Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 14 Juli 2011

Ritual Tiga (Chapter 9)



Dada Kim So Eun bergemuruh melihat Kim Bum mendekatinya. Dia sama sekali tidak ingin lagi berada di dekat Kim Bum. Dia berpotensi besar menyebabkan Kim Bum mendapat celaka dan dia tidak ingin Kim Bum celaka.

Kim So Eun tercekat, kaget menyadari pemikirannya barusan. Dia tidak ingin Kim Bum celaka, apakah dia mulai... peduli pada Kim Bum? Kalau begitu, berarti dia sama sekali tidak boleh berada di dekatnya. Semua orang yang dekat dengannya akan berpotensi mendapat kecelakaan. Lihat saja kedua orang tuanya....

Kim So Eun segera bangun dari duduknya. Beranjak pergi sambil membawa setumpuk berkas yang tebal. Kim So Eun berbelok dan berhenti. Dia memperhatikan Kim Bum. Wajah lelaki itu bingung, sekilas terlihat seperti... terluka. Kim So Eun menahan kuat keinginannya untuk mendekati Kim Bum. Ini demi keselamatan lelaki itu sendiri.

Kim So Eun masih tetap memperhatikan. Kali ini Tn. Song Seung Hun datang dan mereka berdua berbincang-bincang sebentar. Kim Hyun Joong datang, berbincang sebentar dengan Kim Bum, kemudian mereka berdua turun. Kim So Eun sedikit heran, mengapa Jung So Min tidak ikut? Kim Bum melewati meja kerja Jung So Min tanpa menoleh sedikit pun. Jung So Min juga tampak pura-pura sibuk, seolah juga menghindar dari Kim Bum.

Ketika pintu lift sudah menutup, Kim So Eun baru keluar dari tempat persembunyiannya. Pintu lift sudah menutup, sama seperti hatinya yang harus ditutup juga.

”Kim So Eun...,” Han Hyo Joo, seorang rekan kerjanya, memanggilnya. ”Kau dipanggil Tn. Song Seung Hun.” Han Hyo Joo memicingkan matanya. ”Kenapa hari ini rambutmu digelung lagi? Kemarin kau kelihatan cantik, ketika rambutmu digerai...,” puji Han Hyo Joo.

Kim So Eun hanya tersenyum tipis, tidak membalas perkataan Han Hyo Joo. Dia meletakkan berkas di mejanya, lalu menemui Tn. Song Seung Hun.

”Tn. Song Seung Hun mencari saya?” tanya Kim So Eun, begitu masuk ke dalam ruangan Tn. Song Seung Hun.

Tn. Song Seung Hun mengangguk. ”Ada apa dengan kau dan Kim Bum?”

Kim So Eun terkesiap. Tidak menyangka Tn. Song Seung Hun akan bertanya tentang Kim Bum.

”Tidak ada apa-apa antara ... antara kami,” Kim So Eun merasa jengah menyebut kata ‘kami’.

”Sampai kapan kau mau menutup diri seperti ini?”

Kim So Eun menatap Tn. Song Seung Hun. Ada sorot perhatian dalam pandangan mata Tn. Song Seung Hun, pamannya sendiri.

Kim So Eun berusaha menjawab, ”Sampai...,” dia menghela napasnya, tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Dia menggeleng pelan.

”Kecelakaan yang mengakibatkan kematian kedua orang tuamu bukanlah kesalahanmu, Kim So Eun,” ujar Tn. Song Seung Hun, bijaksana.

”Saya permisi dulu, Tn. Song Seung Hun.”

Kim So Eun tidak tahan lagi melanjutkan pembicaraan tentang kedua orang tuanya. Masih terlalu menyakitkan baginya.

Kim So Eun kembali ke mejanya. Jung So Min menghampirinya dengan wajah masam.

”Kim Bum memintamu untuk menghubungi PT. Namchoseon dan PT. Shinhwa. Buat janji untuk besok siang,” ujarnya.

”Kenapa aku? Bukannya kau sekarang adalah personal assistant-nya Kim Bum?” tanya Kim So Eun, heran.

”Tanya saja kepadanya langsung!” ujar Jung So Min ketus, lalu beranjak pergi dari meja Kim So Eun.

Kim So Eun heran dengan sikap ketus Jung So Min. Bukankah Jung So Min sangat mengharapkan bisa menjadi personal assistant Kim Bum?

Kim So Eun mengangkat bahu, lalu menghubungi dua customer yang diminta Jung So Min. Dia menuliskan pesan untuk Kim Bum dan meletakkannya di meja Kim Hyun Joong.

Sore hari, ketika dia sudah tiba di rumahnya, dia melihat sosok seseorang sedang menunggunya di pekarangan rumah kecilnya. Mata Kim So Eun memicing. Dia kedatangan tamu? Dia tidak pernah kedatangan tamu. Siapa yang bertamu malam-malam begini?

Kim So Eun turun dari mobilnya dan membuka pintu pagar.

”Hai, Kim So Eun....”

Kim So Eun terkesiap. Kim Bum menunggunya di sana....

Kim So Eun tampak terkejut melihat kehadirannya, tapi Kim Bum tidak mau mundur lagi. Kalau Kim So Eun menghindarinya di kantor, maka dia akan menemuinya di rumah!

“Untuk apa Anda ke sini, Tn. Kim Bum?” tanya Kim So Eun. Wajahnya kaku tanpa senyum. “Apa yang Anda inginkan?”

“Apakah saya tidak boleh masuk dulu?”

Kim So Eun tampak ragu, namun kemudian tangannya terulur membuka pintu rumahnya. Dia menggesekkan kakinya tiga kali – sempat melirik Kim Bum sebentar, seolah ingin tahu bagaimana reaksi lelaki itu – lalu masuk ke dalam rumahnya.

Kim Bum ikut masuk. Mendapati rumah yang bersih, cemerlang, dan, hmm... Kim Bum menghirup napas, bau cairan antiseptik. Jadi rumah Kim So Eun antikuman juga?

”Kau sudah tidak apa-apa lagi?” tanyanya, sambil menatap Kim So Eun.

Kim So Eun tidak menjawab. Lingkar di bawah matanya tampak kehitaman. Sepertinya gadis itu tidak tidur semalaman.

”Kau tidak tidur, ya?”

”Saya menyelesaikan laporan kunjungan kemarin.”

”Sampai tidak tidur? Saya kan sudah bilang laporan itu boleh kau serahkan sore tadi. Kenapa kau sampai mengorbankan waktu tidurmu?”

Kim So Eun tidak merespons pernyataan Kim Bum. ”Saya sudah menghubungi PT. Namchoseon dan PT. Shinhwa. Saya bukan personal assistant Anda lagi. Harap lain kali, Anda memberikan tugas tersebut kepada Jung So Min.”

”Kim So Eun...,” Kim Bum meremas rambutnya dengan gusar. ”Kenapa kau jadi bersikap seperti ini kepadaku? Aku tidak pernah melakukan kesalahan apa-apa kepadamu, ’kan?”

Kim So Eun diam saja. Tidak menjawab.

”Kalau semua ini karena kecelakaan kemarin, aku....”

Kim So Eun berjalan ke arah pintu dan membukanya lebar-lebar.

“Tidak ada lagi yang dapat kita bicarakan, Tn. Kim Bum. Saya harap Anda segera keluar!”

Kim Bum menarik tubuh Kim So Eun. Memaksanya duduk dan mengunci kedua pergelangan tangannya.

“Kecelakaan kemarin bukanlah kesalahanmu, Kim So Eun!” ujarnya, dengan tegas. Kim Bum merasakan napas Kim So Eun mendesah ketakutan. Mata Kim So Eun terbelalak lebar, tapi Kim Bum tidak melepaskannya. “Itu sama sekali bukan kesalahanmu!”

Kim So Eun memberontak, tapi Kim Bum malah mempererat cengkeramannya.

“Coba ingat-ingat, sebelum tabrakan terjadi, kau sedang apa?”

Kim So Eun memejamkan matanya kuat-kuat. Kelopak matanya bergetar.

”Ayo, jawab Kim So Eun!” Kim Bum menuntut.

”Aku... aku sedang melihat ke jendela.

“Apa yang menabrak mobil kita kemarin?”

Kim So Eun bergerak-gerak gelisah, tetapi Kim Bum tidak mau melepaskan cengkeramannya.

”Jawab Kim So Eun. Apa yang menabrak mobil kita kemarin?” Kim Bum mengguncang tubuh Kim So Eun.

”Mo... motor.” Kim So Eun mengalah. Dia menjawab.

“Apa kau kenal dengan pengendara motor yang menabrak mobil kita?!”

Kim So Eun, masih memejamkan matanya, menggeleng lemah.

”Tabrakan kemarin adalah kesalahan si pengendara motor! Sama sekali bukan kesalahanmu! Kau dengar itu, Kim So Eun? Tabrakan yang dialami kedua orang tuamu juga bukanlah kesalahanmu! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri!”

Kim So Eun menggeleng kuat-kuat.... Tubuhnya bergetar hebat!

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...