Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 28 Juni 2011

Love Story In Beautiful World (Chapter 24)



Kim Bum merenungi rerumputan yang dilaluinya. Di sekelilingnya berseliweran mahasiswi. Bau parfum mereka terhambur dibawa angin. Tetapi, Kim Bum tak memperhatikan. Dia berjalan tanpa tujuan di lingkungan kampus itu.

Hatinya kosong. Apakah yang tersisa dari kegembiraan masa lalu? Kecuali kenangan, tak ada lainnya. Satu per satu perempuan yang pernah dekat dengannya menemukan kebahagiaan. Berarti, kebahagiaan bersamanya waktu itu tak ada artinya lagi. Cuma pengisi kekosongan. Sebab, gadis-gadis itu akhirnya mencari dan menemukan kebahagiaan dengan pria yang menjadi suami mereka. Berarti, Kim Bum hanyalah gelembung sabun yang melintas. Berarti, Kim Bum akan lenyap dalam lintasan waktu. Sebab, setiap gadis menemukan dermaganya, dan melabuhkan dirinya di situ.

Tanpa sadar, Kim Bum menjejerkan gadis-gadis yang pernah dekat dengannya. Im Yoona, menikah dengan dokter! Han Hyo Joo, bersama manajer bank asing! Go Ah Ra, di samping pengusaha kaya! Moon Geun Young, dengan suami yang bisa menghadiahi Mobil mewah. Jung So Min, mengikuti suami di Amerika. Dan, siapa lagi, dan siapa lagi?

Ah, apakah arti Kim Bum, mahasiswa yang kabur masa depannya? Cumbuan-cumbuan di kampus ini hanya merupakan selingan dalam hidup yang ceria, tetapi tidak abadi. Sebab, di kampus hanya pacaran, bercumbu, jangan melihat realita. Sekali menatap realita, Kim Bum pun tak ada lagi artinya. Dia menjadi pemuda yang tak tahu ke mana harus pergi, dan apa yang harus diberikannya untuk menghidupi istri.

Kampus adalah dunia mimpi. Semua orang menatap dengan mata terpejam. Begitu terbangun dari mimpi, akan mendapatkan dirinya terdampar pada realita kepahitan demi kepahitan. Segala teori yang indah, sejuta filsafat hidup yang bagus, tak akan bisa bertarung dengan kekayaan… harta yang melimpah.

Maka gadis-gadis yang pernah dicumbu Kim Bum di kampus ini harus mencari pria yang siap menerima mereka di dalam realita. Menunggu Kim Bum sama halnya menunggu kereta yang tak tahu berangkat jam berapa. Bahkan tak tahu berangkat atau tidak. Bercinta dengan Kim Bum sama halnya membeli kucing dalam sarang terbungkus. Geleparnya memang membuktikan gairah dan semangatnya, tetapi akan bahagiakah nanti?

Maka benarlah perasaan ibu Kim So Eun. Sejatilah keibuan perempuan itu. Dia tidak suka memperjudikan nasib anaknya sementara kemungkinan baik telah dimilikinya selama ini.

Jadi, apakah arti cinta yang sebenarnya? Hanya sebagai kekuatan dalam novel-novel dan cerita pengarang-pengarang pemimpikah?

Cintakah namanya tali yang menghubungkan Kim Bum tatkala pacaran dengan Park Ji Yeon? Tak tahu. Toh cinta di situ cuma kekuatan yang mendorong ke arah pernikahan.

Lalu Mrs. Son Ye Jin! Ah, perempuan itu menempati ruang tersendiri dalam hati Kim Bum.

Dan, Kim So Eun! Ah, gadis itu tak tahu akan dikategorikan ke mana. Dia tak bisa dijejerkan dengan gadis-gadis yang pernah dikenal Kim Bum. Gadis-gadis itu bercinta dengan Kim Bum sebelum Kim Bum takut memperlama hubungan. Begitu saja. Wajar. Tetapi, dengan Kim So Eun, hubungan tak sempat berkembang sebab telah dirontokkan oleh kesadaran terhadap realita. Realita bahwa nilai yang ada pada diri Kim Bum sama sekali tak ada artinya, bahwa nilai yang diperlukan adalah jaminan kesejahteraan keluarga, bahwa nilai yang ada dalam diri manusia tak lagi diperlukan sebab yang dibutuhkan adalah nilai yang terlihat dan terasakan dalam kehidupan rill ekonomis. Ah, Kim So Eun yang begitu lembut, gadis yang bergairah membaca novel-novel kesusasteraan besar, gadis yang hidup di tengah keluarga yang tidak mempedulikan nuansa-nuansa manusiawi! Ah!

Gadis itu mendatangi Kim Bum dari depan. Tatkala matanya menangkap sosok Kim Bum, dia mempercepat langkahnya. Wajahnya yang biasa berseri itu kini kusut.

"Kim Bum!" Kim So Eun berdiri dua langkah di hadapan Kim Bum. Sepatu gadis itu menggurat-gurat tanah, mulutnya terkunci.

"Ada apa?" Suara Kim Bum datar.

"Aku tadi mencarimu di fakultas." Kim So Eun terbata-bata. "Aku tadi bertemu dengan Lee Hong Ki, dan dia bilang kau sering kemari. ltulah kenapa aku ke sini."

"Oh, ya?" kata Kim Bum.

Kim So Eun menggigit-gigit bibirnya. Banyak yang ingin diucapkannya, tetapi terbentur pada dinginnya tatapan mata Kim Bum.

"Kim Bum," kata gadis itu setelah memenuhi dadanya dengan udara, "kapan ke rumah lagi?"

Kim Bum mengernyitkan kening. Kim So Eun tak tahan di bawah tatap mata yang dingin menyelidik itu. Lalu dia berbalik dan pergi.

"Apa maunya gadis ini?" kata hati Kim Bum. "Dia menyuruhku datang, padahal ibunya begitu memandang rendah diriku. Seandainya dia mengajak jalan-jalan, masih bisa dipertimbangkan. Tapi, untuk datang ke rumahnya?!"

Kim Bum menendang pucuk gerumbul bunga. Daun dan bunga-bunga bertebaran. Dengan sisi tangannya, dia memarang gerumbul semak itu. Daun dan bunga beserpihan. Lalu dia mengayun langkah. Ke selatan. Melewati Fakultas Sastra. Ah, kenapa tidak singgah dulu ke sini? Fakultas ini banyak menyimpan gadis cantik. Pura-pura mengobrol tentang kesusasteraan bisa menikmati wajah-wajah cantik.

Lalu, dia masuk ke fakultas itu. Nah, itu Yang Yoseob, Yong Jun Hyung, Son Dong Woon. Tetapi, sayang di antara ketiga orang ini tak ada yang agak liar. Sulit diajak kerjasam soal perempuan.

Ah, kenapa aku harus memusingkan ketiga mahasiswa kutu buku itu! Kim Bum melihat gadis yang punya senyum selembut bayi. Bekas pacar kakak Kim So Eun. Hmmm, Yang Yoseob tentunya punya informasi tentang gadis itu.

Namanya Yoon Eun Hye. Mahasiswi fakultas ini, tetapi beberapa lama ini tak aktif. Konon lantaran tunangannya meninggal dalam penelitian Flora & Fauna di Hutan Afrika. Hampir dua tahun dia meninggalkan kuliahnya. Baru sekarang back to campus.

"Kau ada niat untuk mendekatinya?" tanya Yang Yoseob.

"Hmmm." Mata Kim Bum masih menerawang ke gadis itu.

"Kalau kau ingin mendekatinya, kau harus segigih anak-anak Pencinta Alam Sunkyunkwan University," kata Yong Jun Hyung.

"Kenapa?"

"Dia sedingin es di Puncak gunung terdingin. Untuk menaklukkannya memerlukan ketangguhan seorang pendaki gunung kaliber Mount Everest."

"Tapi, dia seindah Gunung Fujiyama," kata Kim Bum.

"Yang penting, ada keindahan di matanya," kata Kim Bum.

Dan, dia mendekati gadis yang telah keluar dari halaman fakultas itu. Sebelum tiba di aspal, Kim Bum telah menjejeri gadis itu.

"Hai," katanya.

Yoon Eun Hye menatapnya. Mata yang penuh tanya itu, betapa indahnya. Seprti terlihat getaran bulu-bulu matanya. Gadis itu berpikir sejenak.

"Selamat kembali ke kampus," kata Kim Bum.

"Oh."

"Maaf, barangkali lupa padaku? Aku pernah lewat dengan Kim So Eun, waktu kau merawat bunga-bunga di halaman."

"Ooo." Gadis itu tersenyum.

"Musim panas seperti ini, bagaimana bunga-bunganya?"

"Wah, repot," kata gadis itu. "Banyak yang layu.”

"Tapi, ada pohon pelindung."

“Ya.”

Lalu mereka bicara soal bunga. Kim Bum bersyukur sebab selama ini dia sering membaca tulisan-tulisan tentang mengurus tanaman dan semacamnya di majalah.

Mereka berjalan terus hingga sepanjang jalan berhamburan nama bunga dan teknik persilangan untuk memperoleh jenis dan warna bunga yang cantik.

Gadis itu merasa jarak perjalanan ke rumahnya lebih pendek. Senyumnya kian mengembang, seperti senyum untuk orang yang sudah lama dikenalnya, ketika Kim Bum berkata, "Ada temanku yang punya jenis anggrek hasil persilangan. Kalau suka anggrek, akan aku bawakan."

Mata gadis itu semakin cemerlang.

Itulah permulaannya.

Ketika kembali berjalan di bawah teriknya matahari, tanpa sadar Kim Bum bersiul lagu cinta, Yang ia tujukan untuk Yoon Eun Hye yang sedang menggelinding-gelinding dalam hatinya.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...