Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Rabu, 22 Juni 2011

Crazy Love (Chapter 6)



Permulaannya sangat sederhana. Mereka sedang merayakan ulang tahun perkawinan mereka yang kesepuluh. Kim Bum membawa istrinya menelusuri kembali perjalanan bulan madu mereka yang pertama. Dia membawa Kim So Eun berwisata ke Hongkong.

Dari Hongkong mereka menuju ke Macau. Mereka bermalam di hotel baru yang sepuluh tahun lalu belum dibangun. Mereka sangat menikmati malam-malam yang indah di Macau. Menyaksikan cabaret yang fantastis sampai, pertunjukan sirkus yang spektakuler. Bagi Kim So Eun, masih ditambah dengan shopping yang amat mengesankan. Karena sepuluh tahun yang lalu, dia belum mampu membeli baju-baju yang begitu didambakannya.

Saat itu dia belum praktek. Dan dia tidak mau menghamburkan uang ibunya. Tetapi sekarang, semuanya berbeda. Sekarang dia memiliki uang sendiri. Kim So Eun bahkan tidak mau memakai uang suaminya. Untuk shopping dia lebih bebas kalau memakai uangnya sendiri.

Tentu saja Kim Bum tidak tahu. Dua dari tiga barang belanjaan istrinya dibeli dengan uangnya sendiri. Kalau Kim Bum tahu, dia pasti tersinggung. Karena dia tahu, pendapatan Kim So Eun sebagai dokter gigi sudah lebih besar daripada gajinya sebagai dokter umum di rumah sakit plus penghasilannya buka praktik pribadi.

Bagi Kim Bum, Macau juga sangat menarik. Karena di kota judi itu dia bisa memuaskan gairah berjudinya.

Mula-mula Kim So Eun memang selalu melarangnya berjudi "Nanti Tuhan marah," katanya sepuluh tahun yang lalu, ketika untuk pertama kalinya dia melihat betapa mahirnya suaminya main bakarat. Kim Bum bisa menerka dengan tepat kapan banker yang menang. Kapan harus memasang player. Dan kapan harus meletakkan Chips-nya di tie. Delapan dari sepuluh tebakannya tepat. Dan Kim So Eun merasa ngeri melihat gaya main judi suaminya.

*) Bakarat adalah permainan paling diminati di Dunia Kasino. Permainan kartu legendaris ini terkenal di Prancis beberapa abad lalu, dan menemukan rumahnya di Seluruh Kasino baik Real maupun Online Gaming dan seni dalam “Mirit Kartu” merupakan salah satu ciri khas.

Taruhan terbaik selalu pada Banker bila anda harus membayar 5% komisi pada semua taruhan yang menang. Tidak hanya merupakan taruhan terbaik dalam bakarat, namun juga taruhan terbaik di kasino. Bila anda memilih bermain “Player” memang tanpa komisi namun hanya dibayar setengah bila banker menang pada enam. Rahasia ini tidak sebaik taruhan pada banker dengan komisi permainan sebesar 5%, jadi bila anda dapat memilih, pilihlah permainan dengan komisi dengan kata lain Lebih baik BANKER..

The Tie tidak selalu merupakan taruhan terbaik: gunakan secara terpisah; hadiah besar namun risikonya juga besar.

Kalau menang, Kim Bum akan memasang modal dan kemenangannya sebagai taruhan. Kalau dia menang lagi, dia akan menggandakan taruhannya. Tidak heran sekalinya kalah, seluruh kemenangan berikut modalnya ikut amblas.

"Uangmu akan habis, Kim Bum," keluh Kim So Eun ngeri. Tidak tahan menonton suaminya main bakarat. Rasanya terlalu tegang untuk jantungnya.

"Namanya juga judi," sahut Kim Bum tenang seperti biasa. "Mana ada yang menang? Yang menang ya kasinonya."

"Sudah tahu begitu kenapa diteruskan?"

"Senang saja."

"Nanti ketagihan."

"Ah, aku kan cuma main kalau liburan seperti ini," sahut Kim Bum menghibur. "Di Seoul buktinya aku tidak pernah main."

"Pokoknya jangan berjudi, Kim Bum. Dosa."

Repot sekali malaikat yang mencatat daftar dosa kalau main judi saja dosa, pikir Kim Bum setengah mengejek. Tentu saja hanya dalam hati. Mereka kan sedang berbulan madu. Masa sudah mengajak bertengkar?

"Tidak ada orang yang menjadi kaya dari berjudi, Kim Bum," sambung Kim So Eun seperti ibu guru yang sedang menasihati muridnya yang ketahuan mencontek. "Buktinya kemenanganmu akhirnya habis semua, kan?"

Karena aku tidak hati-hati, sahut Kim Bum dalam hati. Kupertaruhkan semua hasil kemenanganku. Dan kebetulan tebakanku salah! Hah, orang berjudi memang begitu, kan? Harus berani menyambar bahaya! Namanya saja berjudi!

"Kasino ini ada setannya, Kim Bum. Nanti semua uangmu akan habis tak berbekas. Kita tidak bisa ke Taiwan. Dan itu berarti kita terpaksa kembali ke Korea sebelum waktunya."

Setannya bukan di dalam kasino, Sayang, Kim Bum menahan tawanya. Tapi di dalam hati si penjudi itu sendiri. Karena dia serakah! Tapi itu memang sifat manusia, kan? Serakah! Makanya tidak ada penjudi yang menang!

Saat itu memang Kim Bum tidak sampai kalah habis-habisan. Karena dia mengikuti petuah istrinya. Berhenti sebelum seluruh isi dompetnya amblas. Tapi minatnya bermain judi tak pernah luntur. Sungguh pun Kim Bum hanya berjudi kalau sedang berwisata.

Sekarang pun Kim So Eun masih tidak suka suaminya main judi. Tetapi pencegahannya tidak seperti dulu lagi. Lebih lunak. Mungkin sekarang dia sudah percaya, suaminya bukan penjudi. Di Seoul Kim Bum tidak pernah berjudi. Taruhan saja tidak. Dia hanya berjudi kalau iseng. Seperti sekarang. Habis dia harus ke mana? Shopping kan dia tidak suka.

"Jangan main banyak-banyak, Kim Bum," kata Kim So Eun sebelum dia meninggalkan suaminya di lobi hotel. "Nanti aku tidak bisa beli baju."

"Jangan khawatir," Kim Bum tersenyum lebar. "Kalau menang, bukan cuma bajunya, tokonya pun kubelikan untukmu."

"Tidak mau," Kim So Eun tersenyum manis membalas kelakar suaminya. "Kalau punya toko di sini, siapa yang akan menemanimu pulang ke Seoul?"

"Gampang," Kim Bum melirik seorang wanita cantik yang lewat di sisinya. "Yang itu boleh juga, kan?"

"Benarkah?" Kim So Eun mengulum senyumnya. "Kau mau menukarku dengan dia?”

"Tersanjung?"

"Terhina!"

"Benarkah?" Kim Bum pura-pura mengangkat alisnya dengan kaget. Diputarnya kepalanya mengikuti wanita yang baru saja melewatinya. "Apa kurangnya dia? Memang rasanya bukan baru. Tapi walaupun secondhand, bodinya masih mulus. Wajahnya belum didempul. Tarikannya sepertinya juga masih sip! Turbo!"

"Kau tidak ingat dia, ya?" Kim So Eun menahan tawanya.

"Ingat siapa?" Sekali lagi Kim Bum memutar kepalanya. Diawasinya wanita itu dari belakang. Hm, lenggak-lenggoknya begitu professional. "Bukan salah satu tantemu, kan?"

"Ingat show yang kita lihat tadi malam?"

"Show dua dunia?" sergah Kim Bum hampir berteriak saking kagetnya.

Kim So Eun tertawa geli.

"Jadi dia...?" Kim Bum menggagap tidak percaya.

"Tidak menyangka, kan?" Kim So Eun mencubit lengan suaminya yang masih terpukau heran.

"Benar-benar salah cetak!" cetus Kim Bum antara kagum dan jijik.

"Jangan begitu, Kim Bum," Kim So Eun meraih lengan suaminya dan mengajaknya, pergi. "Mereka harus dikasihani. Tidak gampang hidup seperti itu."

"Kenapa Tuhan salah menempatkan onderdil mereka?"

"Tuhan tidak pernah salah, Kim Bum. Mereka yang keliru memilih."

"Memilih antara jadi lelaki atau banci??”

"Tuhan memberi manusia kebebasan untuk memilih."

"Kalau begitu mereka tidak perlu dikasihani. Sudah menjadi pilihan mereka sendiri untuk hidup seperti itu, kan?"

"Yang harus dikasihani bukan pilihannya, Kim Bum. Tapi hidupnya. Karena hidup yang mereka pilih itu bukan hidup yang gampang."

"Memang susah berdebat dengan hamba Tuhan," gurau Kim Bum sambil mencubit ujung hidung istrinya.

"Aku bukan hamba Tuhan, Kim Bum. Belum."

"Memang. Kau masih istriku." Kim Bum meraih istrinya ke dalam pelukannya dan mengecup bibirnya dengan mesra. "Dan kau akan tetap menjadi istriku. Sampai selama-lamanya. Takkan kuizinkan siapa pun mengambilmu. Tidak juga Tuhan."

"Jangan bicara seperti itu, Kim Bum. Kita semua milik Tuhan. Jika Tuhan menginginkan, siapa pun dapat diambil-Nya. Tak ada yang dapat menghalangi."

"Tapi Tuhan tidak sekejam itu, kan? Katamu Tuhan itu baik dan penyayang. Mustahil Tuhan yang begitu baik tega memutuskan cinta kita dan merampasmu dari pelukan suami yang begitu menyayangimu."

"Kadang-kadang jalan Tuhan tidak terduga, Kim Bum. Kadang-kadang kita tidak tahu di mana ujungnya dan mengapa kita harus melaluinya."

Ketika Kim So Eun mengucapkan kata-kata itu, Kim Bum tidak terlalu memerhatikannya. Sudah biasa istrinya mengucapkan kata-kata seperti itu.

Selama ini jalan hidup mereka memang lurus-lurus saja. Dia tidak menduga, saat itu mereka sudah dekat ke sebuah kelokan yang sangat tajam.

* * *

Malam itu mereka menikmati malam yang sangat indah. Seakan-akan malam bulan madu mereka sepuluh tahun yang lalu kembali menjelang.

Gaun hijau melon seharga tiga ratus dolar itu menjadi saksi bisu tetes-tetes cinta yang menitik ke hamparan awan kebahagiaan yang melayang ke nirwana.

"Aku sangat mencintaimu, Kim So Eun," bisik Kim Bum sambil memeluk istrinya erat-erat, seakan-akan ingin membenamkan tubuh istrinya ke dalam tubuhnya sendiri. Seakan-akan dengan begitu dia tidak mungkin lagi kehilangan wanita yang sangat dikasihinya. Seakan-akan dengan begitu mereka tidak mungkin berpisah. Tidak mungkin dipisahkan lagi oleh kekuatan apa pun.

Kim So Eun membalas pelukan suaminya dengan sama eratnya. Didekapkannya kepalanya ke dada suaminya. Begitu eratnya sampai telinganya mampu menangkap denyut jantung suaminya yang bergemuruh dilanda gelombang cinta yang menderu dahsyat seperti ombak yang menerkam pantai.

Tiba-tiba saja secercah keinginan yang sangat dalam menggurat sanubari Kim So Eun. Membuat sekujur tubuhnya bergetar menahan perasaan yang bergejolak.

“Tanamkan benihmu di tubuhku, Kim Bum," pintanya dengan suara memelas yang tak mungkin ditolak. "Biarkan aku mengandung anakmu. Beri aku kesempatan untuk mengandung dan membesarkan buah hati kita."

"Aku juga menginginkannya, Kim So Eun," balas Kim Bum lembut. Dikecupnya rambut istrinya yang harum semerbak. "Tapi seandainya tak hadir buah cinta kasih kita sekalipun, aku tetap mencintaimu."

"Akan kuberikan cinta dan seluruh hidupku untukmu, Kim Bum. Seandainya jantungku tidak berdenyut lagi sekalipun, cintaku padamu takkan pernah mati."

"Cintamu segala-galanya untukku, Kim So Eun. Biarkan jantung kita berdenyut dalam satu denyutan sampai kematian datang menjemput kita."

Tak terasa air mata Kim So Eun menitik ketika mendengar bisikan mesra suaminya. Cinta Kim Bum terasa begitu tulus. Begitu indah. Begitu abadi. Cinta yang dinyatakannya dalam getaran suaranya yang begitu membuai. Yang membuat Kim So Eun seperti melayang ke langit bertabur bintang-bintang yang mengedip mesra ke arahnya.

Cinta! Betapa indahnya tajuk yang terpasang di kepalamu! Betapa moleknya permata yang bersinar di hatimu!

Ketika dua insan saling berbagi rasa, ketika belahan jiwa menemukan lekuk tempat cinta berlabuh, ketika hati bagai tak henti bernyanyi, siapa mampu mengusir kebahagiaan yang demikian berseri?

Cinta Kim Bum kepada istrinya bukan hanya terpaku pada kemolekan tubuhnya dan kejelitaan parasnya. Setelah sepuluh tahun tubuh dan jiwa mereka bersatu dalam ikatan yang begitu kuat, rasanya hampir tak ada kekuatan yang mampu mengoyahkannya. Tak ada wanita yang mampu mengalihkan cinta dan kekaguman Kim Bum pada Kim So Eun.

Sebaliknya cinta Kim So Eun kepada suaminya begitu tulus. Begitu murni. Begitu abadi. Laksana bongkah-bongkah es di kutub selatan, bahkan panasnya sinar matahari pun tak mampu mencairkannya.

Dan dalam sebelanga adonan cinta yang begitu putih bersih, muncul setitik derita yang tak mungkin lagi dienyahkan. Karena hidup ini bukan seuntai lagu tanpa akhir.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...