Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Kamis, 30 Juni 2011

True Love (Chapter 4)



Chapter 4
Ketika Cinta Masih Juga Terlupakan

Hari keempat Kim Bum di rumah sakit, Kim So Eun belum sanggup untuk menjenguk suaminya kembali. Hatinya masih terluka atas perlakuan Kim Bum yang masih didera amnesia itu. Hanya Jung Yong Hwa dan beberapa teman kantor Kim Bum yang berkunjung. Menceritakan sosok Kim Bum, berusaha mengembalikan ingatan Kim Bum tentang mereka namun yang terjadi malah membuat kepala Kim Bum sakit dan nyeri. Dan Jung So Min yang setia datang dan merawat Kim Bum dengan penuh cinta, berharap cintanya dapat dibalas oleh lelaki itu.

Di hari kelima ia berbaring di rumah sakit, Kim Bum sudah mulai bisa melakukan terapi untuk berdiri. Yang menanganinya adalah Suster Yoona. Pelan-pelan ia memegang kruk.

Lututnya masih terasa nyeri tapi sudah mampu untuk digerakkan.

“Hati-hati, Tn. Kim Bum…”

Suster Yoona memegangi lengannya ketika Kim Bum hilang keseimbangan.

“Apa boleh keluar? Ke taman mungkin? Bosan di kamar terus,” keluh Kim Bum.

“Ya, nanti setelah anda berhasil berjalan bolak balik dari pintu kamar sampai ke kasur. Kalau belum terbiasa memakai kruk, bahaya bila jalan-jalan ke taman. Mungkin butuh waktu satu minggu sampai anda benar-benar bisa jalan. Sekarang kita latih keseimbangan dulu.”

Kim Bum mengerang kesal. Ia membanting satu kruknya ke lantai. Suster Yoona mencoba menenangkan, mengambil kruk itu kembali. Sekuat tenaga ia memberikan pengertian pada Kim Bum. Lelaki itu meledak-ledak, tak terima permintaannya ditolak.

“Saya mau ke taman!” teriak Kim Bum, urat di lehernya terlihat menyembul.

Suster Yoona menutup kedua telinganya. Ia kaget bukan main. Yoon Eun Hye masuk ke dalam kamar ditemani Kim Yoo Bin dan suaminya.

“Suster tinggalkan saja dia, biar saya yang urus,” Yoon Eun Hye meletakkan buah-buahan di atas meja tunggu. “Saya kakak iparnya.” Suami Yoon Eun Hye menggendong Kim Yoo Bin. Suster Yoona memberikan sedikit pengarahan, apa yang harus Kim Bum lakukan hari ini dan obat-obatan apa saja yang harus ia minum. Setelah itu ia pergi sambil mengusap-usap telinganya.

Kim Bum duduk di kasur. Ia membuang kedua kruknya begitu saja di lantai. Kepalanya masih pusing, sesekali matanya berkunang-kunang. Ditatapnya Yoon Eun Hye dan suami serta Kim Yoo Bin dengan wajah bingung bercampur kesal.

“Siapa yang tadi bilang kakak iparku?” tanyanya dingin.

Yoon Eun Hye memberikan senyum manis, “aku Yoon Eun Hye kakak iparmu, Kim Bum.” Yoon Eun Hye memungut kruk yang tergeletak di lantai lalu menyandarkannya ke tembok.

“Apa aku harus pergi, sayang?” tanya suami Yoon Eun Hye. Kim Yoo Bin yang berada dalam gendongannya tak mau diam. Terus menggeliat merengek meminta mainan.

“Maaf, ya, Suamiku… jadi merepotkan,” ujar Yoon Eun Hye.

Kim Yoo Bin berontak lalu turun dari gendongan sang ayah. Ia menghambur ke dalam pelukan Kim Bum. Lelaki itu terkejut, emosinya bagai disiram embun pagi ketika melihat mata Kim Yoo Bin yang polos dan senyum gadis cilik itu.

“Paman Kim Bum… Paman Kim Bum… cepat cembuh, ya!” Kim Yoo Bin mencium pipi Kim Bum. Raut keras lelaki itu melunak, ia tersipu dan memalingkan wajah, Kim Yoo Bin menjauh dari Kim Bum dan kembali ke pelukan sang Ayah. “Ayah ayo kita beli mainan….”

Suami Yoon Eun Hye menggendong anaknya lalu mengecup pipi istrinya. Ia meninggalkan Yoon Eun Hye berdua dengan Kim Bum yang masih tertunduk malu. Kim Bum memegangi pipinya bekas kecupan sang gadis cilik.

“Apa aku sudah menikah?” tanya Kim Bum.

“Iya! Dan istrimu adalah Kim So Eun,” Yoon Eun Hye duduk di kursi, berhadapan dengan Kim Bum. “Wanita gemuk yang kemarin datang kemari.”

Kim Bum terperangah. “Haha…” tawanya hambar. “Kemarin ada wanita gemuk yang mengaku jadi istriku. Hei… anda itu cantik dan langsing, apa tidak salah anda itu kakaknya?”

“Kim So Eun itu istrimu, kau mencintainya bukan karena fisik Kim Bum. Cobalah kau ingat.” Pelan-pelan Yoon Eun Hye berbicara.

Kim Bum terdiam. Kepalanya berdenyut pelan lalu sebuah memori merambat-rambat mencoba melesak masuk ke dalam ruang kosong dalam otaknya. Kim Bum meringis kesakitan. Ia memegangi kepalanya dengan kedua tangan. “Jangan suruh aku untuk mengingat-ingat….”

“Baiklah,” Yoon Eun Hye menumpukan kaki kanannya pada kaki kiri, “aku akan ceritakan kisah cintamu dan Kim So Eun.” Senyumnya nakal.

“Tidak perlu!”

“Dahulu Kim So Eun langsing dan cantik. Kau begitu mencintai dan memujanya. Berkali-kali kau nyatakan cinta pada Kim So Eun, ia menolak. Sampai akhirnya kau mau pergi ke Amerika dan ia menerimamu.”

“Yeaah… seperti cerita dongeng.”

Kim Bum menutup telinga dan berdendang tak jelas.

Yoon Eun Hye tak peduli. Ia meneruskan bercerita. Tentang masa-masa penantian Kim So Eun, masalah yang menimpa keluarga mereka, sebab Kim So Eun menjadi gemuk, hingga ketulusan cinta Kim Bum yang membawa mereka pada pernikahan yang suci.

“Kau boleh membuka telingamu, ceritanya sudah usai,” Yoon Eun Hye tersenyum senang ketika Kim Bum menjauhkan telapak tangannya dari telinga.

Pandangan Kim Bum kosong ke arah lantai. “Tapi aku tak merasakan getaran apapun. Aku hanya merasakan getaran hebat pada seorang gadis.”

“Kim So Eun?”

“Bukan…” jawab Kim Bum.

“Selamat pagi, Kim Bum!” sapa riang Jung So Min yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Ia membawakan dua ikat bunga segar dan langsung diletakkan di dalam vas. Sekilas ia menatap tak senang ke arah Yoon Eun Hye meski akhirnya ia harus tetap bersikap ramah.

Binar mata Kim Bum terlihat cerah. Yoon Eun Hye menangkap perubahan itu. “Jung So Min… apa kau mau mengajarkanku berjalan dengan kruk?”

“Tentu saja Kim Bum, oh iya… apa kau sudah sarapan?” Kim Bum menggeleng manja, ia menarik tangan Jung So Min agar mendekat padanya. “Iya, nanti aku suapi.”

“Hei!” Yoon Eun Hye mulai panas, “Kim Bum itu suami adikku. Kau tak sepantasnya seperti itu Jung So Min. Biar aku yang suapi dia.”

“Diam!” Kim Bum membentak kembali, “kau keluar saja. Aku tidak pernah merasa menikah dengan Kim So Eun…” kepala Kim Bum kembali berdenyut kencang. “Oughh… ugh…. Kim So Eun? Kim So Eun?”

“Kau mengingat sesuatu?” cecar Yoon Eun Hye.

“Iya… dia… dia… tidak!” Kim Bum merebahkan dirinya di kasur, kakinya menekuk ke badan. “Jung So Min kepalaku sakit… sakit!”

“Biar aku panggilkan dokter,” Yoon Eun Hye panik.

Ia keluar kamar dan kembali beberapa menit kemudian bersama Dokter Park Jae Jung dan dua perawatnya. Jung So Min menyingkir, Kim Bum masih meringkuk, mengerang.

* * *

Kim So Eun melalui malam-malam sunyi tanpa kekasih di sisi tempat tidurnya. Kasur besar yang seharusnya dihuni oleh dua manusia kini seperti hamparan kesepian yang mencabik-cabik. Ia bolak-balikkan badannya resah. Teringat kata-kata Kim Bum yang menyakitkan saat di rumah sakit.

Gemuk! Jelek! Dia bukan istriku!

Kim So Eun meneteskan samudera kesedihannya. Ia benamkan wajah pada bantal berbentuk hati pemberian suaminya. Apa arti pernikahan ini? Apa arti semua ini? Batinnya berontak.

“Karena ketika lelaki dan wanita menjadi sepasang suami istri, hati mereka telah menyatu, Kim So Eun.”

Kim So Eun terduduk di tepi kasur. Ia pandangi pigura besar yang belum terisi foto, masih teronggok di sudut kamar. Seharusnya kini pigura itu berisi foto resepsi pernikahannya bersama Kim Bum. Pandangannya beralih pada meja rias. Bingkai-bingkai kecil berisi akad nikah mereka berdua tertata rapih. Ada kebahagiaan terpancar dalam foto itu. Kim So Eun menyunggingkan senyum.

“Yoon Eun Hye Eonni benar… sepasang suami istri, hatinya sudah menyatu.” Gumam Kim So Eun, “besok pagi aku akan segera ke rumah sakit… ah… tidak! Harus malam ini! Aku istrinya! Aku berhak untuk merawatnya. Aku berhak atas dirinya.” Kim So Eun beranjak menuju lemari. Ia membawa beberapa potong pakaian miliknya. Membuka lemari es dan mengeluarkan beberapa camilan. Kalau saja Kim Bum merasa lapar di tengah malam. Ia masukkan puluhan lembar foto yang siang tadi baru tiba dari fotografer New Moon Entertainment.

Ia memakai jaket dan baju tidur yang besar. Kemudian pakaian itu dibuka kembali dan ia pilih gaun pengantinnya yang belum sempat dicuci. Dipakainya dengan penuh harap dan cinta. Kim So Eun menelepon taksi. Ia keluar dengan tergesa. Sopir taksi mengernyitkan dahi. Duhai… calon pengantin mana yang akan menikah menjelang tengah malam seperti ini? Batinnya.

Tak peduli berapa pasang mata yang menatapnya heran, Kim So Eun terus saja berjalan melewati lorong demi lorong, kamar demi kamar demi bisa menjumpai Kim Bum. Ia membuka pintu pelan tanpa perlu mengetuknya. Lehernya bagai dicekik ketika mendapati Jung So Min duduk bersisian dengan suaminya di atas tempat tidur. Kepala gadis itu menyandar pada dada bidang Kim Bum.

“Keluar!” usir Kim So Eun tegas. Jung So Min berdiri dan mendongak angkuh.

“Maaf, nyonya Kim So Eun, suami anda yang menahan saya untuk pulang.”

“Apa dokter di sini tidak melarang kegiatan asusila di dalam rumah sakit?”

“Hei, saya dan suami anda tidak melakukan apapun! Saya hanya menemaninya!”

“Keluar!” dengan sekuat tenaga, Kim So Eun menarik lengan kecil Jung So Min dan mendorong gadis itu keluar dari dalam kamar.

“Seorang pasien butuh istirahat yang cukup!”

Jung So Min terjatuh di depan pintu, Kim Bum berdiri dan mencoba menolong dengan kedua kruknya. Sayang lututnya belum terlalu kuat untuk berjalan. Kim So Eun membanting pintu kesal. Ia beruntung Kim Bum dirawat di kamar VVIP jadi tak harus menganggu pasien manapun. Beberapa suster hilir mudik di lorong dan keheranan melihat Jung So Min yang mencoba berdiri. Gadis itu menahan malu dan kesal luar biasa. Bergegas ia berjalan pergi sebelum banyak mata yang mengawasinya dengan tanda tanya.

Kim So Eun membantu Kim Bum untuk bisa berbaring di tempat tidur.

Wajah lelaki itu masih keras dan penuh kekesalan. “Kau… seharusnya kau yang keluar… Kau….” Kepala Kim Bum kembali berdenyut, lebih keras, seperti dipalu oleh ribuan godam raksasa. Kim Bum mengerang kesakitan. Ia menatap Kim So Eun. “Kim So Eun? Kim So Eun? Kim So Eun?” gumamnya terus menerus. Semakin ia berusaha mengingat, semakin sakit kepalanya.

Kim So Eun segera keluar untuk meminta pertolongan.

Kim Bum memandang gaun pengantin yang melambai di tubuh Kim So Eun. “Kim So Eun…? Gaun pengantin… aku…. Ughh…” samar-samar bayangan sebuah pernikahan menyapa benak Kim Bum dan ia berteriak pilu. Sakit.

* * *

“Tadi pagi Kim So Eun telepon, dia cerita kalau semalam Jung So Min masih berduaan dengan Kim Bum di kamar!” geram Yoon Eun Hye pada Song Hye Gyo.

Mereka berdua berjalan menyusuri lorong rumah sakit, masuk ke dalam lift.

“Kita harus bawa Kim Bum pulang sekarang. Kedua orang tuanya juga setuju.”

“Kemana, Ayah dan Ibu Kim Bum?” tanya Song Hye Gyo.

“Kemarin-kemarin mereka sibuk mengurusi bisnis, pagi ini seharusnya mereka sudah tiba di kamar Kim Bum.”

Pintu lift terbuka dan mereka mendapati sosok Jung So Min berdiri di depan gang kecil menuju ke kamar satu kosong empat.

Gadis itu seperti menunggu sesuatu.

“Mau apalagi kau di sini? Mau merebut suami orang?” sinis Yoon Eun Hye.

Jung So Min tercekat, ia melangkah mundur ke dinding koridor. “Aku…”

“Sudah tidak usah diladeni,” Song Hye Gyo menarik lengan Yoon Eun Hye, “kalau Kim Bum sudah ada di rumahnya, dia tak akan berani datang mengusik.”

Yoon Eun Hye mengikuti perintah kakaknya dan pergi meninggalkan Jung So Min.

* * *

Kim So Eun mengecup kening suaminya mesra. Ia pejamkan mata agar keromantisan hanya menjadi miliknya semata. Kelopak mata Kim Bum terbuka pelan-pelan. Ia mengerjap-ngerjapkan mata dan menyapa cahaya pagi yang membawa kehidupan baru.

“Selamat pagi suamiku,” senyum Kim So Eun mengembang. Ia sudah berdandan cantik, dengan wajah berseri, make up tipis, gaun pengantin putihnya serta tudung kecil dan menata rambutnya dengan sederhana. Ia memegang bunga mawar merah di tangan kanannya lalu meletakkannya di dada Kim Bum. Lelaki itu sedikit terenyuh, ia duduk perlahan-lahan.

“Kim So Eun?’ tanya Kim Bum sambil mengangguk sendiri. Seolah mengingat sesuatu. Ia memutar kepalanya, menelusuri setiap sudut dan jengkal dinding kamarnya yang kini sudah penuh terisi oleh foto-foto pernikahannya dengan Kim So Eun. Kim Bum mengambil kruknya di pinggir kasur dan mulai turun. Berjalan menuju dinding-dinding kamarnya, meraba setiap foto yang tertempel di sana.

Kraaak….!

“Kim Bum! Jangan!” pekik Kim So Eun.

Ia berusaha menahan tangan Kim Bum yang dengan liar merobek satu per satu foto-foto pernikahan mereka. “Lepaskan…! Ini semua foto rekayasa!” teriak Kim Bum.

Seperti terjadi sebuah pergumulan. Kim Bum dengan tenaga lelakinya yang penuh emosi berusaha mendorong Kim So Eun yang terus memeluk tubuh itu. Memohon-mohon agar foto-foto itu tidak dirusak. Kim So Eun menangis, meraung. Yoon Eun Hye dan Song Hye Gyo datang, membantu Kim So Eun, menenangkan Kim Bum yang mengamuk bagaikan banteng melihat warna merah cerah di colloseum.

“Kim So Eun, ambil semua foto itu sebelum Kim Bum merobek semuanya!” teriak Song Hye Gyo.

Yoon Eun Hye dan Song Hye Gyo menarik tangan Kim Bum yang meronta. Kaki lelaki itu menggelepar di lantai. Tangannya melayang-layang di udara, bahkan perut Yoon Eun Hye pun terkena sedikit tonjokan. Kedua orang tua Kim Bum datang, Ayahnya segera menampar pipi Kim Bum dengan keras. Kim Bum terdiam, suasana menghening. Napasnya memburu cepat.

“Kim Bum… aku ini Ayahmu!” suara Ayah Kim Bum menggelegar.

“Ayah?” Kim Bum memegang kepalanya, “Ayah… ya… pasti aku punya Ayah.”

Ibu Kim Bum merengkuh anak lelakinya ke dalam pelukan. “Ini Ibu, nak…” ia belai rambutnya lembut, “Maafkan Ibu dan Ayah baru menjengukmu kembali. Kau kena amnesia. Tapi kami yakin ingatanmu akan pulih….”

Bergantian Kim Bum menatap kedua orang tuanya.

Bayang-bayang masa kecil tiba-tiba berkelebatan. Membuat ia mengernyitkan dahi, rasa pusing dan nyeri di kepalanya timbul. Namun ia tak perlu berpikir keras untuk menikmati memori-memori itu.

“Mungkin… mungkin memang Ibu dan Ayah,” Kim Bum mulai tenang.

Dokter Park Jae Jung yang dikontak melalui telepon menyarankan agar Kim Bum tinggal bersama kedua orang tuanya. Memulihkan masa-masa kecil di rumah akan mempermudah Kim Bum untuk menemukan ingatannya kembali.

“Kim So Eun, kau tinggal di rumah kami, ya, untuk sementara. Bantu kami memulihkan ingatan suamimu,” pinta Ibu Kim Bum.

Kim So Eun mengiyakan.

“Tidak…” Kim Bum menolak, “aku hanya ingin ada Jung So Min di sisiku. Seseorang yang aku cintai. Seseorang yang membuat hatiku bergetar…”

Kim Bum menatap tajam ke arah Kim So Eun.

Semua saling memandang.

Lalu Ayah Kim Bum angkat bicara. “Istrimu adalah Kim So Eun dan kami semua tahu cintamu hanya untuk Kim So Eun!”

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...