Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Selasa, 28 Juni 2011
Love Story In Beautiful World (Chapter 22)
Di perpustakaan Kim Bum asyik membaca. Dan, dia tersentak ketika kursi di depannya berderit. Seseorang duduk. Kim Bum tetap membaca.
"Kim Bum," Kim So Eun duduk di depan Kim Bum. Matanya yang seperti bintang menghunjam ke mata Kim Bum, Ah, mata yang galak, mata yang cemerlang,
Kim Bum meletakkan bukunya. "Aku sudah mengerti kenapa kau waktu bertemu di St.Ponds Road tempo hari begitu dingin. Ibu sudah cerita bahwa kau datang ke rumah waktu aku sedang tidak ada,"
Kim Bum masih menunggu suara yang akan keluar dari bibir mungil itu, tetapi Kim So Eun terdiam.
"Ya, aku datang waktu kau tidak ada di rumah,"
“Apa yang dikatakan Ibu padamu?”
"Tidak ada,"
"Harus ada,"
Kim Bum diam.
"Pasti ada ucapan Ibu yang menyinggung perasaanmu,"
"Tidak ada."
Kim So Eun termangu. Dia tahu bahwa perasaan pemuda itu tidaklah sekasar tingkahnya yang liar. Hatinya kelewat peka. Setiap bercerita, matanya pun ikut bicara.
"Katakan saja padaku kalau ada ucapan Ibu yang menyinggung perasaanmu.
"Tidak. Sungguh!"
"Lalu, kenapa kau berubah?"
"Aku berubah? Bagaimana aku yang dulu?"
"Dulu kau banyak bicara."
"Sekarang pikiranku sarat dengan rencana riset untuk skripsiku."
"Masa sampai menyita seluruh waktumu?" Kim Bum diam.
"Aku ingin kita saling mengobrol seperti dulu. Tentang buku-buku. Oh, ya, aku baru saja baca iklan di koran. Ada novel-novel baru. Mungkin sudah dijual di Toko buku terdekat. Kau sudah melihatnya?"
Kim Bum menggeleng.
"Aku punya plat baru. Rekaman Orkestra Simphony Hero."
Kim Bum mengeluh dalam hati. Alangkah kekanak-kanakan gadis ini. Semurni bunga lily yang baru mekar.
"Benarkah tidak karena tersinggung makanya kau tidak mau berbicara denganku? Benarkah cuma karena sibuk?" Bola mala Kim So Eun yang hitam jernih menatap tajam.
Kim Bum mengangguk.
Kim So Eun menarik napas dalam-dalam.
"Kalau kau tidak mau ke rumah, kita kan bisa bertemu di sini."
Kim Bum tak menjawab.
"Ayo kita jalan-jalan," kata gadis itu.
"Ke mana?"
"Ke St.Ponds Road. Atau di bawah pohon-pohon cemara itu? Kita mengobrol saja disana."
Mereka keluar dari perpustakaan. Mereka menyusuri jalan-jalan yang dijajari pohon cemara.
"Lama ya kita tidak mengobrol? Lama sekali rasanya," kata Kim So Eun.
"Sekarang apa yang mau kau bicarakan?"
"Ah!” Kim So Eun merentakkan tangan Kim Bum.
Kim Bum melepaskan pegangannya, tetapi tangan Kim So Eun kembali mencekalnya. Kim Bum tersenyum, dan Kim So Eun tersenyum.
Alangkah anehnya, pikir gadis itu. Baru seminggu dia kukenal, tetapi rasanya dia dekat sekali dalam hidupku.
"Aku sudah pernah menceritakan tentang kakakku?" tanya gadis itu.
"Belum."
"Tiba-tiba saja, belakangan ini aku rindu padanya."
"Kakak yang di Jerman?"
"Ah!" Kim So Eun berhenti melangkah. Kim Bum tetap menunduk sambil melangkah. Kim So Eun mengejarnya.
"Kakakku satu-satunya. Dia hilang di Hutan Afrika."
"Ikut organisasi pecinta Floara & Fauna."
"Ya."
"Wah, Hoby yang mulia."
"Aku butuh seorang kakak." Kim So Eun menekuri aspal yang akan dipijaknya. "Selisih umur kami lima tahun," katanya lagi."Waktu aku kecil, dia mau menemaniku main boneka. Padahal dia sendiri senang main layang-layang. Dia betah mendengarkan ceritaku tentang boneka, tentang pengalamanku bermain dengan anak-anak perempuan yang sebaya denganku, tentang bunga. Tapi, dia juga tak segan me-nyelentik telingaku kalau aku bermain-main di tanah becek. Waktu aku masuk SMA, dia sudah aktif di Pecinta Flora & Fauna." Mata Kim So Eun merenung ke kejauhan. "Dia baik sekali."
"Setiap kakak baik kepada adiknya."
"Tapi, dia lebih lagi. Dia gagah, tapi lembut. Dia pemarah tapi juga pembujuk. Seandainya dia bukan kakakku, pasti dia akan kujadikan pacar."
"Bagaimana dengan yang di Jerman?"
Kim So Eun mengerling, tetapi wajah Kim Bum tetap setawar semula. Kim So Eun merasa cincin yang kini dipasang di jarinya, demi memenuhi perintah ibunya terasa lebih sempit dari biasanya.
"Tahu darimana?"
"Semua orang tahu."
“Soal dia, no comment.”.
Mereka terus melangkah pelahan. Akhirnya mereka sampai di bundaran yang menjadi gerbang Shinhwa University.
"Masih mau dengar tentang kakakku?"
"Ya."
"Waktu aktif di Pecinta Flora & Fauna dia menetap di Afrika, Dua minggu sekali dia datang. Tapi, dia tidak punya waktu lagi untuklu. Dia asyik pacaran. Diam-diam aku membenci pacarnya itu.”
"Sekarang pun masih benci?"
"Tentu saja tidak. Setelah aku lebih dewasa, aku menyukai gadis itu. Aku kagum akan pilihan kakakku. Gadis itu sangat baik. Dan, cantik. Sampai sekarang dia belum menikah." Kim So Eun menghentikan langkahnya. "Mau mengenalnya?" tanyanya.
"Tidak."
"Dia cantik."
Kim Bum cuma tertawa.
"Sepertimu?" katanya.
"Lebih. Pokoknya kalau sudah lihat, pasti tertarik.”
"Ah, kau seperti sales obat saja."
"Aku tidak bohong."
Kim Bum tak menjawab.
"Kalau mau, sore ini juga kita ke rumahnya. Bagaimana?"
"Tidak."
"Rumahnya dekat dari sini," desak Kim So Eun.
"Tidak."
"Kenapa?"
“Aku sibuk.”
"Kalau sudah mengenalnya, aku jamin kau akan sering ke rumahnya.”
"Kenapa kau begitu bersemangat mempromosikannya?"
"Karena, dia cantik dan baik sekali."
"Kalau dia cantik dan baik sekali, pasti banyak pria yang menginginkannya."
"Tapi, belum tentu dia mau."
"Lalu, kaukira, seandainya aku yang datang apakah dia akan mau?"
"Aku yakin dia mau."
"Alasannya?"
"Karena... karena... karena kau seperti kakakku."
"Ah, omong kosong!" kata Kim Bum.
"Aku senang kalau kau bias berpacaran dengannya." Kim So Eun tak peduli.
Kim Bum tersenyum.
"Sebentar lagi kita lewati."
Di depan sebuah rumah, Kim So Eun memperlambat langkah.
"Nah, itu dia," katanya.
Seorang gadis sedang menyiram bunga di halaman.
"Eonni!" seru Kim So Eun.
Gadis itu meletakkan penyiram tanamannya, dan menoleh.
"Eh, Kim So Eun!" Gadis itu menghambur ke pintu pagar.
Kim So Eun berbisik ke telinga Kim Bum, "Betul kan apa kataku?"
Kim Bum terpana menatap gadis itu. Bukan main, bukan main. Dia adalah anggrek hutan yang belum terjamah. Halus dan suci. Bibirnya yang mengulum senyum itu, diimbangi oleh matanya yang indah.
"Ayo, Kim So Eun, masuk." Gadis itu mengangguk kepada Kim Bum.
Kim So Eun menoleh kepada. Kim Bum. Kim Bum menggeleng.
"Kami cuma kebetulan lewat. Dari kampus," kata Kim So Eun.
"Ayolah, mampir dulu," rengek gadis itu.
"Sudah terlalu sore, " ujar Kim Bum.
"Kami terus saja," kata Kim So Eun.
"Lain kali kalau tidak mau mampir, akan kupukul kau, Kim So Eun," kata gadis itu.
Kim So Eun tertawa cekikikan. Mereka kembali melangkah.
"Cantik, 'kan?" kata Kim So Eun.
"Excellent."
"Kenapa tidak menanyakan namanya?"
"Aku curiga. Promosimu berlebihan."
"Alaaa, kura-kura dalam perahu. Pura-pura tidak mau. Padahal nanti diam-diam datang bertamu.”
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar