Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 06 Juni 2011

Soulmate (Chapter 7)



Pulang kerja, Kim So Eun mampir di swalayan dan pulang sudah larut. Ia merasakan malam ini panas sekali. Dia bangun untuk memastikan AC tidak mati, lalu duduk di dapur kecil, sambil membuka koran sore yang dibelikan Jung So Min untuknya. Wajah-wajah Kim Bum mulai bermunculan setiap hari, setelah berita kasus Ahn Suk Hwan, mertuanya, makin ramai. Dia mengambil botol mineral dari kulkas dan beranjak ke ruang tamu, duduk di sofa, sambil meneguk air es.

Kim So Eun terlonjak, saat terdengar bel pintu dan lampu berkedip di atas pintu apartemennya. Kim So Eun mengintip dari kaca lup, seorang pria bersafari berdiri seperti terburu-buru. Pria yang menyapanya di restoran dulu. Perlahan Kim So Eun membuka pintu dengan tetap mengaitkan rantai pintu.

“Terima kasih, Nn. Kim So Eun mau membukakan pintu,” pria itu meng¬angguk sopan. “Kami mau minta bantuan untuk....”

“Kim Bum....” Kim So Eun membuka rantai pintu dan pria itu memapah Kim Bum yang terduduk lesu, seperti sedang mabuk. Kim So Eun dengan cepat menutup pintu, menguncinya lagi.

“Maaf, kami mengganggu, Nn. Kim So Eun,” pria itu mendudukkan Kim Bum. “Saya Song Seung Hun.”

“Ya,” Kim So Eun menjawab singkat, lalu melihat ke arah Kim Bum. “Dia....”

“Mabuk. Tn. Kim Bum terus dikejar banyak orang.” Song Seung Hun tidak perlu menjelaskan lagi, setelah Kim So Eun menerima koran lain dari Song Seung Hun dan secepatnya Kim So Eun membaca.

“Tn. Kim Bum minta bertemu dengan anda, Nn. Kim So Eun,” Song Seung Hun berkata perlahan.

Kim So Eun tidak tahu harus bagaimana. Bertahun-tahun dia hidup dalam bayangan Kim Bum, dan sekarang Kim Bum ada di depannya, terkulai lemas.

“Bagaimana kalau orang tahu Kim Bum di sini?” Kim So Eun melirik korannya.

“Sudah menjadi tugas saya menjamin keselamatan Nn. Kim So Eun dan Tn. Kim Bum.” Song Seung Hun menundukkan kepalanya dalam-dalam untuk menunjukkan betapa dia memohon padanya. “Boleh kami minta minuman hangat?”

“Akan saya buatkan kopi panas.” Kim So Eun bangkit.

“Terima kasih banyak.” Song Seung Hun menegakkan kepala Kim Bum yang terkulai lagi.

“Bagaimana dengan Yoon Eun Hye?” Kim So Eun membuat kopi secepat mungkin.

“Ny. Yoon Eun Hye dan putrinya sudah di Jepang.” Song Seung Hun menerima cangkir kopi.

“Kenapa Kim Bum tidak ikut?”

“Tn. Kim Bum tidak mau meninggalkan Anda.”

“Apa?” Kim So Eun seperti tersengat listrik.

“Tn. Kim Bum lebih memilih di Seoul untuk memastikan Nn. Kim So Eun baik-baik saja.”

“Bagaimana dia tahu saya ada di sini?” Kim So Eun memandang ke arah Kim Bum tanpa bisa melakukan apa-apa.

“Tn. Kim Bum tidak pernah meninggalkan Ibu. Sayalah yang ditugaskan selama ini untuk memastikan Anda baik-baik saja.”

“Astaga....” Kim So Eun duduk dan kembali melihat ke arah Kim Bum yang mulai bergerak.

“Kopi, Tn. Kim Bum.”

Song Seung Hun mendekatkan gelas kopi ke Kim Bum, dan Kim Bum menyeruputnya keras. Lalu, kepalanya lunglai lagi di atas sandaran sofa.

“Di mana kamar mandi?”

Kim So Eun menunjuk pintu di depan dapur. Song Seung Hun memapah Kim Bum masuk kamar mandi. Kim So Eun duduk dengan linglung dan merasakan udara menjadi sangat dingin. Kim Bum keluar kamar mandi tanpa dipapah lagi, berjalan mendekati Kim So Eun sambil menatapnya.“Maafkan aku, Kim So Eun....” Kim Bum tiba-tiba memeluknya, sambil menangis keras.

Kim So Eun benar-benar bingung, lalu melepaskan Kim Bum perlahan dan mendudukkannya di sampingnya.

“Maafkan aku, Kim So Eun. Aku meninggalkanmu begitu lama.”

“Kau lebih baik istirahat.” Kim So Eun menariknya ke kamar sebelah. “Kau tidur saja, besok kita bicara.”

Song Seung Hun membantu Kim So Eun menyelimuti Kim Bum.

“Kim So Eun....” Kim Bum memegang tangan Kim So Eun.

“Kim Bum.” Kim So Eun menahan sesak hatinya. “Kau akan baik-baik saja. Aku ingin kau beristirahat dulu.”

“Aku tidak bermaksud untuk meninggalkanmu begitu saja....”

“Aku tahu,” Kim So Eun membiarkan saja air matanya jatuh. “Aku akan menemanimu.” Kim So Eun menarik sofa kecil dan duduk di samping tempat tidur. Aku mencintai Kim Bum lebih daripada aku mencintai diriku sendiri. Kim So Eun menggumam dalam hati, sambil menggenggam tangan Kim Bum, menatap mata Kim Bum yang setengah sadar. Matanya bengkak dan di wajahnya terlihat bekas memar biru.

“Kau tidak menciumku?” Kim Bum berbisik serak, berusaha tertawa.

“Aku tidak mau kehilangan dirimu lagi.” Kim So Eun mengambil ta¬ngan Kim Bum dan meletakkan kepalanya di atas tangan Kim Bum. “Kau harus tidur.”

“Ya. Aku memang lelah sekali.” Kim Bum mencium keningnya dan memeluk kepala Kim So Eun. “Kau mau naik ke tempat tidur?”

“Tidak usah.” Kim So Eun tersenyum kecil. “Tidurlah.”

“Aku tidak membunuh siapa pun, Kim So Eun. Aku tidak mencelakakan siapa pun.”

“Aku percaya,” jawab Kim So Eun halus. “Kecelakaan gedung itu....”

“Kim So Eun...,” Kim Bum berbisik. Ada aroma segar dari mulutnya. Pasti Kim Bum berkumur dengan pasta gigi, mengulang kebiasaannya dulu saat malas gosok gigi.

Kim So Eun menatap mata lelah Kim Bum. “Ya.”

“Aku mau kau percaya bahwa aku tidak pernah meninggalkanmu.” Mata Kim Bum berkaca-kaca. “Aku mencintai dirimu dengan....”

“Aku percaya. Aku percaya sekarang kau istirahat. Besok banyak waktu untuk....”

“Tidak, Kim So Eun. Besok mungkin aku sudah mati....”

Kim Bum menciuminya dengan halus sekali. Kim So Eun melihat Song Seung Hun datang menyentuhnya dan Kim So Eun merasa sangat mengantuk, lalu terlelap tanpa sadar....

“Kim Bum!!!!” Kim So Eun berteriak keras, sambil terlonjak bangun. “Astaga, aku bermimpi?”

Kim So Eun berlari keluar. Tidak ada gelas kopi di mejanya. Semua tampak rapi dan tidak ada bekas tamu semalam. Kim So Eun duduk de¬ngan linglung, mengambil air mineral di meja kaca dan tertegun. “Astaga... aku bermimpi.”

Kim So Eun melihat dapur. Bersih dan tidak ada gelas kotor. Seharusnya ada setumpuk gelas dan piring kotor. Kim So Eun menyelidik, membuka rak piring lalu tersenyum. Song Seung Hun tidak meletakkan cangkir pada tempatnya. Aku tidak bermimpi.

Kim So Eun mengguyur badannya dan berpakaian dengan sangat cepat. Hari ini ada jadwal bertemu klien di luar kota. Sebelum turun ke tempat parkir, Kim So Eun menyempatkan diri untuk menarik uang tunai di ATM. Dengan cepat dia melarikan mobilnya ke kantor.

“Kau seperti dikejar setan.”

Jung So Min menyambutnya dengan secangkir kopi.

“Bos di mana?”

“Sudah berangkat ke Incheon. Kenapa?”

“Aku ingin minta orang lain untuk menggantikanku meeting.”

“Jangan memohon padaku untuk menggantikanmu. Aku sedang bangkrut. Kau bilang akan membayar hutangmu hari ini.”

Kim So Eun mengambil uang yang baru ditariknya. “Dua ratus ribu dulu. Aku lupa butuh cadangan dana ke luar kota.”

Kim So Eun melihat berkas transaksi dari ATM dan hampir berteriak.

“Kenapa? Apa aneh kalau uangmu selalu habis? Biaya melamunmu dan keluyuranmu ke gedung bioskop kan tidak murah! Kalau masih ada sisa uang, berikan padaku siang nanti, ya. Aku benar-benar malas ke bank.”

“Ya.” Kim So Eun menjawab sambil melihat berkasnya lagi dengan tidak percaya. Ada tambahan dua digit angka. Dari mana datangnya uang sebanyak ini? Astaga... mungkinkah Kim Bum?

Kim So Eun berusaha berkonsentrasi dengan pekerjaannya dan dia bersyukur ada orang lain yang bersedia menggantikannya menemui kliennya di Busan. Pikirannya terus melayang, memikirkan di mana dan bagaimana Kim Bum sekarang. Dia seperti bermimpi memeluk Kim Bum semalam. Tapi, sekarang Kim Bum menghilang lagi seperti dulu.

Lee Min Ho mengetuk pintu ruangannya.

“Masuk.” Kim So Eun menutup laptopnya, tersenyum. “Kau rapi sekali.”

“Ada janji makan siang.” Lee Min Ho tersenyum. “Kau mau ikut?”

“Kalau tidak mengganggu.”

Tidak ada salahnya menyenangkan Lee Min Ho. Dia selalu baik padanya.

“Sangat tidak mengganggu. Tapi, jangan bawa Jung So Min, ya.”

“Baiklah.” Kim So Eun menatap Lee Min Ho keluar ruangannya.

Kim So Eun merasa dadanya terus berdesir mengingat kejadian tadi malam. Kim Bum datang utuk bersembunyi atau memang menginginkan dekat dengan dirinya?

Saya akan memastikan anda baik-baik saja, Nn. Kim So Eun.... Di mana Kim Bum?

“Kau seperti baru kesetrum listrik.” Jung So Min membuatnya terkejut. “Koran terbaru. Dia dicari-cari polisi.”

Kim So Eun membacanya. Dua hari sebelumnya Kim Bum dikeroyok massa yang kesal karena pembebasan Ahn Suk Hwan sebagai tahanan rumah. Sehari setelahnya, polisi terus mencari Kim Bum, karena salah seorang pengeroyoknya hilang dan ditemukan meninggal dengan luka-luka yang parah mengenaskan. Diduga, Kim Bum yang melakukannya. Bahkan, Ahn Suk Hwan sendiri berharap Kim Bum cepat ditemukan. Rupanya, polisi mencari semua orang yang terkait dengan Kim Bum.

Kim So Eun ingin sekali memuntahkan isi perutnya. Kepalanya tiba-tiba menjadi sakit dan pandangannya berkunang-kunang. “Kim So Eun....” Jung So Min mengguncangnya, sambil memberikan teh manis.

Kim So Eun meneguk habis teh manisnya.

Jung So Min memandangnya khawatir. “Kau tidak apa-apa?”

“Ya.” Kim So Eun melihat jamnya. “Aku mau makan siang dengan Lee Min Ho.”

“Sejak kapan kau makan siang dengan Lee Min Ho? Kau akhirnya membuka hatimu untuk pria sempurna itu?”

“Paling tidak aku bisa terhindar dari koranmu yang semakin panas beritanya.” Jawaban Kim So Eun membuat Jung So Min tertawa, lalu meninggalkan ruangannya.

Kim So Eun duduk di samping Lee Min Ho, sambil terus memikirkan Kim Bum.

Kim Bum membunuh? Aku terlalu percaya, aku tidak mengenalnya atau semua memang sudah berubah? Bagaimana kalau polisi atau orang lain tahu, semalam Kim Bum ada di tempatku?

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...