Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 14 Juni 2011

Cinta Yang Terpilih (Chapter 6-Tamat)



Akhir

Kim So Eun membuka mata. Secercah cahaya matahari sore menerobos tirai jendela yang terbuka. Cahaya itu menyentuh lembut mata Kim So Eun, mengakhiri tidur siang gadis itu.

Perlahan Kim So Eun mengumpulkan kesadaran diri. Cukup lama juga dia tertidur, sekarang sudah menjelang petang. Sebentar lagi kapal akan berlabuh di pelabuhan terakhir, Breakdawn. Jadi, dia harus segera berkemas.

Baru saja disibakkannya selimut ketika dilihatnya ada sesuatu di atas bantal. Seikat bunga rumput dengan pita putih. Sederhana rangkaian itu, namun begitu menyentuh hati. Kelopak bunganya yang mungil tampak segar dengan percikan air. Ada sehelai kartu yang menyertainya. Kim So Eun membaca kartu itu tanpa suara.

Terima kasih.
Hari-hari bersamamu sungguh mengesankan.
Selamat tinggal.
(Kim Bum)

Kim So Eun mengedarkan pandang meneliti kamar. Segala sesuatunya telah rapi. Jadi benar, Kim Bum telah berkemas dan pergi. Tanpa sadar digigitnya bibir. Pedih menekan ulu hati. Lalu, entah dari mana datangnya, ada rasa kehilangan yang menyergap. Semalam rasa itu sudah melukainya, tak disangka hari ini pun ia harus kembali merasakan luka itu. Bedanya, semalam ia telah siap. Tapi, kehilangan yang sekarang ini menyerangnya, sama sekali tidak ia duga. Dia, Kim Bum, menorehkan luka yang baru.

Kim So Eun mengambil sesuatu dari tas. Lembar foto mereka waktu di Twilight tempo hari. Mereka bertiga di dalam foto itu. Kim Bum, Kim So Eun, dan Britney. Masing-masing dengan ekspresi bahagia, tawa yang lepas. Sekilas tampak seperti sebuah keluarga muda yang sempurna. Suami, istri, dan seorang anak balita yang manis.

Kim So Eun menghela napas, menyimpan kekecewaan di lubuk hati. Pedih menekan ulu hatinya. “Kau belum mendengar impianku yang satu ini,” katanya, sendirian, “bahwa telah kumiliki satu tujuan, yaitu mewujudkan kebahagiaan seperti dalam foto ini. Aku ingin bertemu seseorang dan bersamanya menemukan Britney-ku sendiri. Seseorang yang bersama diriku bisa saling memiliki secara utuh penuh….”

“Ya… ya, kau pergi terlalu dini, Kim Bum. Meninggalkan satu bagian cerita yang belum selesai. Ah, sudahlah….” Kim So Eun mengakhiri kekecewaannya. Ditumbuhkannya sedapat mungkin semangat dalam dirinya. Dengan segera ia bangkit dan berkemas. Daratan sudah dekat, di depan mata.

Antrean panjang terjadi di tangga kapal. Masing-masing penumpang ingin segera sampai di dermaga. Begitu banyak tangga tersedia, namun semuanya penuh dengan antrean yang berdesakan.

Kim So Eun menghentikan langkah. Dia tidak ingin terbawa dalam arus itu. Dia tidak harus mengejar sesuatu, masih ada banyak waktu tersisa untuk dirinya. Karena itu, segera didorongnya travel bag ke arah lain, melepaskan diri dari arus yang berdesakan itu. Dicarinya tempat leluasa untuk menikmati hembusan angin laut di saat-saat terakhir.

Baru beberapa menit menikmati desiran angin, nalurinya mengatakan, bahwa ada seseorang sedang mengawasinya. Kim So Eun menoleh, mencari arah tatapan itu. Detik itu juga, Kim So Eun tertegun. Jantungnya berdesir mendadak. Perlahan, namun semakin lama semakin keras degubnya. Kim Bum berdiri di ujung koridor kapal!

“Hai,” sapa Kim Bum, melangkah mendekat.

“Hai,” balas Kim So Eun, mengendalikan desiran hati. Mereka seperti dua orang asing yang baru saling mengenal. Tiba-tiba Kim So Eun teringat sesuatu. Ditunjuknya rangkaian bunga rumput dalam genggamannya, “Bungamu, terima kasih.”

“Kau suka?”

“Ya,” Kim So Eun mengangguk.

“Bunga sederhana,” kata Kim Bum, pelan. “House keeping tak lagi punya persediaan bunga di hari terakhir pelayaran, hanya itu yang tersisa. Itu pun harus kusimpan di lemari pendingin supaya tidak layu. Jadi, jangan bandingkan dengan mawar cantik tempo hari yang kau terima dari Lee Min Ho!”

“Aku suka bunga rumput,” Kim So Eun menghentikan kalimat Kim Bum, “bunga yang sederhana, tidak banyak menarik perhatian orang.”

“Benarkah?”

“Ya….”

Mata mereka bertemu sesaat lamanya. Masing-masing bagai ingin mengatakan sesuatu yang tak terungkapkan. “Kukira kau sudah turun dari kapal,” kata Kim So Eun kemudian, mengalihkan tatapan.

“Tadinya begitu. Tapi, aku berubah pikiran. Aku sengaja menunggumu,” Kim Bum tidak melepaskan tatapannya.

“Oh, ya?” desiran di hati Kim So Eun semakin kuat.

“Tidurmu begitu pulas, aku tidak sampai hati untuk membangunkanmu. Tapi, sesudah itu, aku jadi khawatir. Bagaimana kalau kau tidak terbangun dan terbawa lagi dalam pelayaran berikutnya?” Kim Bum tertawa kecil.

“Dan, bertemu teman sekamar yang baru?” Kim So Eun ikut tersenyum.

“Upss, jangan! Bertemu orang separah aku, satu kali cukuplah bagimu.”

“Sama, aku pun tidak ingin menjalani peran separah ini lagi.”

Keduanya menyimpan senyum dan tertawa bersama. Sejurus kemudian Kim Bum berkata pelan, ”Tapi, aku tidak menyesal. Aku bahagia bertemu denganmu, Kim So Eun….”

Pernyataan yang sangat mengejutkan akhirnya keluar dari mulut Kim Bum. Kim So Eun terpaku dalam diam. Dengan perasaan gamang, dia mendengar ucapan Kim Bum selanjutnya, “Ada yang ingin kukatakan, tepatnya kuminta, kalau kau tidak berkeberatan….”

“Apa?” Kim So Eun menahan debaran hatinya.

“Foto kita di Twilight tempo hari.”

“Untuk apa?” Kim So Eun tak mampu membendung rasa ingin tahunya.

“Aku…,” kalimat Kim Bum terhenti. Dia tampak kesulitan mengatakan sesuatu.

“Ya?” Kim So Eun menunggu.

“Britney…,” ucapan Kim Bum terhenti lagi. Ditariknya napas, berusaha keras menyusun kalimat. Perlahan kemudian dia melanjutkan kalimatnya, “Gadis kecil itu telah mengajarkan padaku arti penting sebuah tujuan. Bahwa adanya tujuan yang positif akan membuat kita melakukan hal-hal yang positif pula, membuat kita tahu apa yang seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Terus terang saja, selama ini tujuan yang kupunya tidak jelas, memberiku harapan semu….”

“Apa tujuan barumu, Kim Bum?” Kim So Eun memburu. Dia jadi semakin ingin tahu.

“Hmm, bagaimana aku harus mengatakannya padamu? Aku khawatir kau tidak akan suka mendengarnya.”

“Kenapa?” Kim So Eun mendesak.

“Karena, mmm… apakah kau benar-benar ingin tahu?” Kim Bum ragu-ragu.

“Ya!”

“Sekalipun kau tidak akan suka mendengarnya?”

“Mungkin….”

“Baiklah,” Kim Bum mengangkat bahunya. “Kalaupun itu akan membuatmu marah, itu hakmu, dan aku pantas menerimanya!”

“Katakan saja, Kim Bum. Ayolah…,” Kim So Eun makin penasaran.

Kim Bum terdiam sejenak. Ia tampak ragu. Setelah menarik napas panjang beberapa kali, akhirnya keluar juga kalimat dari mulutnya, “Foto itu memberiku semacam harapan, Kim So Eun. Andai saja, ya, andai saja kutemukan seseorang seperti dalam foto itu, yang mau berbagi beban hidup dan menghadirkan Britney-Britney kecil bagiku….”

Kim So Eun terpana. Keharuan dan keterkejutan menyergapnya dalam waktu yang bersamaan. Harapan dan impian itu, mengapa begitu mirip? Mungkinkah foto itu penyebabnya? Atau, doa tulus dari ibu Britney?

“Tapi, aku tahu, Kim So Eun. Aku bukan seorang pria yang terbaik untukmu. Aku tidak lebih baik dari Lee Min Ho,” gumam Kim Bum perlahan, nyaris tak terdengar.

“Aku tidak bisa memberikan foto itu padamu,” Kim So Eun menggelengkan kepala dan menahan getar suaranya.

“Kenapa?” Ada sinar kekecewaan di mata Kim Bum.

“Karena ternyata aku memiliki impian dan harapan yang sama denganmu!” Kim So Eun tak mampu lagi menahan getaran dan debaran hatinya.

Hening sesaat. Masing-masing kehilangan kata-kata.

“Kalau tujuan kita sama, mengapa kita tidak mencoba untuk bersama mewujudkannya, Kim So Eun?” tiba-tiba Kim Bum berkata lembut.

“Apa yang akan kita jalani tidak akan mudah, Kim Bum.”

“Ada pepatah mengatakan, seribu langkah pun tidak akan pernah sempurna bila tidak dimulai dengan langkah yang pertama, Kim So Eun.”

“Ya, benar juga. Dan, kita sudah memulainya selama empat hari,” Kim So Eun tersenyum tipis.

“Jadi?” Mata Kim Bum menyinarkan asa. Dan, itu segera ditangkap Kim So Eun.

“Mari kita selesaikan langkah selanjutnya bersama-sama, Kim Bum. Kau dan aku,” Kim So Eun tertawa lembut.

“Yap, kau dan aku!” Kim Bum ikut tertawa. Dia mengulurkan tangan dengan jemari terbuka. Kim So Eun menyambut uluran itu. Jemari mereka bersatu dalam genggaman erat.

Antrean di tangga kapal sudah usai. Jalan menuju dermaga lapang terbuka, menyambut langkah mereka.


TAMAT
Copyright Sweety Qliquers

1 komentar:

  1. Swiiiiittttttttttttyyyyyy...Ahhhhhhh Gud story..GiniAQ sukaaaaakkkkk!!Konfliiiik end Hepy ending 4ever after......Owwwwwww Bumsso-Q..hahaaha Tengkyu ThoR 4 Your naiZ epep..!1Bwt lg ya, yg beginian!!(KESIMPULAN)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...