Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 27 Juni 2011

Love Story In Beautiful World (Chapter 15)



Matahari yang muncul dari balik gunung mulai membuyarkan embun yang menyaputi Namchoseon. Di tanah terlihat kristal-kristal embun yang membeku selama dinginnya malam. Beberapa orang mahasiswa telah keluar dari kamarnya. Tetapi, dinginnya udara membuat mereka tetap berkerudung selimut. Suasana gunung itu membuat penduduk biasa bermalas-malasan di waktu pagi hari.

Kim Bum telah kembali dari pancuran tempat mandi. Dia mengintai kamar Lee Ki Kwang lewat jendela. Lee Ki Kwang masih bergelung dalam selimut. Lewat senja rombongan Lee Ki Kwang baru menyelesaikan tugas di desa yang jauh itu. Rupa-rupanya dia masih kecapekan.

Mrs. Son Ye Jin telah berjemur di bawah matahari yang cerah. Wajahnya berseri.

"Benar-benar manjur obatmu itu," katanya ketika Kim Bum mendekatinya. "Selera makan saya bertambah. Saya khawatir berat badan saya pun bertambah kalau kita terlalu lama berada di gunung ini."

"Saya jamin tidak," kata Kim Bum. "Tanpa diet, gadis-gadis gunung bagaimanapun banyak makan, mereka selalu berbadan langsing. Hawa yang segar dan mendaki bukit merupakan obat kecantikan yang manjur. Semakin lama di sini, kecantikan anda akan semakin terpelihara."

Mrs. Son Ye Jin tak menjawab, tetapi pipinya merona merah.

"Jadi kita ke danau?" tanyanya kemudian tanpa menatap Kim Bum.

"Boleh saja, Kalau anda memang mau," jawab Kim Bum.

"Ayolah kalau begitu."

“Berdua saja?"

“Mana yang lain?”

"Saya panggilkan mereka?"

Mrs. Son Ye Jin menoleh sekejap. Kemudian menatap pucuk-pucuk pinus di kejauhan.

"Tidak usah." Dia melangkah. Kim Bum menjejeri langkah yang berayun di sampingnya.

Mrs. Son Ye Jin mengenakan Sweater warna biru dan bercelana Jeans. Angkasa adalah langit biru dan awan mengapas putih. Kejauhan adalah padang rumput, bunga-bunga liar berwarna putih, kuning, dan merah.

Sesekali Kim Bum menatap yang indah di sampingnya, juga yang indah di tempat jauh. Mrs. Son Ye Jin berjalan menunduk dengan kedua tangan di punggung.

"Perjalanan kita lumayan jauh, Mrs. Son Ye Jin," kata Kim Bum.

"Tidak jadi masalah." Suara Mrs. Son Ye Jin lunak.

Kim Bum mengomentari tempat-tempat yang mereka lalui. Dan, Mrs. Son Ye Jin menjadi pendengar yang baik. Cerita Kim Bum mengasyikkannya. Cerita tentang penduduk setempat yang menyangkut peninggalan-peninggalan alam.

Tak terasa mereka tiba di tujuan. Bintik-bintik keringat muncul di ujung hidung Mrs. Son Ye Jin. Seandainya kekasihku, pikir Kim Bum, alangkah senangnya mengusap hidung yang mancung ini. Hidung yang berada di atas bibir mungil, basah, dan merah tanpa lipstik.

Mrs. Son Ye Jin duduk di rumput. Di depan mereka terhampar danau yang permukaannya berwarna-warni. Pengaruh pepohonan dan dedaunan di sekitarnya, mungkin, makanya danau itu merefleksikan aneka warna.

"Nah, benar kan yang saya bilang," kata Kim Bum hampir berbisik, sembari menunjuk.

Sekelompok belibis putih mulus bermain-main di pinggir danau. Mrs. Son Ye Jin bernapas hati-hati sebab khawatir mengejutkan burung-burung itu. Matanya nanap memperhatikan panorama di depannya.

"Bukan main," desahnya.

Kim Bum tersenyum. Serombongan belibis lain hinggap di seberang danau. Bunga-bunga liar bergoyang terkena sambaran sayap burung-burung itu. Seekor burung minum di pinggir danau.

"Anda haus, Mrs. Son Ye Jin?"

"Wah, kita lupa bawa minuman," kata Mrs. Son Ye Jin.

"Saya bawa ini," kata Kim Bum seraya mengeluarkan beberapa buah jeruk manis dari kantong jaketnya.

"Lumayan." Lekuk bibir Mrs. Son Ye Jin berseri.

Untuk beberapa saat mereka menikmati jeruk itu. Lalau Kim Bum berkata, "Di daerah ini banyak tempat-tempat keramat. Masyarakat percaya bahwa peninggalan Kerajaan Zaman dulu yang disebut-sebut dalam sejarah itu berada di sekitar daerah ini."

"Memang tempat ini agak meyakinkan kalau disangkut-pautkan dengan legenda-legenda."

"Sampai sekarang banyak orang bertapa di sini."

"Supaya sakti?"

"Mensucikan hati."

"Kau percaya hal-hal seperti itu?"

"Saya tidak begitu percaya. Tapi, untuk tidak percaya, juga tidak ada gunanya. Itu soal keyakinan. Sulit memperdebatkannya."

"Tapi, apakah keyakinan itu realistis?"

"Banyak hal yang tidak realistis tetapi dipercaya orang. Soal ramalan misalnya. Sulit menilainya dari ukuran-ukuran realita, tapi banyak yang percaya.”

“Kau juga?"

"Ya. Apa bintang anda, Mrs. Son Ye Jin?"

"Ah, itu omong kosong!" kata Mrs. Son Ye Jin.

"Sering juga tepat. Atau ramalan lewat tangan. Saya pernah belajar membaca ramalan tangan."

"Benarkah?"

"Coba, kemarikan tangan anda. Biar saya lihat." Mrs. Son Ye Jin masih tidak mau, tetapi Kim Bum menarik tangannya dan menelentangkan telapak tangan perempuan itu. Pelan-pelan Kim Bum mengikuti garis telapak tangan perempuan itu. Keningnya berkerut, dan kening Mrs. Son Ye Jin pun ikut berkerut. Sebentar mata Mrs. Son Ye Jin hinggap di telapak tangannya, sebentar beralih ke wajah Kim Bum. Kim Bum serius memperhatikan gurat-gurat telapak tangan yang dipegangnya. Cuma, pikirannya bukan pada gurat-gurat itu, melainkan pada: alangkah halusnya tangan ini. Seandainya dicium! Pasti menyenangkan!

"Bagaimana?" tanya Mrs. Son Ye Jin.

"Ah, ya! Begini. Garis ini menunjukkan bahwa umur anda panjang. Artinya, anda akan berkeluarga besar dan suami anda akan meninggal lebih dulu pada usia tua."

"Ah, yang benar saja!"

"Kenapa memangnya? Coba lihat yang ini. Keturunan anda akan banyak yang jadi orang besar."

"Ah, kau jangan mengada-ada!" Mrs. Son Ye Jin menarik tangannya, tetapi Kim Bum menahan. Mrs. Son Ye Jin menggeliat untuk melepaskan tangannya, tetapi cekalan Kim Bum terlalu kuat. Dan, memang rontaan itu tidak terlalu kuat.

"Lalu, semua itu akan anda dapatkan setelah melalui saat yang meminta pengorbanan."

"Ah, bohong!"

"Saya tidak berbohong. Saya lihat dari garis ini. Nah, ini garis yang memotong dari mars dengan venus. Saya teruskan?"

"Sudahlah. Tambah banyak nanti omong kosongmu."

"Kenapa? Anda takut kalau saya akan melihat rahasia-rahasia anda, Mrs. Son Ye Jin."

"Uh!" Mulut Mrs. Son Ye Jin cemberut. Tetapi, itulah permulaan senyum.

Dia tidak menarik tangannya, dan Kim Bum tidak melepaskannya. Mereka duduk berhadapan. Angin sepoi menerpa rambut Mrs. Son Ye Jin sehingga bagian depannya menutup kening. Angin yang sama menguakkan poni Kim Bum. Kim Bum merapikan rambut yang menutup kening Mrs. Son Ye Jin. Mrs. Son Ye Jin terpana sesaat. Kemudian tangannya terulur untuk merapikan rambut Kim Bum yang berantakan ke wajahnya.

Mereka bertatapan. Pipi Mrs. Son Ye Jin kian merona merah. Dia menggigit bibir dan menunduk. Tangan Kim Bum yang tadi menggenggam pergelangan, kini pindah ke jari. Kim Bum meremas jari-jari yang digenggamnya membuat Mrs. Son Ye Jin mengangkat kepala. Mereka kembali bertatapan.

Berdebar-debar jantung Mrs. Son Ye Jin menahan genggaman tangan hangat di tengah keheningan alam itu. Di tengah alam yang berbisik-bisik dibelai angin gunung itu, dia bukanlah seorang dosen. Dia adalah seorang gadis yang sedang merasakan debaran dadanya. Maka dia menunduk, dia menatap rumput-rumput hijau.

Dan, jantungnya menyentakkan darah panas ketika terasa ada sentuhan di pipinya. Dia melirik tangan yang memegang wajahnya, lalu ke pemilik tangan. Tatapan Kim Bum membuatnya gemetar. Bibirnya yang basah-merah juga bergetar.

Suasana semacam itu tak pernah ditemukannya dalam buku. Suasana yang menimbulkan jalaran-jalaran halus dan hangat di seantero telapak kakinya, dan mengalir di sepanjang urat-urat darahnya. Usapan tangan pemuda itu cuma dibalasnya dengan pejaman mata. Begitu pula ketika pemuda itu menciumnya. Dia menggigil. Sekejap terpana. Lalu, pelan-pelan tangannya belajar membalas pelukan pemuda itu.

Rumput dan daun perdu gemersik diterpa angin.

Bersambung…

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...