“Permisi….” Seorang room boy mengantarkan barang bawaan Kim Bum.
”Terima kasih....” Kim So Eun mengangguk sambil tersenyum tipis.
Kim Bum mengambil barang bawaannya dan memberikan tip kepada room boy sambil mengangguk ramah.
”Kim So Eun, kau masuk dulu. Duduk saja di sofa sana,” ujar Kim Bum, sambil membuka barang bawaannya. Dia mengeluarkan sehelai kemeja dan satu setel jas warna biru tua, lalu masuk ke kamar mandi.
”Tunggu sebentar, ya, So Eun. Saya tidak akan lama,” ujarnya kepada Kim So Eun.
Kim So Eun mengernyit, lalu mengangguk dan duduk di sofa ruang tamu. Sebelum duduk, dia mengetukkan ujung kakinya tiga kali. Di hadapan Tn. Kim Bum, dia tidak mau terlihat konyol dengan ’ritual tiga’-nya. Maka, dia mengganti ritual itu dengan mengetukkan ujung kakinya sebanyak tiga kali. Tingkah laku itu cukup membuatnya merasa aman.
”So Eun!” panggil Kim Bum, dari dalam kamar mandi.
Kim So Eun mengernyit. “Ya?” sahutnya.
“Bisa tolong ambilkan dasi saya. Ada di dalam koper yang warna biru!” seru Kim Bum dari dalam kamar mandi.
Kerutan di dahi Kim So Eun bertambah. Apakah mengambilkan dasi termasuk dalam job desk seorang personal assistant?
“Kim So Eun,” panggil Kim Bum lagi.
Kim So Eun bangkit, menepuk punggung tangannya tiga kali. “Sebentar,” sahutnya. Dia membuka koper yang berwarna biru dan menemukan beberapa dasi. Dia melirik dasi yang berwarna biru. Sepertinya ini cocok dengan kemejanya. Dia mengambil dasi itu, meletakkannya kembali, mengambilnya, meletakkannya kembali, dan, untuk ketiga kalinya, mengambilnya.
”Kim So Eun....” Tiba-tiba Kim Bum sudah berada di belakangnya. Tatapannya tampak bingung.
Wajah Kim So Eun memerah. Apakah Kim Bum melihat tingkah lakunya barusan? Melihat tingkah laku ’ritual tiga’-nya yang aneh?
”Ini Tn. Kim Bum, dasi Anda. Kita harus bergegas ke kantor. Semuanya sudah menunggu.” Kim So Eun berhasil mengendalikan situasi.
Perjalanan ke kantor PT. Sungkyunkwan berjalan tanpa hambatan yang berarti. Walaupun jalanan macet, mobil kantor masih dapat meluncur lancar.
”Bagaimana bahan meeting yang telah saya persiapkan, Tn. Kim Bum?” tanya Kim So Eun, memecah keheningan.
Kim Bum mengangguk sambil tersenyum hangat, ”Bagus.”
Kim So Eun membalas senyum itu dengan anggukan singkat.
”Siapa saja yang akan hadir dalam meeting nanti?”
”Tn. Song Seung Hun, CEO PT. Sungkyunkwan, Tn. Kim Min Joon dan Tn. Jo Hyun Jae dari bagian produksi, serta Tn. Jae Hee dan Tn. Kim Hyun Joong dari bagian marketing,” jawab Kim So Eun.
Kim So Eun menghela napas. Ingat Jae Hee, dia merasa sedih. Jae Hee adalah satu-satunya lelaki yang tidak menganggap dirinya aneh. Satu-satunya lelaki yang tetap gigih mendekatinya.
Jae Hee dan Kim So Eun dipertemukan saat Kim So Eun ditugaskan untuk membantu divisi marketing tahun lalu. Sejak saat itu, perhatian Jae Hee mengalir. Dia rajin mendatangi meja Kim So Eun. Memberikan setangkai bunga, setangkup roti untuk sarapan, mengajak makan siang, mengajak jalan di akhir minggu, atau hanya sekadar menanyakan kabar. Jae Hee tidak terganggu dengan kebiasaan-kebiasaan aneh Kim So Eun. Kim So Eun bahkan pernah mendengar Jae Hee membelanya saat ada gadis lain yang membeberkan semua ‘keanehan’ yang dimilikinya.
Reaksi Kim So Eun? Dingin. Menutup diri. Menolak. Menarik diri. Kim So Eun bukannya tidak suka pada Jae Hee. Kalau mau jujur, Kim So Eun sebenarnya sangat menikmati semua perhatian itu. Dan, justru hal itu yang membuatnya takut.
Saat dia mulai menikmati semua perhatian itu, dia menarik diri. Tidak mau terlibat lebih jauh lagi. Dia selalu menghindar setiap melihat sosok Jae Hee berangsur mendekat. Dia selalu membiarkan bunga dan setangkup roti tergeletak begitu saja di mejanya.
Jae Hee masih terus mencoba. Tapi kemudian, lima bulan yang lalu, merasa bahwa segala usahanya sia-sia, dia mulai mendekati Han Ga In, juga di bagian marketing. Han Ga In lebih cantik, lebih menarik, lebih hangat, lebih terbuka, dan lebih ’normal’. Kabar terakhir yang terdengar, Jae Hee dan Han Ga In sudah resmi berpacaran.
Kim So Eun kembali terpuruk. Di satu sisi dia lega karena Jae Hee tidak menjadi orang terdekatnya. Kalau Jae Hee sampai jadi orang terdekatnya, maka dia takut hal buruk akan terjadi pada diri Jae Hee. Di lain sisi, dia merasa tidak cukup berharga untuk dipertahankan Jae Hee. Dia kembali merasa jadi orang abnormal yang tidak mungkin disukai lelaki.
“Sudah sampai, Kim So Eun,” suara Kim Bum membuyarkan lamunannya.
Kim So Eun tersadar, lalu memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Ini bukan kantornya.
“Tn. Kim Bum…”
“Kita lunch dulu,” potong Kim Bum. “Ini sudah waktunya makan siang. Setelah makan siang, baru nanti kita akan kembali ke kantor untuk meeting. Meeting-nya dimulai setelah jam makan siang, ‘kan?”
Kim So Eun dilanda panic attack. Kim So Eun mempunyai ‘peraturan’ untuk tidak makan di tempat umum, tidak makan dengan orang lain, tidak makan di rumah orang lain, dan tidak menggunakan peralatan makan orang lain. Biasanya, Kim So Eun akan selalu membawa makanan berikut peralatan makannya sendiri.
“Ayo, Kim So Eun.” Kim Bum menoleh, memastikan Kim So Eun juga turun dari mobil.
Kim So Eun terpaksa menurut. Dia turun dari mobil, tapi bertekad kuat untuk tidak melanggar ’peraturan’ yang telah dibuatnya. Biar saja nanti dia beli roti di toko roti yang ada di lantai bawah kantor.
Kim Bum memesan makanan untuk dirinya dan Choi Daniel. Choi Daniel tampak terkejut karena Kim Bum mengajaknya makan bersama di dalam restoran. Kim So Eun juga terkejut. Tidak menyangka bahwa Kim Bum akan begitu perhatian terhadap Choi Daniel, sopir kantor.
“Kau mau pesan apa, Kim So Eun?” Kim Bum mengangsurkan daftar menu ke hadapan Kim So Eun.
Kim So Eun buru-buru mengangkat tangannya, ”Saya belum lapar. Nanti saja, saya akan makan di kantor.”
Kim Bum mengernyit, namun memutuskan untuk tidak bertanya lagi.
Ketika pesanan sudah datang, Kim Bum makan dengan lahap. Sudah lama sekali dia tidak makan makanan asli Korea. Choi Daniel, yang duduk di sebelahnya, juga makan dengan bahagianya. Dia tidak pernah makan makanan khas Korea di tempat sebagus ini.
Kim So Eun sempat tersenyum kecil melihat gaya makan Choi Daniel yang superlahap. Sambil memperhatikan, tangannya memutar-mutar gelas teh hangatnya tiga kali, lalu berhenti, memutar tiga kali lagi, lalu berhenti lagi.
Bersambung…
wahahaahah waduh konyoL banged ya..
BalasHapus>> Kim So Eun mempunyai ‘peraturan’ untuk tidak makan di tempat umum, tidak makan dengan orang lain, tidak makan di rumah orang lain, dan tidak menggunakan peralatan makan orang lain.
(BUMi GoNjang GanJing KalO AQ paKe FalsaFah si SoEun!! MAKAN itu untuk HIDUP..anywhere everywhere AQ embad daH..wkwkwkwk!!)
IDE CERITA-mu maLah gak Ada Mati-nya ThoR..FF Yg ini justru UNIK SANGAD..Lucuuu karna KonyoL skaleee...
>> Gak KebayaNg KaLo AQ dapat Virus RItuaL 3 waktu Nyusun SkriPsi...waaaaaaaaa..MENAKUTKAN <<hahaha