Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Jumat, 09 September 2011

Gerbong Hantu



Title : Gerbong Hantu
Genre : Mystery
Author : Sweety Qliquers
Episode : Oneshot
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 30 Agustus 2011, 04.40 PM
Cast :
Kim Bum
Kim So Eun


Sudah empat puluh hari berlalu, tapi peristiwa tragis sekaligus mengerikan itu masih terbayang jelas di benak setiap warga Desa Namchoseon. Siapa yang bisa melupakan seratus orang yang meninggal dunia begitu saja? Seratus orang meninggal dunia, puluhan lainnya luka berat dan ringan, dan beberapa hilang tak ditemukan jazadnya hingga kini. Tiga gerbong hancur di sungai di dasar jurang!

Peristiwa naas itu masih menyisakan banyak misteri, dari awal hingga kini. Penyelidikan sudah dimulai bersamaan dengan evakuasi jenazah korban dari dasar sungai, tapi penyebab kecelakaan tunggal kereta api malam itu belum dapat dipastikan.

Bagaimana mungkin tiga gerbong belakang dari rangkaian kereta itu bisa lepas, keluar dari jalur rel dan akhirnya terpuruk ke dalam sungai di dasar jurang. Tiga gerbong terakhir yang membawa hampir 200 penumpang, terlebih dahulu menghantam besi baja tiang jembatan bagian kiri, sebelum akhirnya terhempas di dasar jurang dan hanya setengah dari seluruh penumpangnya yang selamat.

Sepekan penuh penduduk Desa Namchoseon ikut membantu tim evakuasi. Mengumpulkan seluruh korban meninggal dunia yang bisa ditemukan dan akhirnya mengangkat bangkai gerbong dari sungai di kedalaman jurang sedalam 20 meter itu. Dan misteri masih berlanjut.

“Kau bisa bayangkan, Kim Bum? Seratus jiwa melayang. Seratus orang meninggal secara tak wajar di tempat, waktu dan penyebab yang sama.”

Kim Bum mendengarkan penuturan kekasihnya itu dengan seksama. Ia menahan napas, membayangkan seandainya ia menjadi bagian dari kecelakaan kereta api tersebut. Kim Bum sama sekali tidak terkejut dengan cerita itu. Kim So Eun sudah menceritakannya beberapa kali dan ia sendiri sudah membaca beritanya di koran-koran lebih dari sebulan yang lalu.

Justru untuk semua itulah maksud dan tujuan Kim Bum yang sebenarnya datang ke Desa Namchoseon. Bukan piknik dan sekedar menghabiskan libur sekolah di desa tempat tinggal orang tua Kim So Eun, kekasihnya itu yang sunyi ini.

Kim Bum mengunjungi Desa Namchoseon untuk suatu tujuan yang bagi Kim So Eun adalah gila dan tidak masuk akal.

“Dimana lokasi rel kereta api itu? Dimana persisnya jembatan dan jurang itu?”

“Kau mau makan apa, Kim Bum?” Kim So Eun membelokkan pembicaraan, karena baru membayangkan kembali peristiwa itu saja ia sudah merinding.

“Lupakan basa-basimu! Aku kemari bukan untuk makan!” Kim Bum berdiri menunggu.

Kim So Eun menatap kekasihnya itu lekat-lekat. Ia tahu Kim Bum sangat serius dengan niatnya. Kim So Eun sangat paham pada jiwa petualang yang melekat pada sosok kekasihnya itu. Mereka sudah berpacaran hampir selama 2 tahun belakangan ini, sebelum berpacaran mereka sudah bersahabat sejak kecil.

Bukan pertama kali ini Kim Bum mengunjungi rumah orang tua Kim So Eun di Desa Namchoseon. Tapi kali ini tujuannya bukan sekedar untuk refreshing menikmati udara pedesaan atau bersenang-senang. Kim Bum berniat untuk merekam hantu! Kim So Eun tak bisa menolak keinginan keras kekasihnya itu. Kim So Eun yakin, jika ia menolak, Kim Bum tetap akan melakukannya sendiri.

“Tugasmu hanya merekamnya. Aku sendiri yang akan menghadapi gerbong -gerbong hantu itu.” Kim Bum memperlihatkan handycam-nya.

Kim Bum punya hobi membuat film-film pendek dengan handycam-nya. Kamera itu selalu dibawanya kemana-mana, juga selalu menemaninya di setiap kencan mereka. Kim So Eun sudah belajar banyak dari Kim Bum bagaimana menggunakan alat itu. Tidak sulit.

“Kita makan dulu, Kim Bum.”

“Ah, aku sudah tidak sabar untuk ...”

“Masih lama! Mana ada hantu melakukan penampakan di siang hari seperti ini?!” bentak Kim So Eun agak kesal. “Hantu itu munculnya selalu malam hari. Dan entah kenapa waktunya hampir selalu sama, sekitar jam sembilan malam, hampir sama dengan saat terjadinya musibah maut itu.”

Kim Bum terkekeh. Ia senang pada akhirnya Kim So Eun menyerah juga.

“Baiklah, kita makan dulu. Ibumu menyiapkan menu favoritku seperti dulu?”

Kim So Eun menggeleng. Kembali bulu kuduknya meremang.

“Kau tidak menyiapkan ikan untukku?” Kim Bum melotot.

“Tidak ada lagi orang yang berani memancing dan mencari ikan di sungai sejak saat itu. Mungkin karena semua membayangkan ikan-ikan di sungai itu memakan bagian-bagian tubuh yang tertinggal di dasar sungai. Atau karena hantu-hantu itu? Dulu banyak orang memancing di malam hari, sekarang... jangankan memancing. Lewat di dekat sungai saja orang jadi enggan.”

“Bukan enggan, tapi takut! Dasar!” Kim Bum mengeluarkan keluhan. Hilang sudah bayangannya tentang ikan bakar yang lezat yang beberapa kali pernah ia nikmati di Desa Namchoseon.

“Siapa yang tidak takut, Kim Bum? Cuma orang gila sepertimu saja yang sok punya mental baja. Gerbong hantu itu bukan cuma isapan jempol belaka. Puluhan orang mengaku pernah melihatnya. Setiap malam gerbong hantu itu selalu melintasi desa ini. Setiap malam!”

“Kau melihatnya sendiri?”

Kim So Eun menggeleng.

“Kau belum pernah membuktikannya sendiri, tapi kau percaya. Berkali-kali kukatakan, segala cerita gaib seperti itu hampir tidak pernah terbukti. Semua hanya ucapan dari mulut ke mulut yang penuh kebohongan dengan tujuan menakut-nakuti anak kecil. Kau tahu tayangan-tayangan misteri di televisi itu? Semua bohong! Semua rekayasa kamera!”

“Terserah kau saja,” Kim So Eun berkata lirih.

“Kita harus membuktikannya sendiri. Malam ini dan besok aku ingin membuktikannya sendiri. Itu bukan gerbong hantu. Itu memang hanya kereta api sungguhan yang melintas.”

“Tapi tidak pernah ada lokomotifnya, Kim Bum. Mana ada gerbong bisa berjalan sendiri tanpa lokomotif dan kemudian menghilang begitu saja?”

“Kita buktikan dengan mata kepala kita sendiri. Aku akan menghadapinya dan kau merekamnya dengan handycam-ku.”

“Aku hanya merekamnya. Tugasku hanya memegang handycam,” ulang Kim So Eun.

“Ya. Kalau kau takut, kau boleh merekamnya dari jauh dan menggunakan zoom. Tapi pastikan kau tidak out of focus. Pastikan kau mendapatkan gambar yang sempurna. Nanti Malam akan ada bulan di langit yang ikut membantu memberikan cahaya untuk hasil rekaman yang lebih baik.”

Kim So Eun mengangguk ragu. Kim Bum memang tak bisa dibantah.

“Tapi... kuminta kau tidak usah membicarakannya di depan orang tuaku. Mereka bisa pingsan mendengar niat dan tujuanmu kemari.”

* * *

Kim Bum tersenyum puas. Sejak pukul 20.00 mereka sudah berada di tempat itu. Limapuluh meter dari rel lintasan kereta api, seratus meter dari jembatan tempat kejadian naas itu. Kim So Eun tak mau lebih dekat lagi, meski berkali-kali Kim Bum membujuknya. Pertama karena ia memang takut. Kedua, ia merasa perlu berlindung di balik pohon-pohon ketika merekam karena tak ingin menarik perhatian jika kebetulan ada orang yang melintas di tempat itu.

Kim Bum berkali-kali tertawa kecil. Dia tetap berkeyakinan kedatangannya kemari hanya untuk membuktikan sebuah kebohongan. Gerbong hantu itu hanya cerita horor rekaan untuk menakut-nakuti orang bermental semut!

Kim So Eun sudah siap dengan kameranya. Tinggal pijit satu tombol kapan pun diperlukan.

Kim Bum gelisah, seperti tak sabar menunggu peristiwa yang luar biasa. Kim So Eun juga gelisah, keringat dingin merembes di tengkuknya, tangannya gemetar, kakinya juga. Kim Bum berkali-kali menengok ke arah lintasan kereta api yang kosong, memandang jauh ke arah selatan. Katanya dari sanalah gerbong-gerbong hantu itu muncul.

Setengah jam berlalu, serasa seabad bagi Kim So Eun. Dan bagi Kim Bum itu adalah penantian yang sangat menyebalkan.

“Mana? Mana gerbong hantu itu?” Kim Bum berlarian di dekat rel kereta api dengan kesal. Lalu kembali menemui Kim So Eun yang tetap berada di balik sebuah batang pohon yang cukup besar.

“Mana?”

“Mungkin sebentar lagi. Musibah itu terjadi sekitar jam sembilan malam. Orang-orang melihatnya juga sekitar jam sembilan malam.”

Kim So Eun memperbaiki letak sweaternya. Udara dingin, angin dingin membuat tubuhnya semakin gemetaran.

“Kau tetap siap dengan kameramu?”Tanya Kim Bum pada Kim So Eun.

Kim So Eun mengangguk.

“Tapi aku semakin ragu. Rasanya malam ini kita tidak akan mendapatkan apa-apa.”

Baru saja Kim Bum selesai berkata, tiba-tiba angin berhembus lebih kencang, meluruhkan daun-daun kering dari pohon besar tempat Kim So Eun berlindung. Kim Bum mendongak, menyaksikan bulan sabit yang semula menghiasi langit itu tiba-tiba menghilang ditutup awan hitam. Angin bertiup lebih kencang, meriapkan rambut Kim Bum.

Kim So Eun berdiri mengigil. Jarinya yang memegang tombol record basah oleh keringat dingin.

Dan... dari arah selatan sana, sebuah bayangan bergerak ke utara. Mengarah ke posisi mereka.

“Gerbong hantu itu ...!” Kim So Eun berteriak, tapi suara yang keluar lebih mirip sebuah keluhan. Kim Bum hanya tertawa.

“Pasti cuma kereta yang lewat. Kau boleh mulai merekamnya. Sekarang!”

Kim Bum lantas berlari mendekati rel kereta api, bersiap untuk menyongsong bayangan hitam yang kian mendekat itu. Tak ada sinar lampu, tak ada bunyi mesin. Hanya bunyi menderu, gesekan roda dengan rel besi.

Tak ada lokomotif di depan rangkaian tiga gerbong itu! Kim Bum terbelalak dan tak berkedip. Dan sebelum ia mampu berpikir banyak, tahu-tahu gerbong-gerbong itu telah berhenti di depannya, menimbulkan bunyi yang menyakitkan telinga.

Kim Bum berdiri dan tak mampu bergerak. Gerbong-gerbong yang semua gelap itu tiba-tiba terang-benderang. Lampu-lampu di dalamnya menyala cukup terang. Pintu-pintu gerbong terbuka serentak dan dari dalamnya berlompatan turun...

Mulut Kim Bum terbuka lebar dan tak bisa tertutup lagi. Entah manusia atau apa, tapi makhluk tak berkepala itu berjalan tertatih-tatih ke arahnya. Di belakangnya menyusul seorang laki-laki separuh baya yang kepalanya mengucurkan darah. Baju putihnya bernoda warna merah.

Darah!

Sesosok tubuh kecil melompat dari atas gerbong dan jatuh terguling dan akhirnya berhenti di dekat kaki Kim Bum. Kim Bum menatap ke bawah, menyaksikan bocah kecil dengan tubuh yang tak utuh lagi itu mengerang kesakitan.

“Ayah... Ayah... Ibu... Ibu... sakiiit.... sakiiit...”

Seorang perempuan yang lengan kirinya hilang sebatas siku berlari mendekati bocah kecil itu.

Bibirnya yang berdarah terbuka, matanya yang berlinang air mata dan darah menatap Kim Bum.

“Tolonglah kami...”

Dari gerbong terakhir melompat turun tiga orang yang tak kalah rusak tubuhnya. Tubuh-tubuh itu mengeluarkan bau anyir dan busuk. Mereka berlari tertatih-tatih dan tahu-tahu telah menyentuh lengan Kim Bum.

“Di dalam banyak yang terluka... ” kata salah satu dari mereka.

Tiga orang itu mendorong Kim Bum. Kim Bum ingin memberontak, tapi tangan-tangan penuh darah itu seolah melekat di lengannya. Kim Bum terdorong, dan tak punya pilihan lain kecuali mengikuti mereka untuk naik dan masuk ke dalam gerbong ketiga.

Kim Bum menjerit meminta tolong. Hanya sekali, karena berikutnya sebuah tangan yang penuh lumpur telah mendekap mulutnya. Kim Bum didorong, masuk ke gerbong itu.

Tiba-tiba lampu di ketiga gerbong mendadak padam. Makhluk-makhluk aneh itu berlompatan naik, seperti saling mendahului masuk kembali ke dalam gerbong. Sesaat kemudian ketiga gerbong itu mulai bergerak, berjalan pelan kemudian semakin cepat dan akhirnya melesat menuju ke utara.

Hanya dalam hitungan beberapa kali kerjapan mata, gerbong itu telah hilang di dalam kegelapan malam.

“Kim Buuummmm ...?!!!”

Kim So Eun berlari ke tepi rel. Memandang ke arah mana gerbong-gerbong itu menghilang.

“Kim Bum! Kim Bum...?! Kim Buuummmmm...!” kembali Kim So Eun berteriak histeris. Tak ada Kim Bum. Yang ada hanyalah kesunyian malam.

* * *

Di sudut kamarnya, Kim So Eun terduduk di lantai yang dingin. Tangannya terlipat, memeluk kakinya yang tetap gemetar. Handycam itu masih menyala. Layar kecil itu masih menampilkan gambar-gambar buram dan gelap semata. Suasana di dekat lintasan kereta api yang sunyi. Hanya ada Kim Bum yang berlari-lari sendirian. Tak ada orang lain. Tak ada orang-orang dengan tubuh yang rusak berat itu. Tak ada anak kecil yang jatuh menggelinding ke dekat kaki Kim Bum. Tak ada gerbong-gerbong itu! Padahal Kim So Eun melihat semuanya. Kim So Eun yakin telah merekam semua kejadian itu dengan benar.

Dimana makhluk-makhluk itu? Dimana gerbong itu?

Pintu kamar Kim So Eun yang terkunci diketuk dari luar. Terdengar suara ibunya.

Kim So Eun semakin mengigil. Ayah dan ibunya, juga semua orang, sebentar lagi pasti akan menanyakan dimana Kim Bum. Lalu apa yang bisa ia katakan? Dimana Kim Bum?


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

2 komentar:

  1. Panen ff n os bumsso nih ^^
    Cukup syerem ceritax..... eh kim beom dibawa kemana tuh ama hantux(?)
    Saiia merinding disco bacax....

    BalasHapus
  2. kak, serem ni FF . hahaha
    waduh kimbum kmn nih? jgn2 dbw sama *****.. hahaha
    kak, FF.a ng'gantung, jadiin sequel aja.*ckck ini reader bnyak mnta ya. hehehe

    _febi_

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...