Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 04 Juni 2011

Magic Girl (Chapter 3)



Perpustakaan adalah sahabat Kim So Eun. Salah satu bagian dari gedung sekolah yang paling akrab dengannya, setelah kelas dan laboratorium di urutan pertama dan kedua. Kadang Kim So Eun heran, mengapa teman-temannya sering kali menganggap sekolah sebagai suatu tempat yang mengerikan dan patut dijauhi. Bagi Kim So Eun sama sekali tidak. Malah cenderung kebalikannya.

Banyak yang bisa kuperoleh di tempat ini, pikir Kim So Eun. Bacaan bermutu, tambahan ilmu pengetahuan, dan suasana yang tenang dan tertib. Suasana yang jarang ditemuinya di ruang kelas, apalagi di kantin.

Kim So Eun memilih tempat duduk setelah mengambil sebuah buku yang telah lama ingin dibacanya. Bumi yang Subur karya Pearl S. Buck yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Korea. Sejak lama Kim So Eun ingin menyelesaikan buku itu, tapi ia tak pernah berani meminjamnya. Bukan karena tidak boleh oleh petugas perpustakaan, akan tetapi karena Kim So Eun yakin Ibu takkan setuju Kim So Eun membaca karya fiksi. Meskipun Pearl S. Buck bukan penulis sembarangan dan karyanya termasuk karya sastra, toh Ibu tak perduli.

Kim So Eun menghempaskan diri di atas kursi yang letaknya agak menyendiri di sudut ruang baca. Bagi Ibu, buku yang boleh dibaca adalah buku cetak, pengantar ilmu yang resmi dari Departemen Pendidikan.

80, 81, 82... ah... ini dia... Kim So Eun melanjutkan membaca halaman 83. Dan seperti biasa, ia pun lantas larut dalam apa yang dibacanya.

"Hei!" sebuah seruan mampir tiba-tiba di telinganya. Kim So Eun tersentak, dan rasanya bukan hanya Kim So Eun yang merasa kaget dengan seruan senyaring itu di ruang baca yang seharusnya tenang dan lenggang.

"Astaga... Kim Bum," desis Kim So Eun memegangi dadanya. Kacamatanya melorot.

Kim Bum hanya tersenyum. Sementara beberapa pasang mata menatap ke arah mereka dengan nada protes.

"Maaf... maaf," ujar Kim Bum perlahan sambil menatapi wajah-wajah kesal itu satu per satu. Lantas ia pun duduk di sebelah Kim So Eun.

"Keterlaluan kau, Kim Bum. Coba lihat... semua orang melihat ke arah kita!" tukas Kim So Eun setelah keterkejutannya mereda.

"Ah, biar saja... kurasa mereka hanya iri."

"Iri bagaimana?"

"Ya... melihat kau dan aku... berdua... mesra... eh, mesra mungkin tidak," canda Kim Bum. Mau tak mau bibir Kim So Eun pun mengukir sebuah senyum geli. Pemuda tampan satu ini memang kocak dan pandai mengambil hati siapa pun. Bagaimana gadis-gadis tak tergila-gila? Bagaimana ia tak menjadi dambaan setiap murid perempuan di sekolah ini?

"Tak ada pelajaran?" tanya Kim Bum. Mereka memang satu sekolah, tapi Kim Bum di kelas IPS, sedangkan Kim So Eun di kelas IPA.

Kim So Eun menggeleng.

"Tidak ada kerjaan?" tanya Kim Bum lagi.

"Tidakkah kau lihat aku sedang membaca?" Kim So Eun balas bertanya.

"Ya... maksudku pekerjaan lain selain membaca. Yang lebih mengasyikkan dan..."

"Bagiku satu-satunya pekerjaan yang mengasyikkan di sela waktu belajar adalah membaca," potong Kim So Eun.

"O ya? Ck... ck... ck..." Kim Bum memasang mimik serius, sehingga mereka berdua lantas tertawa sendiri dengan kekonyolan yang dilakukan Kim Bum barusan.

"Eh, Kim So Eun, ngomong-ngomong soal hobi, aku lebih suka menonton televisi atau mendengarkan musik," Kim Bum memancing pembicaraan.

"Mendengarkan musik..." Sesaat Kim So Eun teringat pada penyiar pujaannya.

"Ya... aku pun suka mendengarkan musik."

"O ya? Musik apa?"

"Musik apa?" Kening Kim So Eun berkerut sejenak. Ia tak pernah tahu jenis-jenis musik. Apa ya? Rasanya apa saja yang diputar oleh Mister DJ pasti disukainya.

"Jazz, pop, atau dangdut barangkali?"

"Aku tak tahu." Kim So Eun mengangkat bahunya lugu. "Aku hanya mengenal lagu lewat radio saja."

"Tak punya CD atau MP3?"

"Ibu punya, lagu-lagu tempo dulu."

"Kau sendiri?" Kim Bum makin penasaran dengan gadis satu ini.

Kim So Eun menggeleng.

"Bohong!"

"Aku berani sumpah!" yakin Kim So Eun serius. Kim Bum tak bertanya-tanya lagi. Jadi, berhubung Kim So Eun tak punya koleksi album lagu-lagu, percakapan soal musik tentu tak bisa dilanjutkan. Berarti ia harus mencari topik baru secepatnya, kalau tidak jam istirahat yang tinggal lima menit lagi segera berlalu dan entah kapan lagi ia bisa memperoleh kesempatan mengenal gadis lucu ini lebih dekat lagi.

"Bagaimana dengan... bacaan? Buku macam apa yang kausuka? Apa kau membaca majalah CECI? Atau Vogue Girl? Atau InStyle? Atau... atau apa?"

Kim So Eun menggeleng lagi.

"Kau tidak membaca majalah remaja?" Kim Bum makin heran.

"Tidak, aku tidak pernah membaca majalah, apa pun...," sahut Kim So Eun tenang. Kim Bum menelan ludah.

Teng... teng... teng...

Kim So Eun menutup bukunya dengan kesal. Hari ini tak satu halaman pun dapat dibacanya, gara-gara Kim Bum. Pemuda satu ini memang menyenangkan, tapi ada kalanya Kim So Eun lebih suka sendirian, menikmati kegiatannya tanpa diganggu oleh siapa pun, tak terkecuali Kim Bum sekalipun.

"Wah, maaf, aku telah merusak acara membaca bukumu," ujar Kim Bum tersenyum nakal.

"Kau tahu, Kim Bum? Kau telah menggangguku dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan diriku. Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tak kau ajukan, pada orang sepertiku...."

"Kenapa?"

"Entahlah. Yang pasti aku bukan orang yang tepat untuk kau ajak mengobrol," kata Kim So Eun, bersiap mengembalikan buku kembali ke raknya. Kim Bum membuntuti dari belakang.

"Kenapa begitu? Aku rasa kau gadis yang cukup pandai, dan aku menyukai gadis seperti itu, gesit, pandai, energik, dan..."

Kim So Eun menatap Kim Bum dengan hati lugas. Sengajakah Kim Bum mengucapkan kata-kata barusan? Sadarkah Kim Bum, gadis macam apa yang tengah dihadapinya sekarang? Gesit dan energik? Hah. Keluar kelas saja aku selalu paling belakang, disodok kanan-kiri. Apalagi main voli, basket, atau softball. Tak satu pun cabang olahraga yang kukuasai, batin Kim So Eun. Dan Kim Bum menyukai gadis seperti ini? Yang pasti bukan dirinya... Kim So Eun menyelipkan buku Pearl S. Buck itu ke tempat asalnya. Kim Bum pun ikut-ikutan menyelipkan buku yang dipegangnya ke dekat buku Pearl S. Buck.

"Bukan di situ tempatnya," protes Kim So Eun melihat judul Asterix pada komik tipis yang diselipkan Kim Bum.

"Biarkan saja," kata Kim Bum cuek.

Kim So Eun menghela napas. Ditariknya komik Kim Bum keluar dan diberikannya pada Kim Bum.

"Ini, aku harus kembali ke kelas. Jangan membuat kacau perpustakaan! Lihat itu..." Kim So Eun menunjuk tulisan besar di dinding ruang baca. HARAP TENANG. PATUHILAH PERATURAN DAN TATA TERTIB!

"Kim So Eun, tahukah kau bahwa... ehmm... Kim So Eun! Kim So Eun! Tunggu!" seru Kim Bum memanggil tatkala disadarinya bahwa Kim So Eun telah pergi diam-diam meninggalkannya.

Kim Bum bergegas menyusul diiringi tatapan mata kesal para pengunjung perpustakaan lainnya. Kim Bum cuek. Disambarnya tasnya dari atas meja penitipan tas dan dipacunya langkah memburu Kim So Eun. Sayang... begitu hampir terkejar, Kim So Eun lenyap di balik pintu kelasnya.

"Kim So Eun..." Kim Bum mengurungkan panggilannya. Tak ada gunanya, Kim So Eun telah masuk dalam kelasnya. Kim Bum melanjutkan langkahnya menuju ruang kelasnya sendiri.

Aneh... begitu banyak gadis yang mengelilingi dan menginginkannya, tapi perhatiannya justru tercuri oleh Kim So Eun. Gadis yang menurut orang-orang punya perilaku aneh, misterius, dan kutu buku. Lamban dan kadang terlalu naif, hingga tak pandai bergaul. Tapi Kim Bum merasa ada sesuatu yang menarik dari dalam diri Kim So Eun. Sesuatu yang membuatnya penasaran. Langka. Gadis cantik... di mana-mana ada. Gadis periang... banyak di sekolah ini. Tapi gadis super pandai yang lugu dan naif bertampang bayi cuma ada satu...

"Hai, Kim Bum..." Seseorang menggandengnya tiba-tiba. Kim Bum mengerutkan hidungnya, mencium bau tak sedap yang mendadak diciumnya. Tak salah lagi, tanpa perlu menoleh pun Kim Bum tahu bau parfum siapa ini....

"Tidak ada pelajaran?" tanya Moon Geun Young, mempererat gandengannya. Kim Bum meringis ngeri.

“Tidak."

"Aku sebetulnya ada... tapi, aku lebih suka menghabiskan waktu bersamamu, Kim Bum."

"Ya... eh..." Kim Bum pura-pura menjatuhkan tasnya. Segera Moon Geun Young mengambilkannya, dengan demikian sesaat gandengannya lepas dari tangan Kim Bum.

"Ini..."

"Terima kasih... sampai jumpa lagi!!" teriak Kim Bum sambil menyambar tasnya dan melesat bagai seorang atlet lari Olimpiade.

"Kim Bum!" panggil Moon Geun Young sambil menghentakkan kakinya kesal. Usahanya mendekati Kim Bum selalu kandas. Padahal kurang apa aku ini? Moon Geun Young menyemprotkan lagi minyak wangi ke tubuhnya. Parfum dari Pacorabane, lipstick dari St. Queen... apa yang kurang? pikirnya kesal.

* * *

"Aha... akhirnya kau datang juga!" seru Prof. Kang Ji Hwan menyambut kedatangan Kim So Eun di ruang laboratorium kimianya.

"Eh... iya. Maaf terlambat lima menit, Prof."

“Tak apa... ayo... masuk... masuk."

Profesor mengajak Kim So Eun ke ruangan lain yang letaknya agak terpencil. Kim So Eun melihat sekeliling dengan mata berbinar. Wah... macam-macam zat complete ada di sini. Peralatannya pun canggih. Dijamin sukses untuk mengadakan percobaan kimia yang mana pun, batinnya kagum, dan bersemangat. Ruangan itu tidak terlalu besar, tapi suasananya sangat indah, sebab ada jendela kaca besar yang tepat menghadap ke lapangan olahraga dan kantin, sehingga "keangkeran" sebuah laboratorium tak terlalu terasa di situ.

"Ya... kadang untuk melepaskan kejenuhan saya memperhatikan anak-anak yang bermain di lapangan," ujar Profesor seperti dapat membaca jalan pikiran Kim So Eun. "Sebetulnya saya ingin minta pertolonganmu, Kim So Eun..."

"Saya siap. Prof," jawab Kim So Eun cepat.

"Ini..." Profesor membawa dua tabung berukuran sedang. Yang satu berisi cairan kuning dan yang satu berisi butir-butir kristal.

"Apa ini, Prof?" tanya Kim So Eun takjub.

"Yang kuning adalah hasil penemuan saya. Suatu zat istimewa yang dapat membuat seseorang bisa melakukan segala sesuatu cukup dengan berpikir."

"Melakukan sesuatu dengan berpikir?" ulang Kim So Eun makin takjub.

"Ya," angguk Profesor agak bangga. "Dengan pengaruh zat ini, gelombang pikiran seseorang bisa ditransmisikan lewat udara sekitarnya dan menjadi kenyataan tanpa perlu melakukan gerakan."

"Waaawww!" seru Kim So Eun spontan.

"Sstt..." Profesor menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Kim So Eun mengatupkan mulutnya.

"Jangan sampai ada yang tahu, Kim So Eun!" pesan Profesor dengan mimik serius. "Penemuan ini akan saya sertakan pada sebuah lomba internasional."

Kim So Eun menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh kekaguman dan hampir tak percaya pada penemuan istimewa Prof. Kang Ji Hwan itu.

"Karena itu saya perlu bantuanmu."

"Bantuan saya? Saya akan dijadikan kelinci percobaan?" Kim So Eun ketakutan.

"Oh... tidak." Profesor tersenyum geli. "Satu jam lagi saya harus menghadiri sidang para finalis lomba cipta internasional itu."

"Anda telah menjadi finalis, Prof?"

Profesor mengangguk, hidungnya mekar lantaran bangga melihat wajah penuh kekaguman di hadapannya.

"Tinggal selangkah menuju kemenangan.... Karena itu, sementara saya ajukan rumus tertulis saya di sidang nanti, saya minta kau menjaga cairan kuning saya. Sebagian boleh kaupergunakan untuk percobaan... karena... eh... sebetulnya saya masih harus mengetahui dengan zat apa cairan itu harus dikombinasikan agar memperoleh efek yang diinginkan..."

"Maksud Anda... penemuan ini belum sempurna?"

"Betul sekali." Profesor melirik ke arah jam dinding. "Oh... saya sudah terlambat. Ingat Kim So Eun.. pergunakan setengah tabung saja... sisanya kausimpan baik-baik dan... catat zat-zat yang kau kombinasikan," pesan Profesor sambil mengenakan jasnya lalu meninggalkan laboratorium dengan tergesa-gesa.

Kim So Eun menatap tabung berisi cairan kuning itu dengan sukacita. Akan sangat mengasyikkan sekali boleh mengadakan percobaan dengan zat super hebat ini. Kim So Eun membaca tulisan ditabung kaca itu dengan saksama. Tulisan kecil-kecil itu berbunyi : XX FORMULA.

"Nah, formula XX, Profesor Kim So Eun akan mengadakan percobaan... hmh..." Kim So Eun mulai dengan mencampur XX dan asam sulfat. Ditunggunya beberapa saat hingga terjadi reaksi, dan dicatatnya reaksi yang timbul dalam satu tabel yang rapi.

Tak terasa...tiga jam berlalu dan tetes demi tetes formula XX telah digunakan oleh Kim So Eun untuk eksperimen-eksperimen kombinasi yang ditugaskan Prof. Kang Ji Hwan.

"Uhhh..." Kim So Eun menggerakkan pinggangnya yang terasa pegal lantaran terlalu lama duduk. Ia bangkit berdiri dan sejenak meregangkan otot-ototnya yang terasa linu dan kaku. Dilayangkannya pandangan ke arah jendela. Di kejauhan kelihatan keramaian anak-anak yang tengah bermain basket. Kim So Eun melirik jam di dinding, sudah pukul setengah lima sore. Rupanya sudah waktunya kegiatan ekstrakurikuler dimulai.

Dengan tabung sisa formula XX di tangan, Kim So Eun beranjak mendekati jendela, asyik memperhatikan langkah-langkah gesit Kim Bum yang memimpin latihan basket sore itu. Ada juga Jung So Min dan Moon Geun Young di sana. Kim So Eun menghela napas. Sementara Kim Bum begitu dikelilingi oleh gadis-gadis cantik menarik, aku lebih suka mengurung diri dalam laboratorium. Sungguh tak adil, bisik Kim So Eun sedih.

Tapi mau apa lagi? Ia memang tak terampil dalam urusan permainan lapangan. Ia lebih teliti menghitung tetes cairan atau gram molekul di laboratorium. Dunianya dan dunia Kim Bum berbeda... dan terlalu sulit disatukan. Sebaik dan seramah apa pun sikap Kim Bum terhadapnya, Kim So Eun tetap tak berani mengkhayal bahwa suatu saat mereka akan..

Prang!!

"Aduh!" Kim So Eun tersentak memegangi tangannya yang terkena bola nyasar dari lapangan.

Tabung sisa formula XX pecah berantakan dan sebagian cairan muncrat memasuki tabung berisi sebuah senyawa... entah apa namanya. Kim So Eun tak sempat lagi membaca nama tabung itu... ia sangat ketakutan melihat asap mengepul dari sana... akan meledakkah? Oh...

Bergegas ia mengayun langkah meninggalkan ruang laboratorium, namun kakinya terasa berat dan kepalanya pening. Matanya berkunang-kunang. Bayangan Prof. Kang Ji Hwan yang marah-marah karena formulanya lenyap tak bersisa menghantui benaknya.

"Kim So Eun!" teriak Kim Bum dari jendela. Lemparannya rupanya terlalu keras dan salah arah. Menghantam pohon lantas memantul ke jendela laboratorium. Kim Bum sungguh terkejut melihat tabung yang pecah berserakan dan Kim So Eun yang terkulai di lantai.

"Hei!! Tolong... ada yang pingsan!" teriak Kim Bum ke arah lapangan meminta bantuan. Dengan panik Kim Bum melompat ke dalam lewat jendela yang sudah bolong. Diangkatnya tubuh Kim So Eun dari lantai dengan hati-hati dan penuh rasa bersalah.

"Di... di mana aku?" Perlahan Kim So Eun membuka matanya tatkala diciumnya bau cologne yang menyengat dari hidungnya. Wajah Jung So Min-lah yang pertama-tama dilihatnya. Gadis itu tersenyum manis dan mengangkat kapas berbau cologne itu dari hidung Kim So Eun.

"Kau sudah siuman."

"Aku...?" Kim So Eun memegangi kepalanya yang terasa pening, berusaha mengingat-ingat kejadian yang barusan dialaminya.

"Kau berada di laboratorium waktu bola basket Kim Bum memecahkan jendela. Dan kau pingsan di lantai di antara pecahan tabung kaca dan cairan kuning. Untung..."

"Cairan kuning!" seru Kim So Eun sambil menepuk dahinya, memotong cerita Jung So Min.

"Kenapa?"

"Astaga... cairan kuning itu..." gumam Kim So Eun ketakutan. Bibirnya gemetar. Dengan apa harus digantinya formula XX Prof. Kang Ji Hwan itu? Formula langka yang akan diikutsertakan pada lomba internasional. Yang seharusnya dijaganya baik-baik. Yang harus disisakannya. Kini lenyap tak berbekas. Oh... apa yang harus kuperbuat? pikir Kim So Eun ketakutan. Jangankan bisa membuat yang baru, formulanya pun Kim So Eun tak tahu. Seperti kata Profesor, formula itu sangat rahasia untuknya, sehingga hanya Profesor yang tahu rumusnya. Mungkin Profesor bisa membuatnya lagi, mungkin rumus-rumus itu masih di kepalanya. Tapi bagaimana kalau lupa? Biasanya seorang Profesor punya kebiasaan linglung dan pikun. Oh... Kim So Eun menggigit bibir bawahnya cemas.

"Kenapa? Ada yang sakit, Kim So Eun?" tanya Jung So Min seraya memegang pergelangan tangan Kim So Eun. Ada bekas agak membiru di situ. Pasti lantaran terhantam bola basket. Dan agaknya Jung So Min telah membalurnya dengan sejenis salep.

"Aku harus kembali ke laboratorium sekarang," ujar Kim So Eun sambil berusaha bangkit dari tempat tidur.

"Apakah kau cukup sehat dan kuat untuk berjalan kembali?" tanya Jung So Min, khawatir, melihat langkah dan tubuh Kim So Eun yang masih limbung.

"Ya," sahut Kim So Eun.

"Eh... Jung So Min, terima kasih atas pertolonganmu," ujar Kim So Eun sebelum meninggalkan ruang P3K. Jung So Min hanya tersenyum. Manis.

Kim So Eun bergegas kembali ke laboratorium sambil mencari akal agar terhindar dari kemarahan Profesor. Sebetulnya memang bukan salahnya, melainkan salah Kim Bum, salah bola basket nyasar itu. Tapi tentu Profesor tak mau peduli dengan urutan kejadian dan asal-muasal peristiwa kecelakaan siang tadi. Yang jelas Profesor pasti menyesali keteledoran Kim So Eun dan tak akan pernah lagi mempercayai Kim So Eun. Kim So Eun berjalan melintasi kantin.

Anak-anak yang baru usai latihan basket nampak merubungi kios minuman di kantin.

"Rupanya putri tidur sudah terbangun dari pingsannya," seru Moon Geun Young setengah mengejek.

Kim So Eun berhenti sesaat. Bukan kata-kata Moon Geun Young yang membuatnya menghentikan langkahnya, tapi cairan kuning dalam plastik yang sedang diseruput Moon Geun Young.

"Kenapa? belum pernah minum sirup kuning ya?" ejek Moon Geun Young lagi.

Kim So Eun tak peduli. Sirup itu punya warna persis sama dengan formula XX sang Profesor. Tak dipedulikannya tawa Moon Geun Young and the gang yang mengejeknya waktu melihat Kim So Eun ikut antri dalam barisan anak-anak untuk membeli sirup.

"Rupanya nongkrong di lab sama melelahkannya seperti latihan basket, ya? Lihat... Kim So Eun sampai kehausan begitu."

"Bisa haus juga ya dia? Ha... ha... ha."

Selesai mengunci sepedanya di dalam garasi, Kim So Eun masuk ke rumah. Dilihatnya sedan merah menyala milik Ibu telah terparkir dalam garasi, itu artinya Ibu sudah pulang.

"Malam sekali, Kim So Eun, ke mana saja kau?" tegur Ibu waktu melihat Kim So Eun masuk.

Kim So Eun melirik arlojinya. Jam setengah delapan malam. Padahal biasanya ia selalu pulang sekolah tepat pukul enam sore. Tapi lantaran kejadian di lab tadi ia terpaksa mengurus ini-itu dan pulang hingga larut.

"Ada praktikum tambahan, Bu," dusta Kim So Eun tanpa berani menatap wajah Ibu.

"Benarkah? Kenapa Ny. Han Ga In tidak bilang apa-apa waktu Ibu telepon ke sekolahmu tadi?" Ibu curiga. Kim So Eun tercekat. Kini tak ada gunanya lagi mengarang-ngarang cerita bohong. Ibu pasti telah mengetahui semuanya.

"Maaf, Bu... Aku terkena bola basket nyasar, kaca jendela lab kimia pecah sehingga aku harus melapor ini-itu ke tata usaha," cerita Kim So Eun sejujurnya.

"Ya... Ibu sudah dengar itu dari Ny. Han Ga In."

Kim So Eun tertunduk. Dalam hati ia agak kesal. Ke mana saja Kim Bum sejak tadi? Padahal jelas itu adalah kesalahannya. Akibat lemparannya yang kacau itulah ia kini pulang terlambat, repot melapor, dan dimarahi Ibu. Tapi anehnya sedari tadi ia tak melihat batang hidung Kim Bum. Dasar tak bertanggung jawab, maki Kim So Eun dalam hati. Jangankan minta maaf, menolongku mengurus dan melapor saja ia tak mau. Menampakkan diri saja ia tak berani. Pengecut.

"Makananmu ada di atas meja, Kim So Eun," suara Ibu melunak.

"Maaf, Bu... Tadi aku berbohong, aku takut Ibu tak percaya kalau aku ceritakan yang sebenarnya," Kim So Eun memeluk lengan ibunya. Ibu mengangguk.

"Aku mandi dulu ya, Bu," ujar Kim So Eun lagi.

"Ya, tapi jangan terlalu lama. Sudah malam, nanti masuk angin Begitu selesai langsung makan, ya?" pesan Ibu panjang-lebar.

"Ya, Bu," sahut Kim So Eun sambil menaiki tangga menuju kamar tidurnya di atas.

Harum bunga melati segera tercium begitu pintu kamar terbuka. Kim So Eun melepas sepatu dan kaus kakinya, lantas mengunci pintu kamarnya. Dihempaskannya tubuhnya ke atas tempat tidur dan dinyalakannya gelombang radio kesayangannya.

Ia telah terlambat hampir dua jam mengikuti acara sang Mister DJ. Jangan-jangan suratnya telah dibacakan di awal acara dan ia tak sempat mendengar suara Mister DJ menyebut namanya. Nama samarannya.

Keith Martin – Because Of You


"Ya... itulah suara Keith Martin dalam sebuah tembang manis... Because Of You," terdengar suara penyiar pujaan mengiringi berakhirnya alunan lagu Because Of You milik Keith Martin. Lagu slow berlirik manis itu kedengaran sangat indah di telinga Kim So Eun.

"Selamat malam, Angel di peraduannya. Setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya masing-masing. Satu saran saya: be the best you can be, and everything is gonna be all right... oke? "

Kim So Eun senyum-senyum sendiri mendengar jawaban Mister DJ atas suratnya minggu lalu. Surat yang menceritakan kesedihannya lantaran cinta yang tak mungkin bersambut. Perasaan yang harus dipadamkan lantaran dua dunia yang bertolak belakang. Perasaan-perasaannya pada Kim Bum...

"Baiklah, spesial untuk Angel, satu tembang manis dari Taylor Swift berjudul You Belong With Me..."

Taylor Swift – You Belong With Me


Kim So Eun memeluk bantalnya dengan mata terpejam. Rasanya hilang segala lelah dan gelisah di hatinya begitu mendengar suara Mister DJ. Segala kejadian yang menegangkan di sekolah barusan, segala yang tak menyenangkan... berubah menjadi kedamaian dan ketenangan di hati. Rasa lapar, rasa ingin segera mandi... semua berubah menjadi satu keinginan: memonitor siaran sang Mister DJ hingga tuntas!

"Kim So Eun! Sudah belum mandinya?" teriak Ibu sambil mengetuk pintu kamar Kim So Eun.

Kim So Eun tersentak. Dikecilkannya volume suara radio dan dinyalakannya air pancuran kamar mandi keras-keras.

"Sebentar lagi, Bu!!" teriaknya dari dalam kamar mandi, memberi kesan pada Ibu bahwa ia sedang mandi.

"Cepatlah sedikit!"

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...