Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 04 Juni 2011

Biarlah Rahasia (Chapter 6)



Seandainya Kim Tae Hee yang terbunuh, pasti Jae Hee juga akan mendekam di penjara. Saat itu, posisi Kim Tae Hee terpojok. Hanya ada dua pilihan. Ia dan bayinya terbunuh atau Jae Hee yang harus mati. Ia sendiri tidak pernah tahu bahwa ia memiliki keberanian untuk menusukkan gunting ke tubuh Jae Hee, bahkan sampai berulang kali.

“Jadi, berita itu benar, Bu?” Kim So Eun menerka sikap diam ibunya.

“Seandainya benar…,” suara Kim Tae Hee mengambang. Baru kali ini ia berani membuka suara.

“Tidak! Ibu kejam! Kejam! Mengapa Ibu menghancurkan karier yang dengan susah payah aku rintis? Mengapa Ibu tidak bercerita sejak awal? Mengapa Aku harus mendengarnya dari orang lain? Mengapa, Bu?” tanya Kim So Eun.

Baru kali ini ia bersuara keras pada ibunya. Sebagai anak, ia selalu sopan. Karena, ibunya adalah satu-satunya orang yang ia kasihi, tempat ia berlindung dan berbagi rasa. Tapi, sekarang sosok ibu yang selama ini dipandangnya dengan penuh rasa hormat, berubah total. Ia begitu membencinya, meskipun Kim Tae Hee menyesali perbuatan masa silamnya.

“Maafkan Ibu, Kim So Eun! Semua itu Ibu perbuat untuk membela diri,” tutur Kim Tae Hee, penuh sesal.

“Bukan pembunuhan itu yang aku sesali. Karena, ku pun tidak akan terlahir ke dunia ini kalau Ibu tidak menye¬la¬matkan diri dengan membunuh bajingan itu. Tapi, mengapa selama ini Ibu selalu menutup-nutupi tentang Ayah? Ibu selalu berkelit setiap kali aku tanya. Dan, yang sangat aku sesali, aku justru mendapat informasi ini dari media, bukan dari Ibu. Mau ditaruh di mana muka ini, Bu? Di kemanakan?!”

Kim Tae Hee hanya diam. Putri yang dikandungnya selama 9 bulan di penjara itu mampu membentak, bahkan memojokkan dirinya. Air mata yang sejak tadi tertahan di pelupuk mata, mengalir deras. Dadanya sesak menahan kekecewaan dan penyesalan diri.

Sudah dua minggu ini hubungan antara Kim So Eun dan ibunya terjalin tidak harmonis. Rumah yang senantiasa dipenuhi gelak-canda ibu dan anak ini terasa sepi. Kim Tae Hee, yang senantiasa diliputi perasaan bersalah, berusaha untuk mengajak bicara atau mengalihkan pembicaraan ke hal lain, agar suasana rumah tidak terasa tegang. Namun, sepertinya, Kim So Eun menyim¬pan kekecewaan yang dalam sehingga ia sulit memaafkan ibunya. Kim So Eun selalu mengelak diajak bicara. Bahkan, sudah 2 hari ini, ia tidak pulang ke rumah.

Kim Tae Hee pun mengambil keputusan terpahit. Ia meninggalkan rumah, saat seluruh penghuni rumah tertidur lelap.

Kim So Eun, anakku sayang…
Ibu memang tidak pantas menjadi Ibumu. Perbuatan Ibu di masa lalu sungguh memalukan, meskipun hal itu Ibu lakukan untuk mempertahankan janin yang Ibu kandung saat itu, yaitu dirimu. Agar kau bahagia dan Ibu tidak menjadi benalu dalam hidupmu, Ibu pergi. Harapan Ibu, setelah kepergian Ibu, rasa benci dan amarahmu terhapuskan. Maafkan Ibu, ya, Nak.

Keputusan Kim Tae Hee untuk pergi jauh sudah bulat. Entah ke mana. Ia belum punya tujuan. Angin malam yang menusuk hingga ke tulang tak dihiraukannya. Berbekalkan sedikit uang yang dimilikinya, Kim Tae Hee meninggalkan rumah mewah yang pernah ditempatinya bersama putri tercintanya. Semua tinggal kenangan. Walau berat langkahnya, ini merupakan keputusan terbaik. Sikap Kim So Eun yang tak acuh dan selalu menghindar sudah cukup menjadi petunjuk bahwa ia harus cepat pergi dari rumah itu.

Suara gaduh terdengar di rumah Kim So Eun. Goo Hye Sun dan Han Hyo Joo (pembantu) berteriak-teriak, membangunkan Kim So Eun yang baru pulang pukul 3 dini hari, seusai syuting.

“Ada apa, Goo Hye Sun?” tanya Kim So Eun, sambil membuka pintu kamarnya.

“Maaf, Nona. Itu... Nyonya…!” suara Goo Hye Sun terdengar gagap.

“Ibu? Ibu kenapa?” suara Kim So Eun tak acuh.

“Ibu tidak ada di kamarnya!”

“Sudah dicari belum? Mungkin di dapur atau kamar mandi.”

“Semua sudut sudah dicari, Nona. Ibu tidak ada!” ujar Goo Hye Sun, gundah.

“Nn. Kim So Eun, ini ada surat untuk Nona. Sepertinya, dari Ibu!” seru Han Hyo Joo, dengan napas tersengal, sambil memberikan secarik surat yang ditulis Kim Tae Hee dengan gemetar.

Selesai membaca surat itu, Kim So Eun tercenung. Akar kebencian masih tertancap tajam di hatinya dan sulit untuk dicabut. Berulang kali ia menyesali diri, mengapa ia harus terlahir ke dunia ini, kalau harus menanggung malu.

Pemberitaan di media terus menyudutkan ia dan ibunya. Media tidak pernah mengupas sisi lain, mengapa ibunya berbuat nekat.

Media benar-benar tak mempertimbangkan perasaannya. Karier Kim So Eun benar-benar hancur. Produser tidak mau memakainya lagi, karena cerita buruk yang bertubi-tubi tentang dirinya. Kalaupun ia masih syuting, itu hanya tinggal menghabiskan sisa kontrak saja. Ada juga produser yang tanpa basa basi memutuskan kontrak sepihak dan menggantikan perannya.

Kim So Eun tidak bisa protes. Ia teringat perbincangannya dengan Song Seung Hun. Song Seung Hun, seorang produser.

“Kim So Eun, aku bisa mencetakmu menjadi artis papan atas, kalau kau mau menuruti permintaanku!” kata Song Seung Hun.

“Maksudnya?” tanya Kim So Eun, tidak mengerti.

“Menjadi istri simpananku!” ujar Song Seung Hun, enteng.

“Gila! Anda pikir saya ini wanita murahan?”

“Tenang, Kim So Eun. Kau tidak perlu emosi begitu. Saya kan hanya memberikan jalan. Itu pun kalau kau mau kariermu melesat. Tapi, kalau hanya mau jadi figuran saja, itu terserah kau saja. Bagaimana? Semua itu ada timbal baliknya. Kalau kau bersedia jadi istriku, saya akan memberikan peran utama untukmu. Ini alamat apartemen saya. Dengan senang hati saya menunggu kunjunganmu,” ujar Song Seung Hun, sambil memberikan kartu namanya dan berlalu meninggalkan Kim So Eun.

Apakah untuk menjadi seorang bintang papan atas ia harus menjual harga dirinya? Sudah 4 tahun, Kim So Eun menjadi figuran, yang nyaris tidak pernah dilirik penonton. Padahal, ia mempunyai kemampuan akting yang bagus. Wajah cantik dan bentuk tubuh proporsional ternyata bukan faktor utama untuk bisa memuluskan langkahnya. Pesaingnya begitu banyak. Semua cantik-cantik, langsing dengan penampilan memukau. Yang lebih mengherankan, karier mereka begitu cepat meroket. Padahal, belum setahun mereka menapakkan kaki di dunia hiburan.

Mengapa nama mereka cepat melambung? Apakah karena mereka mau dijadikan simpanan produser? Ah, tapi, itu urusan mereka. Yang penting, aku tidak demikian.

Namun, harapan Kim So Eun untuk bisa berjalan mulus, tanpa harus mengorbankan harga diri, tidak membuahkan hasil. Sulit sekali baginya untuk mendapatkan peran. Jangankan peran utama, menjadi peran pembantu saja rasanya jauh dari kenyataan.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...