Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 04 Juni 2011

Biarlah Rahasia (Chapter 9)



Sore itu langit terlihat sangat gelap.

“Semoga hanya mendung saja!” kata Kim Bum dalam hati. Sudah 2 hari ini hujan terus menguyur Incheon. Dari pagi hingga esok pagi lagi. Kim Bum menge¬masi sejumlah perlengkapan untuk dibawa ke ru¬mah sakit. Pakaian bersih, makanan, dan alat-alat mandi untuk ibunya yang kini tergolek lemah di kamar VIP sebuah rumah sakit.

Sudah dua bulan ini Han Ga In menahan rasa sakit. Sesekali terdengar rintihan panjangnya saat sakit datang mendera. Apalagi, saat ia menggerakkan tubuhnya, meski hanya gerakan kecil.

Tiba-tiba saja kondisi tubuhnya melemah. Suatu siang, saat akan beristirahat, perut bagian bawahnya mendadak terasa sakit. Semula, Kim Bum berpikir, sakit maag ibunya kambuh. Karena itu, ia memberikan obat maag. Namun, obat itu ternyata tidak membantu. Malah, sakit ibunya semakin menjadi. Jangankan makan, minum pun sulit. Ia hampir tidak bisa menelan makanan apa pun. Kondisinya saat ini sangat memprihatinkan. Tubuhnya yang semula segar, kini jadi terlihat sangat kurus. Kim Bum baru diberi tahu bahwa di usus besar ibunya terdapat benjolan besar.

“Siang, Bu!” sapa Kim Bum, sesampainya di kamar tempat Han Ga In berbaring. Dengan penuh rasa sayang diciumnya kening sang ibu. Han Ga In hanya menyunggingkan senyum. Mulutnya malas untuk berbicara.

“Bu, besok kemotrapi lagi, ya!” ujar Kim Bum, mengingatkan.

Han Ga In menggeleng. Sudah 3 kali Han Ga In melakukan kemoterapi. Tapi, ia merasa hasilnya tidak memuaskan. Rasa sakitnya hanya berkurang sedikit.

“Kenapa, Bu? Ini kan untuk kebaikan Ibu. Kata dokter, beberapa kali melakukan kemoterapi, bisa membantu pe¬nyembuhan. Ayolah, Bu! Katanya Ibu ingin ke Seoul untuk melihat calon menantu. Kalau Ibu sudah sehat, kita langsung melamar dia!” ujar Kim Bum, memberi semangat.

“Kim Bum,” panggil Han Ga In, lemah.

“Ya, Bu!”

“Bisakah kau membantu Ibu?”

“Ibu mau jalan? Kata dokter, Ibu belum boleh banyak bergerak. Usus Ibu kan masih luka.”

“Bukan itu! Ibu ingin bertemu dengan Song Seung Hun dan Kim Tae Hee.”

“Paman Song Seung Hun dan Bibi Kim Tae Hee? Apa aku tidak salah dengar, Bu?” ujar Kim Bum, terkejut.

Yang ia tahu, selama ini ibunya begitu membenci Song Seung Hun dan Kim Tae Hee.

“Ibu ingin minta maaf. Rasanya, inilah murka Tuhan pada Ibu, sehingga Ibu mengalami penderitaan ini,” kata Han Ga In, menyesal. Entah mengapa, secara tiba-tiba hatinya tergerak untuk meminta maaf.

“Aku usahakan, ya, Bu! Mudah-mudahan bisa bertemu keduanya,” ucap Kim Bum sungguh-sungguh.

Siang itu cuaca Incheon begitu cerah. Seorang pria datang tertatih-tatih menggunakan tongkat penyangga. Bibirnya agak miring ke kiri, akibat stroke yang dialami beberapa waktu yang lalu.

“Bu, Paman Song Seung Hun datang!” bisik Kim Bum, di telinga ibunya.

Saat itu Han Ga In sedang tidur. Perlahan ia membuka mata. Samar-samar dipandangnya pria yang pernah hidup bersamanya. Sisa-sisa ketampanan Song Seung Hun masih terlihat, walaupun rambut putih dan guratan keriput jelas tampak.

“Song Seung Hun,” panggil Han Ga In, lemah.

“Han Ga In, apa yang terjadi padamu?” tanya Song Seung Hun, gundah, terlihat sangat prihatin melihat kondisi Han Ga In.

Han Ga In berusaha untuk menyunggingkan senyum. Tapi, rasa sakit itu tiba-tiba kembali datang sehingga Han Ga In merintih lagi.

“Han Ga In,” Song Seung Hun mengusap tangan Han Ga In untuk memberikan kekuatan. “Sabar, ya!”

Song Seung Hun tidak tahu harus berbuat apa. Menurut Kim Bum, dokter menyatakan bahwa kondisi Han Ga In sudah sangat parah karena mengalami berbagai komplikasi penyakit. Dokter hanya bisa mengupayakan yang terbaik.

“Song Seung Hun, maafkan kesalahanku. Aku telah menghancurkanmu dan menghancurkan Kim Tae Hee,” ujar Han Ga In, pelan.

“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah berlalu,” ujar Song Seung Hun.

“Kim Tae Hee di mana?”

Kim Bum dan Song Seung Hun saling memandang. Keduanya tidak tahu ke mana harus mencari wanita itu. Karena, sejak pergi meninggalkan Kim Tae Hee, Song Seung Hun tidak pernah lagi menghubunginya dan tidak pernah mengikuti perkembangannya. Ia tidak tahu apakah Kim Tae Hee dalam keadaan sehat atau sakit. Kesalahan yang pernah dilakukannya terhadap Kim Tae Hee rasanya sulit dimaafkan. Ketika itu, ia merasa begitu membenci Kim Tae Hee. Saat Kim Tae Hee memintanya untuk kembali, ia malah meninggalkannya. Song Seung Hun tidak tahu, apakah saat itu Han Ga In menggunakan kekuatan magis untuk menguasai dirinya, sehingga ia menurut saja apa yang diminta oleh Han Ga In.

“Aku usahakan, Bu!” kata Kim Bum, tidak yakin. Kim Bum sendiri tidak tahu apakah bisa menemukan Kim Tae Hee.

Han Ga In tersenyum. Ia sangat mengharapkan kehadiran wanita itu. Ia ingin sekali minta maaf. Kalaupun umurnya nanti tidak panjang, ia sudah siap, asalkan wanita yang pernah ia hancurkan, mau memaafkannya. Agar ia tenang saat pulang ke rumah Tuhan.

Memasuki halaman rumah Lee Yo Won, hati Kim So Eun tidak tenang. Jantungnya berdebar kencang. Ia merasa takut, sekaligus rindu ingin bertemu ibunya. Maukah Ibu menjumpai dan memaafkanku? Andaikan Ibu mengusirku dan tidak mau bertemu, bagaimana? Menurut Lee Yo Won, ibunya sering berteriak-teriak memanggil dirinya dan mengatakan semua penderitaannya disebabkan Kim So Eun.

Lalu, bagaimana kondisi Ibu sekarang? Masihkah seperti itu? Senang berteriak-teriak? Andaikan ya, Kim So Eun ketakutan juga. Ia masih ragu untuk masuk. Ia tidak tahu apakah ini waktu yang tepat untuk kembali menjumpai ibunya. Namun, diketuknya juga pintu rumah Lee Yo Won. Pelan sekali ia mengetuk. Tidak ada yang membuka pintu. Sekali lagi ia mengetuk pintu. Sekarang lebih keras.

“Siapa?” terdengar suara dari dalam rumah.

“Aku. Kim So Eun.”

“Kim So Eun?” dengan tergopoh-gopoh, Lee Yo Won yang saat itu sedang menyiapkan makan untuk Kim Tae Hee, berjalan menuju pintu. “Kim So Eun, akhirnya kau datang juga!” ujar Lee Yo Won, sambil merangkul keponakannya, yang sudah seperti anaknya sendiri. Tidak terdengar lagi nada suara yang tinggi, seperti yang beberapa waktu lalu didengar oleh Kim So Eun.

“Ibu dimana, Bibi?” tanya Kim So Eun.

Pertanyaan Kim So Eun segera terjawab karena ia melihat ibunya yang menggunakan kursi roda, bergerak mendekatinya.

“Ibu!” panggil Kim So Eun. Ia langsung menghambur ke pelukan Kim Tae Hee. Sambil menangis, Kim So Eun lalu bersimpuh di kaki ibunya.

“Bu, maafkan kesalahanku. Gara-gara aku, Ibu jadi menderita!” kata Kim So Eun, penuh penyesalan. Air matanya mengalir deras, membasahi selimut yang digunakan Kim Tae Hee.

“Sudah lama Ibu memaafkanmu, sayang!” ujar Kim Tae Hee, dengan lembut. Matanya berkaca-kaca. Anaknya yang beberapa saat hilang kini telah kembali. Semangat hidupnya kembali datang. Dulu ia sempat nekat ingin mengakhiri hidup, karena merasa hidupnya sudah tidak berarti. Tetapi, sekarang, Kim So Eun sudah kembali. Mereka sudah saling menemukan.

Kim So Eun lalu mendorong kursi roda ibunya menuju ruang tengah. “Bu, dapat salam dari Kim Bum, calon menantu Ibu!” ujar Kim So Eun.

“Kim Bum? Ia sudah kembali? Sudah lama Ibu tidak mendengar kabarnya.”

“Kim Bum ada di Incheon, Bu. Ibunya kan tinggal di sini. Katanya, ia akan mengunjungi ibunya dulu, baru datang ke Seoul. Coba aku hubungi dulu, ya. Siapa tahu dia masih di sini,” ujar Kim So Eun, sambil mengambil ponselnya.

“Halo, Kim Bum, kau ada di mana?”

“Hei, Kim So Eun. Aku masih di Incheon. Ibuku sedang dirawat di rumah sakit!” suara Kim Bum terdengar sedih.

“Aku juga sedang di Incheon. Sakit apa?” tanya Kim So Eun.

“Nanti aku ceritakan. Atau, kau mau datang menjenguk Ibu?” tanya Kim Bum, penuh harap.

“Oh, pasti. Aku akan ke sana.”

Kim Bum lalu memberikan alamat rumah sakit tempat ibunya dirawat.

“Bu, Aku mau ke rumah sakit. Membesuk ibunya Kim Bum.”

“Sakit apa?” tanya Kim Tae Hee.

“Entahlah, Kim Bum tidak cerita!”

“Kalau begitu, Ibu ikut, supaya bisa sekalian berkenalan!” kata Kim Tae Hee.

“Bibi juga!” sahut Lee Yo Won.

Mereka bertiga pun menuju rumah sakit. Tidak sulit mencari ruangan tempat Han Ga In dirawat. Kim Bum yang sudah mengetahui kedatangan Kim So Eun dan keluarganya, segera menyambut mereka.

“Kim Bum, kenalkan, ini Ibuku!” ujar Kim So Eun.

Kim Bum terkesiap. Ia tidak pernah tahu bahwa calon ibu mertuanya berada di kursi roda.

Seakan membaca apa yang ada dalam benak Kim Bum, Kim So Eun menjelaskan, “Ibu mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu. Besok saja aku bercerita tentang hal itu,” kata Kim So Eun, berbisik.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...