Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Sabtu, 04 Juni 2011
Biarlah Rahasia (Chapter 7)
Kim So Eun memberanikan diri berkunjung ke apartemen Song Seung Hun. Dengan perasaan malu, benci, muak, ia menyerahkan kegadisan yang selama ini dijaganya utuh kepada produser itu. Tanpa merasakan kenikmatan apa pun, Kim So Eun mengikuti semua petunjuk yang diarahkan Song Seung Hun, yang tidak mempedulikan rintihan kesakitan dan isak tangis Kim So Eun. Tangannya bergerilya dengan liar. Kim So Eun hanya bisa pasrah.
“Tn. Song Seung Hun, saya perlu kejelasan. Saya tidak mau pengorbanan ini tidak ada timbal baliknya!”
“Maksudnya?”
“Anda jangan pura-pura bodoh. Saya mau melakukan ini secara kontrak selama 6 bulan. Selebihnya, saya tidak mau!” ancam Kim So Eun. Rencana ini memang sudah dipikirnya matang-matang, meski harus ditebus dengan harga mahal.
Selama seminggu ia sudah merancang jerat apa yang pantas untuk Song Seung Hun. Kalau ia hanya akan mendapat peran utama, dengan menjadi istri simpanan Song Seung Hun, tentunya kerugian ada pada dirinya. Untuk itu, ia sudah menyiapkan selembar kertas kontrak bermeterai.
“Tidak masalah. Semua bisa diatur!” suara Song Seung Hun meledek.
“Selama saya jadi istri simpanan Anda, saya tidak mau tinggal serumah. Hanya sesekali saja boleh bertemu!” lanjut Kim So Eun.
“Seminggu 3 kali?”
“Saya tidak bisa memastikan. Yang pasti, saya tidak mau hubungan ini sampai tercium wartawan dan orang lain. Dan, yang terakhir, saya minta bagian setengah dari harta Anda untuk jadi milik saya. Bagaimana?” tantang Kim So Eun, sambil menatap Song Seung Hun tajam.
Song Seung Hun yang sedang dimabuk cinta hanya mengangguk. Semua yang dikatakan Kim So Eun tidak ada yang dibantahnya.
“Baik, itu berarti Anda menyetujui kesepakatkan di antara kita. Sekarang, Anda harus menandatangani surat ini!” Kim So Eun pun mengajukan surat yang telah diketiknya rapi.
“Mengapa harus seresmi ini?”
“Saya tidak mau Anda mengelak dari kenyataan. Jangan lupa, surat ini sah!”
Kim So Eun senang, karena Song Seung Hun mau menandatangani surat itu, tanpa protes.
Produser yang sedang kasmaran itu benar-benar memenuhi janjinya. Tanpa pikir panjang, ia memberikan setengah harta miliknya untuk Kim So Eun. Ia juga memberikan peran utama pada Kim So Eun. Pengorbanan Kim So Eun tidak sia-sia. Ia berhasil menjadi artis papan atas dan mendapat kontrak eksklusif dari sebuah rumah produksi terkenal.
Dulu, ia tinggal di kontrakan kecil dan sumpek. Sekarang, ia mampu membeli rumah di kawasan elite Seoul. Ia pun tak perlu berdesakan lagi di bus umum untuk mengikuti casting dari satu rumah produksi ke rumah produksi lain. Kini, ia sudah memiliki mobil keluaran terbaru yang nyaman.
Selama setengah tahun, tidak ada satu orang pun yang mencium hubungan gelapnya dengan Song Seung Hun. Kim So Eun benar-benar menutup rapat rahasia dirinya. Setiap hari ia menghitung, kapan perjanjiannya akan berakhir. Belenggu itu sangat menyiksa.
Ketika perjanjian itu berakhir, ia begitu bahagia. Batinnya berulang kali berontak. Sempat ada sesal di hatinya. Mengapa ia bisa merendahkan dirinya demi sebuah cita-cita menjadi artis terkenal? Ia benar-benar malu menatap dirinya sendiri. Untuk itu, semua rahasia dirinya ia tutup rapat. Tidak ada yang tahu, termasuk ibunya dan wartawan.
Satu lagi rahasia diri, yang tidak diketahui siapa pun, termasuk Song Seung Hun. Ia pernah melahirkan anak. Saat perjanjian menjadi istri simpanan Song Seung Hun berakhir, Kim So Eun sedang hamil 3 bulan. Ia sengaja merahasiakan kehamilannya itu. Karena, jika Song Seung Hun tahu, perjanjian bisa batal. Untuk menyembunyikan kehamilannya, Kim So Eun terpaksa berbohong pada ibunya. Ia mengatakan ada syuting di luar kota selama berbulan-bulan.
Untunglah, semua rencana yang telah dirancangnya rapi, berjalan dengan baik. Kim So Eun melahirkan bayi perempuannya di Jepang. Tidak ada seorang pun yang tahu, termasuk pers. Kim So Eun lalu membawa bidadari kecilnya, Kim Yoo Bin, kembali ke Korea. Tanpa proses yang menyulitkan, Kim So Eun menitipkan Kim Yoo Bin kecil di sebuah panti asuhan.
Awalnya, ia sempat berpikir untuk melakukan aborsi. Namun, niat itu dibatalkan. Ia takut, dosanya akan makin berat, jika ia melakukan pembunuhan terhadap janin yang dikandungnya.
Sekarang, Kim So Eun merasa kehidupannya begitu hampa. Ia tersisih dari hingar bingar dunia hiburan yang telah membesarkan namanya. Begitu cepat! Rasanya, baru kemarin namanya terukir indah di media cetak sebagai artis paling favorit.
Sekarang, ia merasa begitu terpojok. Semua media, baik cetak maupun elektronik, menyorot sisi kelam kehidupan keluarganya. Namun, ia tidak bisa mengelak. Semua yang diungkapkan media, benar adanya. Ia memang anak seorang pembunuh. Hidup ini seperti roda pedati. Kadang-kadang di atas, namun tak jarang juga berada di bawah. Dan, saat ini Kim So Eun sedang berada di landasan terbawah. Entah kapan ia bisa memutarnya kembali untuk bisa sampai ke atas. Hanya waktu dan situasilah yang dapat mengubahnya.
“Hai, Sayang, apa kabar? Kapan pulang ke Korea?” suara Kim So Eun terdengar bahagia sekali, ketika menerima telepon dari kekasihnya, Kim Bum.
“Sabar, ya! Mungkin bulan depan aku pulang. Bagaimana, Ibu sehat?” tanya Kim Bum, menanyakan keadaan Kim Tae Hee.
“Hmm, sehat,” Kim So Eun berdusta.
“Kenapa, jawabannya ragu seperti itu? Ada yang kau sembunyikan?” tanya Kim Bum.
“Ah, tidak. Semua baik-baik saja. Sayang, jangan lupa bawakan cokelat, ya,” ujar Kim So Eun, mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mau hubungannya yang sedang tidak harmonis dengan ibunya terbaca oleh Kim Bum.
Walaupun selama ini Kim Bum belum mengenal Kim Tae Hee secara lang¬sung, hanya melalui telepon, hubungan mereka sudah cukup akrab. Setiap kali menelepon, Kim Bum menyempatkan diri untuk bicara dengan Kim Tae Hee.
Awalnya, Kim Tae Hee kurang setuju dengan hubungan Kim So Eun dan Kim Bum.
“Apakah tidak ada pria lain selain dia, Kim So Eun?”
“Kenapa Bu?”
“Ibu khawatir, kau hanya dipermainkan. Apalagi, jarak kalian berjauhan sehingga jarang bertemu!”
“Ibu tidak usah khawatir. Aku yakin, Kim Bum memiliki pribadi yang baik. Sepertinya, ia tidak seburuk yang Ibu bayangkan,” bela Kim So Eun.
“Dari mana kau tahu?”
“Dari e-mail yang ia kirim. Selain cara berbicaranya santun, tidak ada rayuan gombal.”
“Ya, semoga saja ia memang baik,” kata Kim Tae Hee, berharap.
Kisah asmara Kim So Eun dan Kim Bum sudah berjalan hampir setahun. Yang mengetahuinya hanya Kim Tae Hee. Pada Kim Bum, Kim So Eun tidak memperkenalkan diri sebagai artis. Ia mengaku, dirinya adalah seorang mahasiswi S-2. Lagi pula, ia yakin, dirinya hanya dikenal di Korea. Di Paris sana, siapalah yang mengenal Kim So Eun. Mereka berkenalan melalui sebuah klub sahabat pena di internet.
“Ibu mana, Kim So Eun?”
“Hmm, Ibu....,” Kim So Eun kebingungan hendak menjawab apa.
”Kenapa bingung? Sebenarnya, ada apa? Sejak tadi, setiap kali aku bertanya tentang Ibu, pasti kau kebingungan. Sedang bertengkar, ya?”
“Eh, tidak! Hubungan kami baik-baik saja. Hanya, Ibu sedang kurang enak badan. Sekarang sedang tidur. Atau, mau aku bangunkan?” Kim So Eun mengarang cerita bohong. Harapannya, Kim Bum tidak meminta untuk berbicara dengan ibunya.
“Tidak usah. Sampaikan saja salamku pada beliau. Semoga cepat sembuh. Sudah 3 kali aku berkunjung, tapi tidak pernah bertemu. Mudah-mudahan bulan depan aku bisa bertemu Ibu,” kata Kim Bum.
Setelah saling mengucapkan salam perpisahan, tiba-tiba Kim So Eun merasa dadanya sesak. Tangisan penyesalan atas sikap kasar yang dilakukannya selama ini pada sang bunda kembali teringat. Bagaimana bisa ia mendiamkan ibunya berhari-hari?
“Bu, aku minta maaf atas sikap kasarku kemarin. Bu, aku merindukanmu. Tapi, di mana Ibu sekarang? Di mana?” ucapnya, pelan.
Oh, Tuhan, bantu aku menemukan Ibu. Lindungi Ibu. Jangan biarkan sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya. Tuhan, ampuni aku yang telah berdosa padanya. Izinkan aku bertemu dengannya!
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar