Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 06 Juni 2011

Soulmate (Chapter 9)



Kim So Eun mendapati apartemennya bersih sekali. Dia membuka kulkas dan isinya penuh dengan buah-buahan. Kim So Eun mengambil sebuah jeruk, menimbangnya dan meletakkannya kembali. Bagaimana kalau ada racunnya?

Tiba-tiba dia merasa lapar sekali. Kim So Eun mengangkat telepon untuk memesan makanan, tapi diurungkannya. Kim So Eun keluar apartemen dan menuju kantin di lantai atas apartemennya. Hari itu kantin cukup ramai oleh orang yang menikmati makan malam. Kim So Eun mengelilingi seluruh ruangan, mengintip menu di balik lemari kaca, memesan, lalu duduk di sebuah meja yang sudah terisi oleh anak muda.

“Kelihatannya enak sekali,” kata Kim So Eun, sambil tersenyum.

“Ya. Ibuku tidak masak. Jadi....”

“Kau lapar sekali, ya? Makanmu terburu-buru sekali.”

“Ya, Nunna, saya memang lapar sekali.” Pemuda kecil itu tertawa. “Nunna mau makan juga?”

“Itu pesananku datang.”

Kim So Eun menerima piring burger spesial dengan kentang goreng dan irisan keju, yang menimbulkan aroma menggoda. Pemuda kecil itu memandang burger-nya, sambil menelan ludah.

“Kau mau?” Kim So Eun tersenyum.

“Kelihatannya enak. Tapi, Ibu menyuruhku makan nasi goreng.”

“Di sini tidak ada Ibumu, ‘kan?” Kim So Eun tersenyum sambil berbisik. “Aku lupa kalau sedang diet keju. Bagaimana kalau kita tukar makanannya?”

“Nasi gorengku kan tinggal separuh?”

“Tidak apa-apa. Aku minta kentangnya sedikit saja.”

Kim So Eun menukar piringnya. Mengangsurkan gelas soft drink-nya dan meneguk teh manis anak itu.

Anak itu melahap burger dengan semangat, Kim So Eun melihatnya dengan perasaan tak keruan. Mungkin, aku terlalu paranoid dengan racun.

“Enak sekali. Terima kasih. Nunna tidak makan?”

Kim So Eun menyendok nasi goreng sisa anak tadi sambil berpikir, hanya dengan begini aku bisa terhindar dari mati konyol. Tapi, mungkin akan mati karena kuman dari orang yang memberikan sisa makanannya padaku.

Kim So Eun masuk kantor pagi sekali. Dia meletakkan semua pekerjaan yang sudah diselesaikannya di meja Jung So Min. Kalau tidak salah, dia pulang siang ini. Kim So Eun masuk kembali ke ruangan kantor-nya dan berhenti sejenak di depan ruangan Lee Min Ho yang sudah terisi orang lain.

Ia menarik napas panjang dan membuka pintu ruangannya. Dia berusaha bekerja setenang mungkin. Kantor ini sangat ketat dalam menjaga keamanan. Hampir di setiap pintu masuk, ada petugas keamanan. Kim Hyun Joong, pemilik perusahaan ini, sangat menjaga privasinya.

Tiba-tiba Kim So Eun merasa sepi sekali. “Semua orang yang dekat denganku celaka,” pikirnya sedih. Kim So Eun ingin sekali menangis. Tenggorokannya terasa semakin sakit, ketika air matanya tidak mau keluar.

“Selamat pagi Nn. Kim So Eun. Ini surat untuk Anda dan....” Park Shin Hye, sekretaris direksi, masuk dengan sopan.

“Terima kasih, Park Shin Hye.” Kim So Eun menerima suratnya. “Kau makan apa?”

“Roti bakar. ” Park Shin Hye mengangkat roti bakarnya yang tinggal separuh.

“Untuk aku saja, ya. Aku lapar sekali.” Kim So Eun menyambar roti bakar dengan cepat.

“Ya, ampun..., biar saya minta Office Boy membuatkan lagi untuk Anda.”

“Tidak usah, ini sudah cukup.”

Kim So Eun menelan roti dengan cepat. “Terima kasih, ya.”

“Sama-sama.”

“Park Shin Hye!” Kim So Eun menghentikan langkah Park Shin Hye. “Apa Jung So Min sudah datang?”

“Anda belum tahu beritanya?” Park Shin Hye memandang aneh.

“Berita apa?” Kim So Eun menatap bingung.

“Nn. Jung So Min kecelakaan di Hongkong kemarin pagi. Sore ini mau dibawa ke Seoul untuk dirawat di sini saja. Itu pun kalau keadaannya sudah stabil.”

“Astaga.” Kim So Eun duduk dengan lemas.

Jadi siapa yang meneleponku kemarin di hotel?

“Siapa yang ada di sana sekarang?”

“Tn. Jang Geun Suk. Mau saya sambungkan?”

Kenapa Jang Geun Suk? Bukankah Jung So Min itu bermusuhan denganya?

“Tidak usah, Park Shin Hye. Nanti saja saya telepon sendiri.”

Kim So Eun membiarkan Park Shin Hye keluar dari ruangannya. Hatinya semakin tidak keruan. Kalau saja ada satu orang yang bisa dihubungkan dengan semua kejadian ini.

Tadinya Kim So Eun yakin sekali bahwa Jung So Min terlibat dengan semua kejadian ini. Sejak awal, Jung So Min, teman kuliahnya, yang menawarkan pindah kerja ke kantornya. Jung So Min membuatnya percaya untuk menceritakan kenapa Kim So Eun tak mempunyai pacar selama bekerja bersamanya. Dan, Jung So Min datang membawa banyak berita tentang kesuksesan Kim Bum setelah Kim Bum menikah. Seluruh kehidupan Kim Bum yang seperti selebriti selalu diantarkan Jung So Min untuk Kim So Eun setiap hari.

Hanya Jung So Min yang tahu bahwa dia akan makan siang dengan Lee Min Ho. Hanya, Kim So Eun tidak memberi tahu di mana dia menginap. Tetapi, Jung So Min tahu betul jam berapa dia bertemu para klien, karena Jung So Min memintanya untuk terus melapor, setiap kali pertemuan de¬ngan klien usai. Hanya Jung So Min yang tahu siapa dirinya di mata Kim Bum.

Bagaimana mungkin Jung So Min juga menjadi korban? Semua orang yang terhubung dengannya celaka....

Kim So Eun panik. Di mana Kim Bum? Kim So Eun melihat ponselnya berkedip-kedip, lalu membuka flip-nya. ‘Saya tunggu di minimarket basement, jam sebelas tepat. SSH.’

Astaga... itu enam menit lagi. Kim So Eun mengemasi barangnya dan keluar ruangan dengan tergesa. Suasana kantor, entah mengapa, dirasa sangat mencekam. Mungkin, karena peristiwa Jung So Min yang masih belum jelas keadaannya. Atau, memang setiap hari sepi se¬perti ini. Atau, perasaannya saja.

“Park Shin Hye, bilang pada bosmu, aku ke studio.”

“Kalau begitu, bisa tolong titip berkas ini untuk Seohyun, manajer studio, Nn. Kim So Eun. Saya harus jaga markas, karena semua orang ‘terbang’.”

“Baiklah.”

Kim So Eun turun dengan cepat dan menuju parkir bawah. Satu lantai ke bawah lagi akan sampai di minimarket.

“Naik ke mobil, cepat!” Song Seung Hun meneleponnya.

Sebuah mobil dengan kaca cukup gelap menghampirinya perlahan. Kim So Eun masuk, duduk dengan gemetar. Song Seung Hun duduk di sam¬pingnya dengan wajah yang terlihat tegang.

“Di mana Kim Bum?” itu pertanyaan pertama yang muncul di kepala Kim So Eun.

“Tn. Kim Bum aman.” Song Seung Hun menjawab dengan tenang. “Maaf, keadaan tidak terkendali.”

“Ada apa sebenarnya?” Kim So Eun menyandar dengan lesu. “Ceritakan padaku, tolong.”

“Mereka memancing Tn. Kim Bum untuk keluar. Karena Ny. Yoon Eun Hye dan anaknya di luar negeri, mereka memancingnya dengan berusaha mencelakai anda, Nn, Kim So Eun.”

“Siapa mereka?”

“Itu yang sedang kami selidiki.”

“Kami siapa?”

“Saya dan kru.”

“Kau dan kru apa?” Kim So Eun ingin sekali berteriak.

“Anggap saja kami satuan yang bertugas menyelidiki hal-hal yang mencurigakan. Tn. Kim Bum tidak membunuh siapa pun. Orang-orang ini sangat rapi. Bahkan, kami juga tidak tahu siapa yang membunuh orang yang mengeroyok Tn. Kim Bum. Motifnya belum jelas.”

“Apa hubungannya dengan saya?”

“Mereka tahu segalanya. Mereka tahu Tn. Kim Bum sangat menya¬yangi Anda, sekalipun Anda tidak pernah bertemu dengan Tn. Kim Bum, setelah Tn. Kim Bum menikah. Menurut dugaan kami, mungkin ada orang terdekat Tn. Kim Bum yang terlibat.”

“Kapan mereka berhenti mengejar saya?” Kim So Eun menelan ludahnya. Setiap hari dia harus berjuang sendiri agar masih bisa bernapas.

“Kami akan terus melindungi Anda,” Song Seung Hun menjawab dengan tidak meyakinkan.

“Kalau bukan karena ada orang lain yang menyerobot taksiku.”

“Kami sudah mengaturnya, Nn. Kim So Eun.” Song Seung Hun menahan napas. “Yang menyerobot taksi anda adalah orang kami. Di detik terakhir, kami tahu ada bom di dalam taksi dan tak cukup waktu untuk meng¬hentikannya, sehingga harus ada orang yang menggantikan anda.”

“Ya, ampun....” Kim So Eun merasa tulang-tulangnya remuk. “Kita mau ke mana?”

“Mencarikan tempat aman untuk Anda. Malam ini akan ada lagi percobaan pembunuhan pada anda, Nn. Kim So Eun.”

“Astaga....”

“Sebenarnya kami ingin membuat jebakan.” Song Seung Hun meminggirkan mobilnya. “Kalau Anda setuju.”

“Aku? Maksudmu aku jadi umpan? Apa kau sudah gila?!”

Beruntung aku masih hidup.

“Tidak apa-apa, kalau Anda tidak mau. Kami sangat mengerti bagaimana perasaan Anda.” Song Seung Hun mulai menjalankan mobilnya. “Kami akan tetap mencari cara untuk....”

“Apakah ini akan menyelamatkan Kim Bum?”

“Tidak, hanya akan menghentikan korban-korban lain yang ada di dekat Anda.”

“Bagaimana rencana kalian?”

“Kami tidak mau memaksa Anda. Kepanikan adalah penyebab pertama kematian.”

“Aku bersedia,” Kim So Eun menyerah. “Setelah kau memberi makanan padaku. Aku lapar sekali.”

Kim So Eun meneguk air mineral dari botol yang diangsurkan Song Seung Hun. Song Seung Hun hanya mengangguk dan membelokkan mobil ke arah sebuah gedung salon dan bridal, langsung menuju parkir basement.

“Kita turun.” Song Seung Hun membuka pintu dan dengan cepat Kim So Eun mengikutinya. “Tinggalkan ponselmu di mobil.”

Kim So Eun menurut dan melempar ponselnya di jok belakang.

Mereka naik ke tangga dan membuka pintu belakang. Song Seung Hun menekankan ibu jarinya dan menggesekkan kartunya. Pintu itu terbuka dan seorang berpakaian seperti tentara menghormat ala militer. Song Seung Hun melakukan hal yang sama di pintu kedua dan ketiga, lalu mereka masuk ke sebuah ruangan kantor yang sangat luas. Penuh dengan komputer dan layar lebar serta banyak peralatan lain yang Kim So Eun tidak tahu namanya. Seperti dalam film-film detektif dan semacamnya.

“Teman-teman, ini Nn, Kim So Eun.”

Song Seung Hun membuat seluruh orang di ruangan mengangguk pada Kim So Eun, sambil memandang kasihan. Lalu, Song Seung Hun membawa Kim So Eun masuk sebuah pintu lain. Kim So Eun berhenti sebentar, lalu berkata, “Panggil Kim So Eun saja.”

“Kau bisa istirahat dulu. Kami akan mengantar makanan sebentar lagi. Itu pintu ke kamar tidur yang akan kau pakai tidur malam ini.”

“Kalau masih hidup,” Kim So Eun menggumam, lalu duduk di sofa yang nyaman. Ia merasa sangat letih dan lapar. Sudah dua hari ini ia hanya makan sisa nasi goreng dan sepotong kecil roti bakar, meminum kopi sisa Park Shin Hye, dan setengah air putih bekas tamu kantornya.

“Nah, setelah kau makan, kita akan segera membicarakan rencana nanti malam.”

Kim So Eun mendengarkan saja semua rencana Song Seung Hun dan temannya. Toh, aku memang sudah mati.... Sejak Kim Bum menikahi Yoon Eun Hye, setengah jiwaku sudah mati.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...