Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 04 Juni 2011

Biarlah Rahasia (Chapter 3)



Setelah selesai wawancara, Lee Min Ho minta izin melihat-lihat rumah Kim So Eun, sekaligus memotretnya.

“Cantik sekali fotonya, Nn. Kim So Eun. Tapi, kenapa foto yang dipajang hanya foto anda dan Ibu anda saja?” tanya Lee Min Ho, ketika melihat koleksi foto Kim So Eun dan ibunya yang tergantung cantik di dinding rumahnya yang mewah.

Kim So Eun tersenyum. “Saya ini anak tunggal. Hmm... pasti Anda nanti akan bertanya tentang foto Ayah saya, ’kan? Sebelum ditanya, saya akan menjawab, Ayah saya tidak senang difoto. Saat ini ia sedang berlayar ke luar negeri!” ujar Kim So Eun.

Karena sudah menebak bahwa Lee Min Ho akan menanyakan ayahnya, Kim So Eun sudah menyiapkan jawaban. Meskipun, ia sendiri sedih karena tidak pernah mengetahui wajah ayahnya.

Kim Tae Hee terkesiap. Ia tidak menyangka Kim So Eun akan berkilah seperti itu. Sebenarnya, ia tidak menghendaki putrinya berbohong. Namun, untuk menceritakan hal yang sebenarnya, Kim Tae Hee belum memiliki keberanian. Apa kata orang nanti ketika tahu bahwa Kim So Eun tidak pernah tahu keberadaan ayahnya, sementara ibunya adalah seorang pembunuh. Tidak! Aku tidak akan mengatakan semua ini pada Kim So Eun. Aku tidak ingin karier anakku hancur karena aib ini. Kim Tae Hee berbisik dalam hati.

“Ny. Kim Tae Hee, kalau boleh tahu, bagaimana masa kecil Kim So Eun?” tanya Lee Min Ho.

Kim Tae Hee bingung harus bercerita apa. Karena, ia baru membesarkan Kim So Eun setelah Kim So Eun berusia 10 tahun.

“Sama seperti anak kecil kebanyakan. Ada nakalnya, ada lucunya. Dulu, ketika saya masih bekerja sebagai penjahit, Kim So Eun ikut-ikutan menjahit. Sayangnya, ia menjahit pada pakaian yang sudah siap diambil, bukan pada kain perca. Akibatnya, pakaian itu rusak, sehingga saya harus membayar ganti rugi,” kata Kim Tae Hee, tertawa geli.

Kim So Eun ikut tertawa. Ia ingat, dirinya memang nakal.

”Baiklah, senang sekali saya bisa mengobrol banyak dengan Nn. Kim So Eun dan Ny. Kim Tae Hee. Sekarang saya potret, ya,” kata Lee Min Ho.

Ketika difoto, tangan Kim Tae Hee merangkul Kim So Eun. Rangkulan untuk melindungi putrinya tercinta. Ya, bagi Kim Tae Hee, Kim So Eun adalah segala-galanya. Permata hatinya, yang setiap saat harus selalu dijaga, jangan pernah rusak atau ternoda. Ia tidak mau putrinya hancur di tangan pria. Cukup dirinya yang mengalami kehancuran.

Di sebuah teras rumah di kawasan Taekgoo Avenue, Incheon, seorang wanita setengah baya terlihat begitu serius membaca sebuah majalah. Wanita itu bernama Han Ga In. Awalnya, ia membaca majalah hanya untuk menghilangkan kejenuhan setelah lelah merapikan rumah. Maklumlah, di rumahnya yang besar itu ia hanya tinggal seorang diri.

Kim Bum, putra semata wayangnya dari pernikahannya dengan Bae Soo Bin, kini bekerja dan tinggal di Paris. Sedangkan Song Seung Hun.... Ah, pria ini sudah lama hilang dari kehidupannya. Semula, ia pikir, Song Seung Hun akan menjadi suami yang setia dan bersih dari perselingkuhan. Namun, nyatanya, sama saja dengan Bae Soo Bin, mantan suaminya. Di rumah, Song Seung Hun memang bersikap mesra. Tapi, di luar rumah, ia sama berengsek-nya. Ia juga berselingkuh.

Tentu saja, hal ini membuat Han Ga In geram. Ia lalu memaksa Song Seung Hun untuk meninggalkan rumahnya, tanpa boleh membawa harta apa pun, kecuali baju yang melekat di tubuhnya. Untunglah, semua harta kekayaan yang dimilikinya atas nama Han Ga In. Apakah ini hukum karma? Entahlah…. Dulu, ia begitu gigih merebut Song Seung Hun dari pelukan Kim Tae Hee, tanpa mau peduli pada keadaan Kim Tae Hee yang saat itu tengah hamil muda.

Helai demi helai halaman majalah dibukanya. Semula Han Ga In tidak begitu serius membacanya. Hanya judul-judulnya saja, lalu dilewatkan ke halaman lain. Namun, ketika matanya tertuju pada halaman profil, matanya terbelalak. Lebih dari tiga kali ia memeriksa foto yang terpasang di majalah itu. Seolah tidak percaya, ia membaca artikelnya lagi berulang kali: ”Masa kecil Kim So Eun tidak dilewati dengan kebahagiaan yang sempurna. Karena, ia hidup berdua saja dengan ibunya, Kim Tae Hee, yang seorang penjahit. Sementara, sang ayah, pergi berlayar dan entah kapan akan kembali.”

Hah, Kim So Eun adalah anak Kim Tae Hee? Wanita yang pernah menghancurkan hidupku? Rupanya, ia masih hidup. Hmm… aku tidak bisa membiarkan dirinya hidup lebih lama dan menikmati kebahagiaan. Aku harus menghancurkannya. Harus!

Amarah Han Ga In kembali menggelora. Dadanya seakan mau meledak. Seperti sebuah film yang diputar di depan mata, ingatannya diserbu oleh cerita kelam sekitar 20 tahun lalu.

”Mengapa harus dibunuh? Bukankah kau sudah mendapatkan Song Seung Hun?” tanya Jae Hee, ketika Han Ga In memintanya untuk membunuh Kim Tae Hee, istri Song Seung Hun.

“Aku tidak mau ada wanita lain dalam kehidupan Song Seung Hun. Kau ingat, bagaimana Bae Soo Bin yang dulu aku percaya sebagai seorang suami setia, ternyata ia juga sanggup melakukannya. Kau tentunya juga masih ingat, bagaimana kita bermain kucing-kucingan untuk menjebak perbuatan Bae Soo Bin, yang semula tidak mau mengaku?”

“Ya, ketika itu kau sampai mau bunuh diri,” ujar Jae Hee, mengingatkan.

“Ya, waktu itu aku kalut. Aku bingung. Rasanya, hidup ini sudah tidak ada artinya. Bae Soo Bin yang aku percaya justru berkhianat. Bahkan, ia tega meninggalkan aku, tanpa mempedulikan keadaanku dan Kim Bum, yang waktu itu masih berumur 1 tahun. Sekarang, aku tidak mau peristiwa itu terjadi lagi dalam kehidupanku. Aku tidak mau ada wanita lain, selain aku, dalam kehidupan Song Seung Hun.”

“Tapi, bukankah mereka sudah bercerai?” selidik Jae Hee.

“Menurut Song Seung Hun begitu. Tapi, sampai sekarang surat perceraian itu belum pernah aku lihat. Namun, aku tidak peduli apakah mereka sudah bercerai atau belum. Yang pasti, aku tidak mau Song Seung Hun berhubungan lagi dengan mantan istrinya. Apalagi, yang aku dengar sekarang, Kim Tae Hee tengah hamil. Bisa-bisa, ia kembali berpaling dan meninggalkanku!”

“Hamil?” tanya Jae Hee, terenyak. Ia harus membunuh wanita yang sedang berbadan dua?

“Kenapa? Kau takut? Kalau kau tidak mau, tidak masalah. Aku akan membayar orang lain untuk melenyapkannya. Tapi, kembalikan dulu uang yang pernah kau pinjam!” ancam Han Ga In.

Jae Hee bimbang. Demi bayaran berapa pun, ia tidak sanggup membunuh seorang wanita. Apalagi, wanita yang tengah mengan¬dung. Tidak tega. Namun, saat ini ia membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan ibunya yang mengalami gagal ginjal. Seminggu 2 kali ibunya harus cuci darah. Itu memerlukan banyak sekali biaya. Satu-satunya orang yang bisa membantunya hanyalah Han Ga In, karena ia memang kaya.

“Bagaimana?”

Jae Hee mengangguk lemas. Tidak ada pilihan lain. Kondisi ibunya yang makin lemah harus segera diselamatkan. Berapa pun biayanya.

“Bagus! Ini uangnya. Baru sebagian. Sisanya akan aku berikan setelah kau berhasil menjalankan perintahku,” ujar Han Ga In, sambil menyerahkan tumpukan lembaran uang ratusan ribu di atas meja.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...