Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 06 Juni 2011

Soulmate (Chapter 8)



Lee Min Ho menyalakan radio. Hampir semua saluran menyiarkan berita yang sama. Semua orang memburu Kim Bum. Dan, semua berita bertanya, di mana Kim Bum?

“Akhirnya, Kim Bum kena batunya?” Lee Min Ho mengomentari.

“Maksudmu apa?” Kim So Eun terenyak kaget.

“Kau tidak lihat? Semua proyek besar di negeri ini diambilnya.”

“Pasti karena mendapat dukungan pemerintah juga, ‘kan? Jadi dia tidak salah sendirian?”

Entah kenapa tiba-tiba Kim So Eun ingin sekali membicarakan Kim Bum. “Harusnya, semua pejabat yang terlibat juga ditangkap.”

“Masalahnya, sekarang bukan korupsi yang dituduhkan, tapi pembunuhan.”

“Kim Bum tidak mungkin membunuh.”

Kim So Eun kaget dengan jawaban dirinya sendiri.

“Kurasa juga tidak.” Jawaban Lee Min Ho sangat mengejutkan. “Pasti ada konspirasi atau sesuatu yang sedang terjadi di negeri ini.”

“Kau seperti detektif saja.” Kim So Eun tertawa, sambil mengambil koran di jok belakang dan membukanya. Wajah Kim Bum menempati hampir seperempat lebar koran Kim So Eun merasa dadanya sakit sekali. Tadi malam wajah ini begitu dekat denganku.

“Kau juga tertarik dengan berita itu?” Lee Min Ho menoleh sekilas.

“Aku tidak tertarik pada properti, politik, atau apalah. Kita bekerja di dunia intertainment. Jadi, aku rasa....”

“Sebenarnya, kasihan juga Kim Bum. Dia menjadi korban kerakusan para koruptor.”

“Kau kelihatannya kenal betul dengan buronan itu.”

“Pamanku salah satu rekannya dalam proyek-proyek besar.”

“Lalu?”

“Kenapa kau jadi tertarik?”

“Naluri manusia, membicarakan hal yang sedang in.”

“Sebenarnya, yang dekat dengan orang-orang pemerintah itu memang Ahn Suk Hwan, mertuanya itu. Dia yang melobi hampir semua proyek besar di Korea untuk menantunya. Kalau kita perhatikan, setiap kali sebuah proyek didapat oleh Ahn Suk Hwan, ada saja pejabat yang mobil mewahnya bertambah atau istri-istri pejabat yang keluyuran ke luar negeri.”

“Kenapa kau tidak membuat acara di televisi dengan program government gossip atau apalah?”

“Ini serius, Nona.” Lee Min Ho menoleh, sambil tersenyum.

“Lalu, apa kaitannya dengan Kim Bum?”

“Menurut kabar burung, Kim Bum sebenarnya sudah tidak lagi mau mengerjakan proyek-proyek mertuanya. Kabarnya, dia malah akan mundur dan berbisnis sendiri secara kecil-kecilan.”

Kim So Eun merasa sedikit lega.

“Tidak ada yang ingin Kim Bum mundur, kecuali para saingannya. Figur Kim Bum adalah maskot bagi proyek-proyek besar, terutama bagi penyedia proyek-proyek pemerintah. Ahn Suk Hwan sangat bermurah hati pada orang-orang yang bisa menggolkan tender untuknya. Baginya, Kim Bum adalah mesin penghasil uang.”

“Kau benar-benar mengenalnya, ya? Bagaimana liputanmu tentang tuduhan pembunuhan Kim Bum?”

Lee Min Ho memandangnya sekilas, seperti sedang berpikir sesuatu.

“Pasti saingan bisnisnya ingin menggantikan maskot properti. Kasus Ahn Suk Hwan adalah bumbu terbaik untuk melenyapkan Kim Bum.”

“Kalau memang Kim Bum tidak membunuh, kenapa dia harus lari? Tidak menyerahkan diri saja untuk berlindung di kepolisian.”

“Kau ini memang lugu. Orang yang dinyatakan buronan lalu menyerahkan diri, itu sama saja mengaku bersalah. Atau, mungkin dia berpikir malah masuk ke sarang musuh. Pejabat-pejabat hukum kan ada juga yang bekerja sambilan menjadi kontraktor.”

Kim So Eun berusaha mencerna semua kata-kata Lee Min Ho, benar untuk pandangan umum. Tapi, apa benar seperti itu? Atau, memang Kim Bum membunuh? Kim So Eun melihat ke spion lagi. Mobil merah itu masih terus di belakangnya, padahal mobil itu bisa mendahului mobil Lee Min Ho yang berjalan perlahan.

Dari mana uang yang ada di tabunganku? Orang salah transferkah? Siapa Song Seung Hun sebenarnya?

Kim So Eun berusaha tenang sebisa mungkin saat makan siang dengan teman-teman Lee Min Ho. Tapi, tetap saja sepanjang makan siang, matanya tidak berhenti menyapu ruangan restoran yang sangat luas itu. Kim So Eun merasa ada banyak orang memperhatikan dirinya.

“Astaga, Lee Min Ho, aku lupa.” Kim So Eun menahan tangan Lee Min Ho yang siap menyalakan mesin mobil. “Aku harus mengambil uang untuk Jung So Min. Kau mau ikut turun atau mau menungguku sebentar?”

“Kau ke ATM dulu saja, aku bawa mobil ke lobi.” Lee Min Ho tersenyum. “Jangan lama-lama, ya.”

“Baiklah.”

Kim So Eun secepatnya turun mobil dan menuju pintu masuk kembali ke dalam mal. Ketika itulah sebuah ledakan besar terjadi, mobil Lee Min Ho meledak....

Kim So Eun merasa dirinya terpental membentur tembok dan berbenturan dengan beberapa orang lain. Dia ingin menjerit dan berlari mendekat, tapi instingnya membisikkan lain. Kim So Eun berjalan cepat masuk mal setenang mungkin dan menarik uang ATM semaksimal tarikan tunai dan keluar mal dengan cepat. Kim So Eun melirik berkas tarikan. Sisa uangnya masih sangat banyak.

Kim So Eun menyandarkan tubuhnya setengah tidur di jok belakang taksi dengan memegangi telinganya yang terus berdengung. Bukan hanya karena suara ledakan, tapi karena benturan ke tembok yang membuat Kim So Eun merasa kepalanya terus berdenyut.

“Terima kasih.” Kim So Eun mengulurkan uangnya dan pergi secepatnya sebelum sopir taksi mengembalikan sisa uang argo. Ia masuk apartemennya dengan tergesa, membuka lemari pakaiannya, dan mencari tas untuk mengepak pakaian.

“Jung So Min, cepat kau keluar kantor dan jemput aku di apartemenku. Sekarang!” Kim So Eun berteriak di telepon. “Nanti saja aku ceritakan.”

Tak sampai setengah jam, Jung So Min sudah datang. Seperti biasa dengan koran tentang pengejaran Kim Bum. Kim So Eun menceritakan semua kejadian dari awal datangnya Kim Bum sampai meledaknya mobil Lee Min Ho.

“Ya, ampun! Untuk sementara kau tinggal di tempatku saja. Paling tidak, rumahku lebih aman.”

“Ya.” Kim So Eun mengikuti Jung So Min masuk ke mobilnya dan....

“Tunggu.” Kim So Eun mencegah Jung So Min menyalakan mesin mobil. “Kita naik taksi saja.”

Jung So Min menjerit kecil dan keluar mobil dengan cepat, naik lagi ke tangga atas. Sepanjang jalan, mereka terus diam sampai di rumah Jung So Min yang bergerbang tinggi dan dijaga satpam.

Paling tidak selama seminggu atau dua minggu ini aku bisa tenang....

Ini sudah lebih dari dua bulan sejak kematian Lee Min Ho. Tidak sedikit pun namanya ikut disebut-sebut terlibat kecelakaan itu. Mungkin, tidak ada orang yang memperhatikan dia keluar dari mobil Lee Min Ho sebelum peledakan. Tapi, Kim So Eun tetap merasa bahwa dia terus diikuti orang.

Kim So Eun turun pesawat dengan tergesa. Jadwal keberangkatan pesawat yang sering diubah seenak-enaknya oleh maskapai membuatnya dongkol setengah mati. Sampai pintu keluar, Kim So Eun secepatnya masuk taksi dan melesat pergi. Sudah terlambat satu jam jadwal pertemuan dengan kliennya. Rasanya, Kim So Eun ingin sekali berbalik saja. Tapi, grup musik ini bisa marah dan membatalkan kontrak konsernya, kalau dia benar-benar tidak datang. Lebih lagi, Kim Hyun Joong akan mengoceh sepanjang hari.

Kim So Eun menghentikan taksi dan memandang ke sekeliling. Gwangju tidak berubah secepat Seoul, tapi nyaman untuk pebisnis-pebisnis entertainment seperti perusahaannya. Tingkat kolusinya jauh lebih rendah, bahkan dibanding beberapa kota besar lain.

“J.Tune Music?” Kim So Eun mengeluarkan tanda pengenalnya pada petugas security di lobi gedung mewah ini.

“Lantai dua belas, kiri.” Satpam itu mengangguk simpatik.

Hanya perlu setengah jam untuk membuat direktur itu setuju dengan angka kontraknya. Kim So Eun merasa lift ini lambat sekali, masih ada janji dengan gedung pertunjukan dan pihak berwajib untuk permohonan izin. Semua sudah lewat waktu dari yang sudah dijanjikan.

“Taksi!” Kim So Eun melambaikan tangannya di lobi.

Sebuah taksi perlahan mendekat. Kim So Eun dengan cepat membuka pintu taksi dan duduk dengan terburu-buru. Barisan anak remaja yang lewat di depannya benar-benar membuatnya lebih terlambat lagi.

Tiba-tiba Kim So Eun melihat seseorang yang seperti pernah dilihatnya, melirik padanya dari luar. Pria itu melihatnya dan seperti tersenyum padanya, lalu menghilang dalam kerumunan remaja yang terburu-buru masuk ke bus di halaman gedung.

Sedetik kemudian, taksi di depannya meledak, terpental keluar lobi....

Kim So Eun duduk lemas di dalam kamar hotelnya. Mereka memburuku. Tapi, siapa? Kim So Eun membiarkan saja kepalanya berdenyut hebat. Lee Min Ho sudah mati karenanya. Sekarang seorang lagi tanpa sengaja menggantikan dirinya mati.

Telepon di meja kecil berkedip. Kim So Eun menekan tombol speaker.

“Ya?”

“Maaf, Nona, telepon dari Nn. Jung So Min? Apakah Anda mau terima?”

Jung So Min? Kim So Eun mengernyitkan keningnya. Kim So Eun menggeretakkan giginya, dan tangannya menjadi sangat gemetar.

“Tolong bilang, saya belum kembali dari luar. Terima kasih.”

Bagaimana Jung So Min tahu aku menginap di hotel ini?

Kim So Eun dengan cepat menengok ke pintu yang berbunyi. Kim So Eun tak menjawab, tidak membukanya. Perasaannya berkecamuk hebat, ada apa sebenarnya? Di mana Song Seung Hun yang akan melindunginya? Di mana Kim Bum?

Kim So Eun terkejut melihat laptopnya berkedip-kedip.

Kim So Eun membukanya dengan cepat, tidak ada alamat pengirim. ‘Ada tiket pulang di lobi hotel. Segera tinggalkan Gwangju. SSH.’ Song Seung Hun?

Kim So Eun dengan cepat mengemasi barang-barangnya dan turun tergesa ke lobi. Dia membayar dengan tunai dan membuka pintu taksi. Sebelum taksi bergerak, Kim So Eun menangkap sosok Song Seung Hun di belakang petugas security di balik kaca lobi, tersenyum, sambil mengangguk padanya.

Kim So Eun terus memutar otak. Siapa sebenarnya Song Seung Hun? Tapi, bagaimanapun, dia satu-satunya orang yang Kim So Eun percaya saat ini. Kim Bum pasti tidak akan mencelakakan dirinya. Dia tahu dan Kim Bum tahu, Kim So Eun mencintai Kim Bum lebih dari siapa pun. Kim Bum juga mencintai Kim So Eun jauh lebih besar lagi....

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...