Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 26 Juli 2011

The Right Man (Chapter 12)



"Kenapa baru datang sekarang?!" Pedas sekali sambutan Dokter Song Seung Hun begitu Kim So Eun melangkah masuk ke kamar prakteknya. Lebih-lebih setelah memeriksa benjolan di ketiak kirinya itu. "Tumor di payudara kirimu sudah satu setengah kali lebih besar. Sudah ada penjalaran ke kelenjar getah bening ketiak sesisi. Kemungkinan tumormu sudah masuk stadium dua. Padahal dua tahun yang lalu masih stadium satu. Kalau dioperasi saat itu, prognosis*)-mu jauh lebih baik."

*)Prognosis > ramalan tt peristiwa yg akan terjadi, khususnya yg berhubungan dng penyakit atau penyembuhan setelah operasi

"Berapa lama lagi, Dokter?" tanya Kim So Eun lirih.

"Jangan tanya berapa tahun lagi!" bentak Dokter Song Seung Hun marah. “Tanya dirimu sendiri, kau mau sembuh atau tidak!"

"Sekarang saya menyerah, Dok."

"Harus diperiksa dulu apakah sudah ada metastasis*) jauh atau belum. Sampai sebegitu jauh, dengan palpasi*) saya belum menemukan anak sebar pada kelenjar limfe di leher maupun di payudara kananmu. Tetapi kalau pada pemeriksaan ditemukan metastasis jauh di organ lain, itu berarti tumormu sudah masuk stadium empat. Operasi pun percuma saja."

*)Metastasis : (1) Kim perubahan dr suatu keadaan (wujud, bentuk, dsb) kpd keadaan (wujud, bentuk, dsb) yg lain; (2) Dok perpindahan penyakit dr bagian tubuh yg satu ke bagian tubuh yg lain

*)Palpasi : pemeriksaan dng jalan meraba.

Dokter Song Seung Hun menulis beberapa surat permintaan pemeriksaan.

"Bawa ini ke bagian Radiologi. Ini permintaan foto rontgen dan scanning. Tumormu akan saya biopsi lebih dulu. Baru nanti kita tentukan apakah tumormu masih dapat dioperasi atau tidak. Minggu depan kau harus menemui saya lagi untuk mengetahui hasilnya."

"Secepat itu, Dok?" gumam Kim So Eun gugup.

"Mau tunggu sampai kapan lagi? Sampai kanker itu bermetastasis ke seluruh tubuhmu dan dokter-dokter tidak sanggup lagi membedahmu karena sudah tidak ada harapan?"

"Saya harus-berunding dulu dengan anak-anak."

"Sudah dua tahun kau punya waktu untuk berunding! Sekarang sudah tidak ada waktu lagi! Kita sedang berlomba dengan maut!"

* * *

Mula-mula Kim So Eun tidak tahu dari mana harus mulai memberitahu anak-anaknya. Tetapi malam itu, sepulangnya dari Dokter Song Seung Hun, Kim Yoo Jung-Iah yang membuka jalan.

Dengan tidak disangka-sangka, anaknya yang baru berumur tujuh, tahun itu bertanya begini,

"Ibu, apa artinya kanker?"

"Itu nama penyakit, Kim Yoo Jung," sahut Kim So Eun setelah berhasil menenangkan dirinya.

Penyakit?" belalak Kim Yoo Jung terkejut, “Penyakit yang ada di tubuh Ibu?"

"Kau tahu dari mana?” Tanya Kim So Eun hati-hati.

“Dari buku Ibu." sahut Kim Yoo Jung polos.

"Siapa lagi yang tahu? Baek Suzy Eonni?"

"Tidak ada. Cuma aku. Kalau sakit, kenapa Ibu tidak ke dokter? Ibu takut disuntik, ya?"

"Ibu tidak takut disuntik, Kim Yoo Jung." Kim So Eun tersenyum pahit. "Ibu cuma takut dokter tidak dapat menyembuhkan penyakit Ibu."

"Dokter tidak bisa?" Kim Yoo Jung ternganga heran. Matanya terbuka lebar. “Tuhan juga tidak bisa, Bu?"

“Tuhan bisa, Sayang," bisik Kim So Eun lirih. "Asal Dia mau."

“Tuhan pasti mau." teriak Kim Yoo Jung lega. Gembira. "Kata Guruku, Tuhan Mahabaik, Bu!"

Kim So Eun menggigit bibir. Menahan air matanya agar tidak menitik ke luar.

"Guruku bilang, asal kita berdoa, Tuhan pasti mengabulkan permintaan kita, Bu."

"Gurumu bilang begitu?" gumam Kim So Eun asal saja Cepat-cepat dipalingkannya wajahnya agar Kim Yoo Jung tidak melihat air matanya.

"Nanti Aku doa untuk Ibu, ya? Supaya Ibu cepat sembuh! Tuhan pasti mendengar doa-ku kan, Bu? Tuhan kan sayang pada anak-anak!"

"Ya, Kim Yoo Jung." Kim So Eun menyusut air mata yang telah mengalir ke pipinya, Ketika Kim Yoo Jung melihat ibunya menangis, dia meletakkan pensilnya. Dan merayap naik ke pangkuan ibunya.

"Jangan menangis, Bu," katanya sambil menghapus air mata yang mengalir ke pipi ibunya dengan jari-jarinya yang mungil. "Tuhan pasti suntik Ibu supaya sembuh. Kalau Ibu tidak sembuh, Aku tidak mau lagi jadi anak Tuhan!"

"Tuhan tidak bisa dipaksa, Kim Yoo Jung," sahut Kim So Eun sambil tersenyum pahit. "Dia lebih tahu mana yang baik bagi kita. Kau serahkan saja semuanya pada kehendak Tuhan, ya?"

Kim Yoo Jung menyentuh dahi ibunya dengan serius. Begitu yang sering dilihatnya dilakukan Ibu kalau Kim Yoo Bin sakit.

"Aneh," desahnya bingung. Dahinya berkerut seperti sedang berpikir keras. "Ibu tidak panas! Apa Ibu sudah sembuh?! Doaku sudah dikabulkan Tuhan!"

Tak tahan lagi Kim So Eun memeluk anaknya sambil menangis. Lee Young Yoo yang tiba-tiba muncul di ruang makan langsung menegur dengan agak kesal.

"Kim Yoo Jung nakal lagi, Bu? Tidak mau membuat PR?"

"Huu! PR-ku sudah selesai!" kata Kim Yoo Jung sambil menunjuk buku PR-nya di atas meja makan.

"Kenapa Ibu menangis?"

"Ibu sakit!" sahut Kim Yoo Jung cepat-cepat.

"Sakit?" Lee Young Yoo tercengang menatap ibunya, "Ibu sakit? Sakit apa, Bu?"

"Kanker," jawab Kim Yoo Jung lagi.

Lee Young Yoo memandang ibunya dengan sedih.

"Sakit sekali, Bu?" tanyanya hampir menangis "Di mana yang sakit? Aku usap-usap ya, Bu?"

"Tidak, Sayang." Kim So Eun membelai pipi Lee Young Yoo dengan lembut. "Tidak terasa apa-apa."

"Aku belikan obat ya, Bu? Obat apa?"

Cepat-cepat Kim Yoo Jung menyebutkan nama obat yang sering dilihatnya di televisi.

"Katanya obat itu bisa menyembuhkan semua penyakit!"

"Bodoh!" potong Lee Young Yoo kesal. "Itu kan obat gosok! Ibu harus disuntik, tahu tidak?"

"Kau yang bodoh!" balas Kim Yoo Jung sengit. "Obat suntik tidak dijual di televisi!"

"Sudahlah, jangan bertengkar," bujuk Kim So Eun lunak. "Kalau kalian berdua sayang Ibu, tidak boleh bertengkar lagi, ya?"

"Kim Yoo Jung yang duluan, Bu!"

"Suatu hari nanti, kalau tugas Ibu di dunia sudah selesai, Ibu harus pergi meninggalkan kalian. Kalau kalian selalu bertengkar, kepada siapa harus minta tolong kalau ada kesulitan?"

"Ibu mau pergi ke mana?" belalak Kim Yoo Jung heran.

"Ke tempat yang sangat jauh, Kim Yoo Jung."

"Aku boleh ikut? Naik pesawat terbang?"

Kim So Eun terpaksa tersenyum. Kim Yoo Jung memang lucu. Kata-katanya selalu membuat orang gemas. Dicubitnya pipi Kim Yoo Jung yang dengan lembut.

"Tidak, Kim Yoo Jung, Tidak naik Pesawat terbang. Dan kau tidak boleh ikut, karena kau masih kecil!”

"Kalau begitu tunggu sampai Aku besar! Aku mau ikut Ibu!"

Diam-diam Kim So Eun menyembunyikan tangisnya. Ya, seandainya dia boleh menunggu sampai anak-anaknya besar! Tetapi, Tuhan... dapatkah Kau menunggu?

"Makanan datang!" Park Ji Yeon yang baru masuk menuntun sepedanya menunjukkan bungkusan Bulgogi*) pada adik-adiknya.

*)Bulgogi (불고기): potongan daging sapi yang dipanggang dengan kecap, minyak wijen, bawang putih, bawang bombai dan lada hitam. Bulgogi berarti "daging api". Variasinya: daging babi (dwaeji-bulgogi), ayam (dak-bulgogi), dan sotong (ojingeo-bulgogi).

"Horee!" Melupakan penyakit ibunya, Kim Yoo Jung langsung melompat memburu bungkusan di tangan kakaknya.

"Eit! Tunggu dulu!" Park Ji Yeon mengangkat bungkusannya tinggi-tinggi. "Kita makan sama-samai Jangan seperti dulu, selesai mandi aku cuma kebagian bumbunya saja!"

"Baek Suzy mana, Park Ji Yeon?" tanya Kim So Eun ketika tidak melihat anaknya yang satu lagi. Tadi sore mereka pergi berdua.

"Masih di depan, Bu. Botol minyak gorengnya bocor."

"Bantu kakakmu, Lee Young Yoo," perintah Kim So Eun kepada anaknya. "Kim Yoo Jung, bantu Ibu menata meja makan, ya? Kalau Park Ji Yeon sudah mandi, kita makan sama-sama."

Bersambung…


Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9
Chapter 8
Chapter 7
Chapter 6
Chapter 5
Chapter 4
Chapter 3
Chapter 2
Chapter 1
Prolog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...