Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 04 Juni 2011

Biarlah Rahasia (Chapter 1)



Cantik, muda, dan cerdas. Kesan ini terlihat pada Kim So Eun. Berbekal segala kesempurnaan fisik dan kepandaian, jalannya di dunia entertainment semakin mulus. Ia bukan artis sinetron yang hanya muncul sesekali saja sebagai bintang figuran. Nama Kim So Eun memiliki nilai jual yang tinggi. Kemampuan aktingnya tidak diragukan. Ia mampu menyihir penonton untuk tidak beranjak dari layar televisi.

Setelah dirinya berhasil meraih predikat Pemeran Wanita Terbaik di sejumlah ajang penghargaan, namanya makin melambung sehingga jadi rebutan banyak produser Drama Seri. Tak peduli berapa pun harga yang diminta Kim So Eun untuk setiap episodenya, pasti akan dikabulkan. Karena, namanya sudah menjadi jaminan bahwa Drama Seri yang dibintanginya akan sukses.

Di usianya yang tergolong masih belia, hidup Kim So Eun sudah bergelimang harta. Sebut saja 2 rumah mewah di kawasan elite Seoul yang jika ditaksir harganya di atas 3 miliar, beberapa mobil mewah, deposito, dan investasi berupa tanah. Kerja kerasnya selama 10 tahun di dunia hiburan membuahkan hasil yang menakjubkan.

Padahal, ketika masih duduk di bangku SMP, Kim So Eun hanyalah seorang gadis dari keluarga sederhana. Selama ini ia tinggal bersama Kim Tae Hee, ibunya, yang bekerja sebagai penjahit. Sedangkan ayahnya tidak jelas keberadaannya. Karena, sejak terlahir ke dunia, Kim So Eun tidak pernah mengenal sosok seorang ayah dalam kehidupannya.

“Bu, hmm… apakah aku punya Ayah?” tanyanya suatu hari dengan takut-takut.

Kim Tae Hee, yang saat itu sedang membuat pola pakaian, berhenti sebentar, lalu menengok sekilas ke arah putrinya. “Punya,” jawabnya singkat. Kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya

“Kalau punya, kenapa aku tidak pernah melihatnya?” protes Kim So Eun.

“Ayahmu pergi berlayar jauh ke luar negeri,” jawab Kim Tae Hee, tak acuh.

“Luar negeri?” tanya Kim So Eun, takjub.

Benarkah ayahnya seorang pelaut? Berarti, ia anak orang kaya. Karena, pelaut kan uangnya banyak. Tapi, mengapa sampai saat ini ibunya masih banting tulang menjahit hingga larut malam demi mendapatkan uang? Lalu, dikemanakan uang yang dari ayahnya?

“Bu, kalau Ayah seorang pelaut, mengapa Ibu masih bersusah payah mencari uang? Bukankah Ayah mengirim uang setiap bulan?” tanya Kim So Eun, menyelidik.

“Sudahlah, Kim So Eun, Ibu lelah. Besok saja kita mengobrol lagi. Ibu mengantuk! Sekarang, kau tutup gorden, periksa pintu, apakah sudah terkunci semua. Akhir-akhir ini di daerah kita banyak maling!” ujar Kim Tae Hee, sambil menguap.

Begitulah. Kim Tae Hee selalu menghindar setiap kali putri semata wayangnya bertanya tentang keberadaan ayahnya, Song Seung Hun. Cerita kelamnya itu sudah lama dikubur dalam-dalam. Untuk mengingatnya saja, ia merasa sakit hati, sedih, dan kecewa, apalagi untuk menceritakan kepada putrinya. Ah… bukanlah hal yang mudah. Perlu persiapan mental. Membuka aib masa lalu sama saja dengan menelanjangi dirinya. Belum tentu Kim So Eun bisa menerima penjelasan tentang mengapa mereka hanya hidup berdua saja.

Sering kali, perasaan berdosa menyelimuti hatinya. Rasanya, ia tidak tega untuk selalu berbohong dan menghindar setiap kali Kim So Eun menanyakan ayahnya. Tapi, apa mau dikata, ketika itu Kim So Eun masih terlalu muda untuk mengetahui persoalan orang dewasa.

Kim Tae Hee takut, jiwa putrinya akan terguncang, jika ia tahu siapa dirinya, ayahnya, dan wanita lain dalam kehidupan ayahnya, yang telah merusak kebahagiaan Kim Tae Hee. Sekitar 10 tahun lalu, Kim Tae Hee meninggalkan Incheon, kota tempat ia tinggal bersama Song Seung Hun, suaminya. Namun, sejak kehidupannya hancur, ia meninggalkan kota itu dan merantau ke Seoul. Sedangkan Kim So Eun, Kim Tae Hee baru berani mengambilnya dari rumah kakaknya, ketika ia sudah mendapat pekerjaan tetap sebagai penjahit di perusahaan konfeksi.

“Benar kau sudah mempunyai pekerjaan tetap di Seoul?” tanya Lee Yo Won – Kakak Kim Tae Hee, ketika Kim Tae Hee mengutarakan maksudnya untuk mengambil putrinya yang sejak bayi ia titipkan.

“Benar, Eonni. Aku sekarang bekerja di perusahaan konfeksi,” ujar Kim Tae Hee.

“Tapi, apa gajimu bisa untuk menghidupi kalian berdua? Ingat, Kim Tae Hee, hidup di Seoul itu susah. Apalagi, kalau penghasilanmu pas-pasan. Cobalah pikirkan kembali keputusanmu itu!”

“Eonni, aku berterima kasih selama ini kau bersedia merawat Kim So Eun dengan penuh kasih sayang. Namun, untuk menebus dosaku selama ini, yang telah menelantarkannya, izinkan aku untuk membesarkannya. Bisa atau tidak bisa, aku harus bertahan hidup di Seoul. Aku yakin, kalau ada kemauan, pasti Tuhan membukakan jalan. Yakinlah, Eonni, aku tidak akan menelantarkan darah dagingku sendiri!”

Walaupun berat, Lee Yo Won akhirnya melepaskan Kim So Eun, yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri, untuk diasuh oleh ibu kandungnya.

“Kim Tae Hee, jaga Kim So Eun! Jangan biarkan ia bergaul dengan sembarang orang. Ingat! Seoul itu rawan! Jika salah pergaulan, ia bisa terjerumus. Aku ingin Kim So Eun punya masa depan. Menjadi orang yang bisa dibatidakan. Setelah kau melangkahkan kaki dari kota ini, lupakan semua kehidupan kelam yang pernah kau lalui. Biarlah itu menjadi buku hitammu. Harapanku, kau dan Kim So Eun bisa hidup bahagia,” kata Lee Yo Won, panjang lebar.

“Terima kasih, Eonni. Doakan aku berhasil dengan kehidupan baruku.”

Suara Kim So Eun membuyarkan lamunan Kim Tae Hee. “Bu, sudah rapi. Semua pintu sudah dikunci. Kenapa, Ibu bengong?”

“Tidak, Sayang…. Ya, sudah, kalau semua sudah beres, kita sekarang tidur saja, ya!” ajak Kim Tae Hee, sambil menggandeng Kim So Eun menuju kamar.

Ponsel Kim So Eun berdering keras saat ia sedang bersantai membaca skenario, yang baru diterimanya dari produser.

“Dengan Nn. Kim So Eun? Ini Saya, Lee Min Ho. Saya ingin wawancara dengan Anda besok. Ada waktu?”

“Hmm… Lee Min Ho? Dari majalah Instyle, ya?”

Kim So Eun coba mengingat-ingat. Selama ini ia cukup selektif dalam hal wawancara. Ia tidak mau sembarangan menerima wawancara dari media. Bukan karena sombong. Tapi, ia tidak mau karier yang sudah dirintisnya dari bawah hancur karena pemberitaan media yang simpang siur.

“Betul,” kata Lee Min Ho.

“Ya, ya, saya ingat sekarang,” suara Kim So Eun terdengar riang.

Hubungan Kim So Eun dengan Lee Min Ho sudah terjalin cukup baik. Untuk Lee Min Ho, Kim So Eun tidak pernah pelit berbagi cerita. Sebab, da¬lam wawancara-wawancara sebelumnya, Lee Min Ho selalu bisa mengakrabkan suasana.

“Jadi, kapan punya waktu? Besok bisa?”

“Hmm, tunggu, saya lihat agenda kerja saya dulu. Pagi ada pemotretan untuk sampul majalah, siang ada syuting Drama Seri, malam saja, ya.”

“Ya, ampun, padat sekali. Tapi, kalau malam, saya tidak bisa. Deadline sudah menunggu.”

“Kalau tidak bisa, ya, sudah.”

“Jangan begitu, Nn. Kim So Eun. Bagaimana kalau saya datang ke lokasi syuting?” pinta Lee Min Ho.

Lama Kim So Eun berpikir. Saat bekerja, ia ingin berkonsentrasi penuh. Ia jarang bersedia diwawancara di lokasi syuting karena akan mengganggu.

Bersambung…

1 komentar:

  1. ceritanya terlalu pendek dan tidak membuat penasaran, maaf yaa tp itu pendapat saya :(

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...