajaran diabaikan, mau jadi apa kalian, pacaran saja yang diurusi. Sebentar lagi saya masuk, kalian tunggu dan tak ada yang boleh kaluar! mengerti?”

“Mengerti…!!!” jawab seisi kelas.

Kim Bum garuk-garuk kepala, dia gagal kali ini untuk bertemu Kim So Eun, dan terutama menghindari pelajaran Mrs. Kim Tae Hee.

Bersambung…

Melodi Cinta (Chapter 1)



“Kim Bum, Kau mau kemana?” sergah Jung Yong Hwa saat dilihatnya Kim Bum buru-buru beranjak dari bangkunya.

“Kau seperti tidak tahu saja, sebentar lagi malaikat cerewet itu akan datang, lebih baik aku mencari udara segar di luar. Nanti jika ada masalah, kau harus membantuku?”

“Aisshh, yang benar saja!” sungut Jung Yong Hwa.

“Bukankah kau teman baikku.”

“Ya, baiklah. Aku tahu kau di luar sedang mengincar Kim So Eun, bukan? Semoga saja kau ditolak, dan minum racun serangga!”

“Ha ha ha! Itu tidak mungkin!” Kim Bum buru-buru pergi keluar.

Bukan hanya guru Killer itu yang menjadi alasan Kim Bum, tapi karena jam ketiga ini, Kim So Eun praktek olahraga, jadi Kim Bum bisa menggoda gadis itu dari jauh sambil melihat lekuk tubuhnya yang sempurna, kakinya yang mulus dan terutama senyumnya yang membuat Kim Bum tak bisa tidur.

Baru saja Kim Bum sampai di lobby, anak-anak kelas Kim So Eun baru saja berhamburan dari kelasnya, suara mereka berisik, seperti burung yang dilepas dari kandangnya. Kim Bum celingukan mencari sosok Kim So Eun, gadis lincah berkaki mulus yang punya senyum lebih manis dari brownies itu.

Nah itu dia….

“Hei, apa kau tidak tahu disini sempit sekali….”

“Aduh!” jerit Kim Bum pada gadis bertubuh gendut yang sengaja menabrak Kim Bum dari belakang.Terang saja, Kim Bum menghalangi jalan gadis itu yang tidak mau dihalang-halangi, yang katanya sudah lama setengah mati diet untuk menguruskan badannya.

“Apakah tubuhku yang sebesar ini, tak terlihat olehmu? Hingga kau menabrakku begitu saja.” sengit Kim Bum saat gadis bertubuh besar itu masih berkacak pinggang di depannya.

“Kau saja yang kurang kerjaan, berdiri di tengah jalan dan menghalang-halangi orang yang sedang lewat.”

“Dasar Kingkong.”

“Kingkong?! Hei siapa yang kau maksud dengan kingkong?”

“Ya tentu saja dirimu. Memangnya siapa lagi!” Kim Bum langsung lari meninggalkan gadis itu.

“Aisshh, kurang ajar. Kemari kau, akan kumakan kau hidup-hidup!!”

Kim Bum berlari lebih kencang sambil mentertawakan gadis itu.

Tak jauh di depan, Kim So Eun sedang jalan beriringan dengan teman-temannya. Jantung Kim Bum berdebar kencang, inilah gadis yang membuat Kim Bum berani mengorbankan pelajaran Mrs. Kim Tae Hee, guru Tata Bahasa Korea yang galak dan cerewet itu. Daripada bosan menerima pelajaran Mrs. Kim Tae Hee, lebih baik mencari pemandangan segar di luar, begitu pikir Kim Bum.

“Kim Bum!” Lee Hong Ki tiba-tiba menarik tangan Kim Bum.

“Lee Hong Ki? Maaf aku tidak melihatmu. Ehmm... salamku yang kemarin bagaimana?” Tanya Kim Bum berbisik ke telinga Lee Hong Ki.

“O… salam darimu….”

“Sudah kau sampaikan, kan?”

“Sudah, dia hanya tersenyum saja.”

“Senyum? Tidak ada yang lain?”

“Tidak ada.” Lee Hong Ki tertawa.

“Maksudmu dia mentertawakanku?’

“Tidak, aku merasa lucu saja jika melihatmu.”

“Aishh kau ini!” Kim Bum buru-buru meninggalkan Lee Hong Ki, tapi saat berbalik, jantung Kim Bum berdebar lagi dengan kencang saat melihat siapa yang sudah berdiri di depannya.
“Kim Bum???”

Dia menyapaku? Pikir Kim Bum gembira.

“Kim So Eun….”

“Ada apa, apa kau mencariku?’

“Mmm… iya. Salamku bagaimana?” tembak Kim Bum langsung sambil memamerkan senyum manis-nya dan tentu saja matanya yang penuh dengan cinta….

“Yang disampaikan Lee Hong Ki kemarin?”

“Mmm… iya.”

“Sementara aku tampung dulu, tunggu saja….”

“Seperti kotak saran saja ditampung dulu,” canda Kim Bum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, salah tingkah.

Meskipun jawaban yang terlontar dari bibir mungil Kim So Eun kurang menyenangkan, tapi Kim Bum menganggap itu masih lebih bagus daripada tidak ada tanggapan sama sekali.

Saat Kim So Eun berlari-lari menuju lapangan, Kim Bum masih bisa menikmati kaki bagus yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu, yang rambut panjangnya tergerai seakan berkata, “kejarlah aku Kim Bum…”

Bersambung…

Cinta Untuk Kim Bum (FF)



Title : Cinta Untuk Kim Bum
Genre : Friendship, Romance
Author : Sweety Qliquers
Episode : 6 Chapter
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 05 Maret 2011, 12.49 PM
Cast :
Kim So Eun
Kim Bum
Jung So Min
Yoon Eun Hye
Song Hye Gyo


Cinta Untuk Kim Bum (Chapter 6-Tamat)



“Hiks... Hiks.... Aduh, Kim So Eun.... Cerpen-mu sedih sekali.... Aku saja sampai menangis membacanya,” kata Jung So Min di sela isaknya. Di tangan kanannya terdapat majalah remaja yang memuat cerpenku yang baru saja terbit kemarin.

“Terima kasih, Jung So Min...,” kataku lesu.

“Kenapa, kau lesu seperti itu? Apa karena Kim Bum?” tanya Jung So Min.

Aku mengangguk.

“Kim So Eun, saya mau bicara denganmu,” tiba-tiba, Kim Bum muncul di hadapanku dan Jung So Min.

Aku menatap Jung So Min dalam diam, sebelum akhirnya beringsut mengikuti Kim Bum, menuju taman sekolah.

“Ternyata benar,” kata Kim Bum membuka percakapan.

“Apa?” tanyaku tak mengerti.

“Ini!” kata Kim Bum sambil menunjukkan sebuah majalah. “Ternyata benar kalau saya telah kau jadikan objek untuk cerpen-mu.”

Aku merasakan air mata di ujung kelopak mataku yang siap membanjir. “Tapi, Kim Bum....”

Kim Bum mengangkat tangannya, mengisyaratkanku untuk diam.

“Tapi ternyata saya juga benar, kau ternyata memang berbeda dengan anak-anak yang lain,” kata Kim Bum sambil tersenyum dan mendekapku erat.

Aku tersentak kaget sebelum membiarkan tubuhku didekap Kim Bum. Aku tersenyum.

Sementara itu, majalah yang dipegang Kim Bum tadi terjatuh ke tanah, terbuka tepat di sebuah halaman berisi cerpen yang berjudul Cinta untuk Kim Bum.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

Cinta Untuk Kim Bum (Chapter 5)



Sudah tiga hari Kim Bum tidak masuk sekolah. Aku tahu bahwa ia sakit hati padaku karena ia pasti mendengar pembicaraanku dengan Jung So Min tempo hari dan dia jugalah yang membanting pintu di belakangku waktu itu.

Maka, sore itu, aku pergi ke rumahnya untuk menemuinya.
Di rumah Kim Bum, aku bertemu dengan ibunya. Namun Kim Bum tidak ada di rumah.

Kata ibunya, mungkin Kim Bum sedang berada di 'Secret Garden', tempat favoritnya untuk merenung dan melepaskan semua masalah dalam kehidupannya.

Di sanalah aku menemukan sosok Kim Bum, sedang termenung sendirian. Aku mendekatinya dan duduk di sebelahnya, “Kim Bum.... Maafkan aku....”

“Pergi!” Jawabnya ketus, tanpa menoleh ke arahku.

“Tapi...,” kataku hampir menangis.

“Pergi!” katanya lagi. Aku melangkah menjauh. Tapi sempat kudengar suaranya sayup-sayup, “Saya kira, kau berbeda dengan anak-anak yang lain, Kim So Eun.... Ternyata, kau sama saja seperti mereka, hanya bisa memanfaatkan dan menghina saya!”

Di dalam hati, aku menangis.

Bersambung…

Cinta Untuk Kim Bum (Chapter 4)



“Kim So Eun, ini aku...Yoon Eun Hye. terima kasih ya, cerpenmu Sudah aku terima. Cerpennya unik. Tunggu saja, kira-kira dua minggu lagi majalahnya akan terbit. Nanti honornya aku transfer ke rekeningmu seperti biasanya.... Bye Kim So Eun!”

Aku mendengarkan pesan di mailbox ponsel-ku sambil tersenyum.

Aah... Leganya! Akhirnya, tuntas sudah tugas membuat cerpenku.

“Hei, ada apa kau senyum-senyum sendiri?” Jung So Min yang tiba-tiba sudah berada di sampingku menepuk bahuku.

“Eh, kau, Jung So Min.... aku sedang senang, karena cerpenku sudah beres!” jawabku sambil tersenyum.

“Ooh, cerpen yang waktu itu? Yang tentang Kim Bum itu, kan? Rupanya.... Sekarang kau jadi dekat, dengan Kim Bum? Kapan kau akan mentraktirku?” tanya Jung So Min.

“Traktir untuk apa?” tanyaku kaget.

“Bukannya kau sudah berpacaran dengan Kim Bum?” tanya Jung So Min lagi.

“Tidak! Siapa yang bilang begitu?” tanyaku kesal, “Jung So Min.... Kau kan tahu, aku itu mendekati Kim Bum hanya untuk menjadikannya objek cerpenku?”

Tiba-tiba ada suara bantingan pintu di belakangku, dan kulihat Kim Bum berlari menjauh di kejauhan.

Bersambung…
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...