Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Sabtu, 25 Juni 2011
Love Story In Beautiful World (Chapter 6)
"Kim Bum." Terdengar suara di ujung tangga pintu menuju lantai atas bagian selatan. Park Ji Yeon. Ah, matanya seperti mata kucing sakit. Murung.
Kim Bum berhenti. Gadis itu menjejerinya. Park Ji Yeon lahap memandang wajah Kim Bum. Kim Bum tak berani menimpalinya mengingat mata yang murung itu. Dia berpura-pura memperhatikan mahasiswa-mahasiswa yang sedang menuruni tangga.
Kemudian gadis itu berkata, "Kau mau pulang, Kim Bum?"
"Ya.”
Lalu langkah mereka beranjak.
"Kau sangat berubah sekarang," kata Park Ji Yeon hampir tak terdengar.
Kim Bum memang pura-pura tidak mendengar. Dia melambai ke arah rekan-rekannya.
“Kim Bum.”
Kim Bum memalingkan wajahnya ke arah gadis itu.
"Kita perlu bicara 4 mata." Suara gadis itu pelan.
"Siang ini?"
"Ya, siang ini," kata Park Ji Yeon tegas.
"Siang sepanas ini? Ah, lain kali saja, Park Ji Yeon. Hari ini otakku buntu. Aku perlu istirahat. Nanti sore aku harus menghadap Dekan."
"Kita ke Pantai Jongmyo. Udara sejuk di sana akan menyegarkanmu."
"Aku mau tidur siang ini, Park Ji Yeon. Kepalaku pusing."
Kita harus membicarakan ini, Kim Bum. Aku kira ini persoalan paling serius dalam hidupku."
"Seharian ini aku memikirkan persoalan paling serius. Sore nanti pun aku kira begitu. Berikanlah aku waktu istirahat."
Aspal yang ditimpa matahari menguapkan hawa panas. Dan, hawa panas yang sejak pagi berputaran di kepala Kim Bum, kini menyengat-nyengat batok kepalanya. Kepala menjadi pening dan ludah terasa pahit. Mungkin, keadaan ini masih tertolong oleh rambutnya, yang tentunya menolong memelihara isi kepala dari adukan bakaran matahari serta hawa yang menyengat itu. Saat ini memang musim kemarau terkering menurut catatan Fakultas Geografi.
Park Ji Yeon masih jua menjejeri langkah lelaki itu. Daun dan bunga flamboyan tak berarti banyak dalam menaungi mereka.
"Berikanlah aku waktu istirahat, Park Ji Yeon," ulang Kim Bum.
"Di Pantai Jongmyo kau bisa istirahat. Aku ingin membicarakan masalah ini. Serius. Jangan menghindar terus."
"Kapan aku menghindar darimu?"
"Ayolah, kita bicarakan di sana."
"Tentang apa?"
"Tentang kita," kata Park Ji Yeon sembari memperbaiki sangkutan tas di bahunya.
"Aku kira di antara kita tidak ada masalah."
"Tak bisa cuma dengan kira-kira saja. Pokoknya, realitanya di antara kita ada masalah."
"Ya, ya, ya, ada atau tidak ada masalah, pokoknya jangan siang ini. Beri aku waktu untuk istirahat. Sore nanti aku harus menghadap Dekan."
"Kalau kau tidak mau ke Pantai Jongmyo, kita ke mana saja. Atau ke Disneyland? Ke mana saja aku bersedia. Yang penting kita bisa bicara dengan tenang.”
"Jangan mendesak begitu, Park Ji Yeon," kata Kim Bum dalam napas yang sesak.
"Aku tidak mendesak. Aku hanya ingin tahu apakah kau mau menempatkan masalah kita di atas masalah apa pun yang lain."
"Ya, Tuhan," keluh hati Kim Bum. "Bagaimana aku bisa menahan rongrongan semacam ini? Belum lagi menikah, dia sudah berusaha menguasaiku. Ya, Tuhan, bagaimana bisa perempuan yang dulu kelihatan lembut ini sekarang jadi begini? Kalau dia jadi istriku, dia akan tidak peduli pada kesulitan-kesulitan yang kuhadapi. Dia cuma peduli pada kesulitan-kesulitannya."
Kim Bum tak berani menatap gadis itu. Dia khawatir, jangan-jangan kepanikan yang mulai merayap-rayap di kepalanya membias lewat matanya. Dia cuma mengerutkan kening, menyipitkan mata, dan berpura-pura memperhatikan rerumputan yang kering. Dan, dia sangat menyesal lupa membawa kaca mata hitamnya.
"Kita ke Disneyland? Aku panggil taksi ya?!"
Taksi yang kebetulan melintas menepikan taksinya ke dekat mereka.
"Tolonglah, Park Ji Yeon, aku betul-betul mau istirahat siang ini. Kepalaku pusing."
"Sejak tadi sudah kau katakan, tetapi aku berhak meragukannya. Kau memang biasa membuat alasan.”
“Aku tidak bohong, Park Ji Yeon. Sore nanti aku harus menghadap Dekan.”
"Sebelum jam empat kita pulang." Park Ji Yeon berpaling ke arah sopir taksi. "Ke Disneyland Tuan!"
Kim Bum menggigil dalam udara panas itu.
"Tidak! Dengar, Park Ji Yeon! Kita tidak akan ke Disneyland."
"Jadi, ke mana?"
“Ke mana pun tidak!"
Sopir taksi menatap mereka bergantian.
"Pulang," kata Kim Bum. "Green Street, Tuan," lanjutnya. Rumah Park Ji Yeon memang di Green Street. "Siang ini aku tidak mau ke mana pun," ujar lelaki itu lagi.
"Sekalipun untuk masalah kita?" kata Park Ji Yeon merajuk.
"Aku tidak peduli!" Jawab Kim Bum sambil memijit-mijit kepalanya yang memang mulai berdenyutan.
Park Ji Yeon mematung menatapnya.
"Besok, besok, kalau aku tidak sibuk, masalah apa pun akan kita pecahkan bersama."
Park Ji Yeon tetap membisu. Hanya, binar-binar matanya mulai tersaput mengacanya air.
Denyutan di kepala Kim Bum agak mengendur. Dia ingat, betapa perasaannya gadis itu, gadis melankolis itu.
"Pulanglah, Park Ji Yeon. Percayalah bahwa di antara kita tidak ada masalah. Aku tetap seperti dulu."
"Bukan sekadar percaya atau tidak, Kim Bum." Suara Park Ji Yeon hampir dibalut isak. "Aku ingin pembicaraan yang pasti. Pembicaraan yang menentukan, yang akan membuang kesangsian."
"Ya, ya, ya, aku mengerti. Tapi, jangan siang ini. Naiklah ke taksi itu. Aku akan belok ke kiri." Tanpa menunggu reaksi gadis itu, Kim Bum membelok ke jalan berbatu, untuk memintas lewat gang-gang kecil di belakang Asrama Seongjusan. Dia tak berani menatap gadis itu, tak berani melihat kemurungan gadis berwajah sayu itu. Dalam tersenyum pun mata itu akan terlihat sendu, apalagi dalam mata yang berkaca-kaca!
Maka lelaki itu tak melihat Park Ji Yeon merentak duduk di taksi. Sopir taksi menginjak gas, dan taksi itu pun meluncur di aspal yang panas. Sesekali sopir taksi itu menatap punggung lelaki yang berjalan di bawah terik matahari itu melalui kaca spion. Sementara itu, Park Ji Yeon mengawasi punggung Kim Bum dengan pandangan lekat, tetapi tetap berusaha menahan air mata yang akan merembes.
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar