Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 14 Juni 2011

Crazy Love (Chapter 4)



Sebenarnya awal kisah cinta Kim Bum-Kim So Eun tidak semulus itu. Perlu waktu hampir dua tahun sebelum ibu Kim So Eun dapat menerima Kim Bum sebagai pacar anaknya.

"Kim Bum?" Ibu Kim So Eun mengernyitkan keningnya ketika pertama kali berkenalan dengan pacar anaknya. "Siapa nama ayahmu? Apa pekerjaannya?"

"Ibu," keluh Kim So Eun, sabar seperti biasa. Gadis lain pasti sudah meledak kalau ibunya menanyai pacarnya dalam nada seperti itu. "Kenapa seperti interogasi?"

Sekarang aku tahu dari mana Kim So Eun memperoleh kecantikan yang demikian memikat, pikir Kim Bum sambil mengawasi perempuan berpenampilan anggun yang duduk dengan sangat berwibawa di hadapannya.

Tentu saja dengan tatapan mata yang sesopan-sopannya. Dia kan tidak mau diusir keluar pada hari pertama dia bertemu dengan calon mertuanya. Kalau Kim Bum menatapnya dengan tatapan nyalang menilai, seperti biasa kalau dia menatap perempuan, nilainya pasti langsung anjlok.

"Diam," tukas ibu Kim So Eun datar. "Bukan kau yang Ibu tanya."

"Tapi masa baru bertemu langsung tanya siapa Ayahnya, Bu. Tidak sopan, kan?"

"Tidak apa-apa," Kim Bum melontarkan seuntai senyum santai ke arah Kim So Eun.

Memang tidak apa-apa. Ayahnya bukan koruptor yang namanya sudah demikian terkenal karena merugikan negara sekian triliun. Jadi apa salahnya kalau ibu Kim So Eun menanyakannya? Kim Bum tidak malu untuk mengakuinya. Malah kalau dia mau tahu lebih banyak lagi, Kim Bum tidak keberatan membawanya ikut meninjau pabrik tekstil ayahnya.

Kata Kim So Eun, ibunya juga wanita karier yang hebat. Busana anak-anak rancangannya bukan hanya sudah merebut pasaran dalam negeri, tapi sudah diekspor juga ke mancanegara. Siapa tahu kalau sudah berkenalan, mereka bisa menjadi mitra bisnis yang cocok.

Jadi tanpa menyembunyikan nada bangga dalam suaranya, Kim Bum menyebutkan nama ayahnya. Siapa yang belum kenal ayahnya? Apalagi mereka yang berkecimpung dalam bisnis pakaian.

Tetapi begitu mendengar nama ayahnya, ibu Kim So Eun bukannya menaruh respek. Dia malah membeliak marah.

"Song Seung Hun!" desisnya dengan gigi-geligi terkatup rapat menahan geram.

Apakah Ayah pernah menipunya? pikir Kim Bum kecewa. Sial betul! Begitu banyak korban yang bisa ditipunya. Kenapa harus perempuan ini? Hhh.

Sesudah itu ibu Kim So Eun tidak mau bicara lagi. Dia langsung bangkit dari kursinya. Dan meninggalkan mereka tanpa permisi. Sesaat Kim Bum dan Kim So Eun saling pandang dengan bingung.

"Sepertinya ibumu mengenal ayahku," cetus Kim Bum resah.

"Dan sepertinya bukan perkenalan yang manis," sambung Kim So Eun cemas.

"Masalah bisnis?" gumam Kim Bum bimbang. "Atau... pribadi?"

Kim So Eun mengangkat bahu.

"Ibu tidak pernah cerita soal bisnisnya padaku. Dia sibuk sendiri. Dari pagi sampai malam. Selalu sibuk dengan pekerjaannya."

"Ayahmu?"

"Aku tidak pernah melihat Ayah. Ibu tidak pernah mau bercerita. Katanya Ayah sudah meninggal sebelum aku lahir."

Tiba-tiba saja Kim Bum merasa dingin. Sebuah pertanyaan sekonyong-konyong merasuki pikirannya. Membuat dia belingsatan seperti kucing yang ekornya tersulut api.

Mungkinkah... mungkinkah mereka...?

Tidak, bantah Kim So Eun ketakutan, ketika Kim Bum mengemukakan kemungkinan itu. Tidak! Jangan!

* * *

Kim Bum hampir tidak sabar menunggu ayahnya kembali dari Paris. Begitu ayahnya pulang, dia langsung minta penjelasan.

"Perempuan siapa?" tanya ayahnya letih. "Kau ini bagaimana, Kim Bum. Ayah baru pulang sudah ditanya-tanya seperti ini!"

"Ayah kenal dengan Kim Tae Hee? Pemilik Rainbow House."

Tidak ada perubahan di paras ayahnya. Paras itu menampilkan kelelahan. Tapi tidak keterkejutan. Apalagi kecemasan. Untuk suatu alasan yang sudah sekian lama tersimpan di hatinya, Kim Bum sedikit lega. Kalau Ayah tidak kaget, tidak takut, itu artinya dia tidak punya dosa, kan? Kalau benar menitipkan benih itu dosa.

"Namanya cukup terkenal," sahut ayahnya acuh tak acuh. "Kenapa kau menanyakan dia? Jangan bilang kau menyukai wanita seumur dia. Keterlaluan kau ini!"

"Yang benar saja, Ayah! Memangnya di muka bumi ini sudah habis stok wanita yang masih produktif!"

"Ya siapa tahu saja. Kau kan sudah lama kehilangan figur ibu. Tidak heran kan kalau mencari wanita yang lebih tua."

"Ayah, jangan sok jadi psikolog!"

"Cuma menerka. Kenapa kau menanyakan dia? Punya hutang?"

"Kenapa Ayah selalu berpikiran negatif?"

"Kau tidak pernah menyodorkan yang positif!"

"Jadi setiap tahun aku naik tingkat, tidak pernah menghamili teman apalagi dosen, tidak pernah tertangkap bawa narkoba, itu bukan hal-hal positif?"

"Baiklah, kau menang," ayahnya tertawa letih. "Ini soal apa, Kim Bum?"

"Pertanyaannya belum dijawab."

"Pertanyaan apa?"

"Pikun atau pura-pura lupa?"

"Ayah masih jetlag!"

"Ayah kenal Kim Tae Hee?"

"Tahu namanya saja."

"Belum pernah bertemu orangnya?"

"Kenapa memangnya?"

"Kenapa dia mengenal Ayah?"

Sekarang ayahnya tersenyum lebar. Ada keangkuhan tersirat di bibirnya yang merekah gagah. Harus diakui, dalam usianya yang sudah merambah ke setengah abad, ayahnya masih tampil menawan. Tua. Tapi gagah. Ibarat mangga, matang di pohon. Dan belum busuk.

"Siapa yang tidak kenal Ayah? Kau terlalu memandang rendah ayahmu, Kim Bum."

"Tapi dia bukan mengagumi Ayah! Dia malah terkesan benci! Siapa dia? Saingan bisnis? Atau... bekas pacar Ayah?"

"Mana Ayah tahu?"

"Jangan bohong, Yah! Jujur saja! Supaya Aku tahu siapa Kim So Eun!"

"Kim So Eun?" Seuntai senyum tipis bermain di bibir Ayahnya. “Jadi dia pacarmu sekarang? Kim So Eun. Bukan main. Dia pasti cantik, secantik namanya. Kau memang jagoan!"

"Yang aku tanyakan ibunya, Yah. Kim Tae Hee. Dia bukan salah satu koleksi Ayah kan?"

"Enak saja kau bicara! Ayah bukan playboy sepertimu!"

"Tapi kenapa begitu Aku menyebut nama Ayah, dia terlihat marah?"

"Kenapa tanya Ayah? Tanya dia!"

* * *

"Ayahku tidak mau mengaku," kata Kim Bum begitu dia bertemu kembali dengan Kim So Eun satu minggu kemudian. "Katanya dia tidak punya hubungan apa-apa dengan ibumu."

"Ayahmu tidak bohong?" tanya Kim So Eun bimbang.

"Untuk apa?"

"Menutupi sesuatu di masa lalunya."

"Affair maksudmu? Dengan ibumu?"

"Rasanya ini bukan masalah bisnis."

“Ayah bilang tidak kenal dengan ibumu."

"Tapi ibuku kenal ayahmu. Kenal baik. Cuma Ibu tidak mau cerita apa-apa."

"Pelan-pelan harus kau selidiki."

"Gawat. Bicara ke arah situ saja Ibu udah meledak-ledak seperti petasan."

Dan yang lebih gawat lagi, ketika hubungan mereka sudah semakin erat, ibu Kim So Eun mencegah anaknya melanjutkan hubungan mereka.

Sebelum telanjur. Sebelum nasi menjadi bubur.

"Ibu lihat dia semakin sering mengunjungimu," cetus ibunya dingin.

"Ya, namanya saja pacaran, Bu," sahut Kim So Eun, sabar seperti biasa.

"Ibu tidak mau kau pacaran dengan dia."

"Tapi kenapa, Bu?" protes Kim So Eun kecewa. "Kim Bum baik. Dan aku menyukainya."

"Karena dia putra Song Seung Hun. Ibu tidak mau berhubungan lagi dengan dia."

"Ibu punya masalah apa dengan ayah Kim Bum? Kenapa kami yang harus menanggung akibatnya?"

"Pokoknya Ibu tidak mau kau berhubungan lagi dengan pemuda itu. Titik!"

"Harus ada alasannya kan, Bu! Dan kami berhak tahu!"

"Ayahnya brengsek!"

"Dia pernah menipu Ibu?"

"Lebih dari itu."

"Dia bekas pacar Ibu?"

"Bicara apa kau ini!" Dengan sengit ibu Kim So Eun bangkit dari kursinya. Dan percuma menanyainya lagi. Dia tidak mau lagi membuka mulutnya. Bungkam seribu bahasa. Meninggalkan Kim So Eun dalam kesedihan dan kekecewaan.

* * *

Sebenarnya ibu Kim So Eun tidak ingin menyakit hati putri tunggalnya. Dia tidak tega.

Kim So Eun gadis yang baik. Alim. Sabar. Tidak pernah mengecewakan orangtua. Biasanya di juga tidak pernah membangkang.

Kim So Eun anak yang patuh. Taat pada orangtua. Tidak pernah kurang ajar.

Sejak kecil, mereka memang hanya tinggal berdua. Ibu Kim So Eun bertindak selaku orang tua tunggal bagi anaknya. Tetapi dia berhasil Dia berhasil mendidik putrinya menjadi anak yang baik. Alim. Tidak mengecewakan.

Prestasinya di sekolah selalu memuaskan. Tidak pernah ada laporan mengenai kenakalannya. Yang datang selalu pujian dan kekaguman. Padahal ibu Kim So Eun hampir tak punya waktu untuk mendampingi anaknya belajar. Dia sibuk terus dilibat pekerjaan.

Bagaimana ibu Kim So Eun sampai hati mengecewakan anak yang seperti itu?

Tetapi kalau sudah menyangkut Song Seung Hun, dia tidak punya pilihan lain. Tidak bisa ditawar lagi. Keputusannya sudah bulat. Tidak ada hubungan lagi dengan lelaki itu. Titik! Tidak ada koma lagi. Titik. Titik!

Kim So Eun tidak boleh berhubungan lagi dengan Kim Bum. Betapapun baiknya dia. Betapapun tampannya pemuda itu.

Tetapi kali ini, ada yang berbeda. Kali ini, pendirian Kim So Eun sangat teguh. Dia berani membantah perintah ibunya. Tampaknya dia benar-benar menyukai pemuda itu. Dan dia tidak mau berpisah lagi.

"Maafkan aku, Bu," desahnya dengan air mata berlinang. Sedih karena mengecewakan ibunya. Untuk pertama kalinya dia berani membangkang. Untuk pertama kalinya dia menyakiti hati Ibu. "Aku mencintai Kim Bum. Kami sudah berjanji, hanya maut yang dapat memisahkan kami."

Ibu Kim So Eun sangat terharu mendengar kata-kata putrinya.

"Ibu takut dia sebejat ayahnya, Kim So Eun," gumamnya lirih. "Ibu tidak mau ada lelaki yang menyakiti hatimu. Lebih-lebih kalau dia sudah menjadi suamimu."

Kim So Eun merangkul ibunya dengan hangat. Dikecupnya pipinya dengan penuh kasih sayang.

"Kim Bum tidak sejahat itu, Bu. Dia sayang padaku."

"Permulaannya memang selalu begitu, Kim So Eun. Kelihatannya dia sayang. Tapi sesudah jadi istrinya, dia bisa berubah seratus delapan puluh derajat! Dia bisa menjelma menjadi suami yang kejam. Saat itu sudah terlambat untuk menyesal."

"Bu," desis Kim So Eun hati-hati. "Maaf kalau aku menyakiti hati Ibu. Boleh aku bertanya, Bu? Jangan jawab kalau tidak mau."

"Punya hubungan apa Ibu dengan ayahnya?" Ibunya memalingkan wajahnya untuk menutupi perasaannya. Tetapi tanpa melihat pun, Kim So Eun dapat merasakan sakitnya hati.

"Bu..." Kim So Eun menyentuh lengan ibunya dengan bimbang. "Dia bukan... ayahku, kan?"

"Dia pernah jadi suami Ibu," sahut ibunya getir. "Tapi kau bukan anaknya. Ibu sudah memilikimu ketika menikah dengannya."

"Dan... Kim Bum?"

"Suatu hari seorang wanita datang menemui Ibu. Dia membawa anaknya ke rumah kita," Kim So Eun terenyak di kursinya. Tidak menyangka sejarah masa lalu ibunya begitu pahit. Dan selama ini Ibu menyimpannya untuk dirinya sendiri. Tidak seorang pun yang diajaknya berbagi duka.

Sambil menahan tangis Kim So Eun merangkul ibunya sekali lagi.

"Ceritakan semuanya, Bu," bisiknya lirih. "Supaya Ibu punya tempat untuk berbagi kesedihan."

Ibunya menggeleng sambil menggigit bibirnya menahan tangis.

"Semuanya sudah lewat. Tidak perlu diceritakan lagi. Ibu cuma tidak mau kau menerima nasib seperti Ibu. Dikelabui lelaki yang menjadi suamimu."

"Dia meninggalkan Ibu begitu saja?"

"Perempuan itu istrinya yang sah. Belakangan baru Ibu tahu, surat nikah kami palsu. Sebulan kemudian, mereka menghilang. Pergi ke Paris."

"Dan dia tidak pernah mengontak Ibu lagi?"

"Untuk apa? Ibu sudah jadi sampah. Ibu harus berjuang mati-matian untuk mengangkat kepala ini lagi. Tapi Ibu tidak sudi mengemis belas kasihannya."

Kim So Eun menatap ibunya dengan air mata berlinang. Sebersit perasaan bangga bercampur haru merambah ke hatinya.

Ternyata Ibu memang perempuan yang mengagumkan. Dari kubangan derita, dia tidak melata untuk pasrah saja menerima hinaan orang. Dia berjuang untuk bangkit dan tegak kembali.

Pantas saja Ibu menolak hubungannya dengan Kim Bum. Bertemu dengan ayah Kim Bum saja sudah menyakiti hatinya. Membangkitkan kenangan masa lalunya yang teramat pahit. Bagaimana dia dapat menerima pemuda itu sebagi calon menantunya?

Yang paling penting bukan itu, bantah ibunya ketika Kim So Eun minta maaf dan menyatakan pengertiannya. Yang paling Ibu takuti, dia mewarisi kebobrokan ayahnya. Ibu tidak mau kau disakiti. Sudah cukup Ibu saja yang merasakan kepahitan itu!

Ketika malam itu Kim So Eun berbaring di tempat tidurnya, air matanya tidak henti-hentinya mengalir ke pipi dan menetes ke bantalnya.

Kalau dia bukan lelaki yang Engkau sediakan untukku, Tuhan, bisiknya pedih, mengapa kami harus dipertemukan?

Tetapi... benarkah Kim Bum bukan lelaki untuknya? Bukan Tuhan-kah yang membuka jalan untuk mempertemukan mereka? Supaya mereka dapat mendamaikan kembali ayah Kim Bum dan ibunya?

Bersambung…

1 komentar:

  1. LanjuuuuuuuD thor..Ntar So eun meninggal kah?ataw ditinggaL?oooooooooo tidaaaaakkk..Jung so min ancaman spertinya..."DziiiiiGGG"..

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...