Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Jumat, 09 September 2011

Teru-Teru Bozu



Title : Teru-Teru Bozu
Genre : Romance, Friendship
Author : Sweety Qliquers
Episode : Oneshot
Production : www.ff-lovers86.blogspot.com
Production Date : 3 September 2011, 04.04 PM
Cast :
Kim So Eun
Kim Bum
Park Shin Hye
Lee Hong Ki
Jung Yong Hwa


Sudah seminggu ini hujan tidak pernah absen untuk berkunjung ke kotaku. Bahkan saking seringnya, rumahku jadi ikutan kebanjiran. Ibu jadi sibuk mengomel sejak tadi pagi karena sofa yang baru saja dibeli ikut-ikutan basah. Untung saja kamarku ada di lantai dua jadi aku tidak perlu repot-repot mengungsikan barangku ke tempat yang lebih aman.

“Kim So Eun, kenapa bengong saja? Bantu aku mengangkat karpet Ibu ke pagar.” Seruan Jung Yong Hwa Oppa membuyarkan lamunanku. Aku segera bergegas membantunya, karena kalau tidak cepat-cepat dibantu, aku bisa dimarahi Ibu.

“Coba kalau tidak hujan terus, pasti tidak akan banjir seperti ini.” Sambil menggerutu, aku bantu mengangkat karpet.

“Sudah tidak usah mengeluh, kalau Ibu mendengarnya, kau bisa dimarahi Ibu!”

“Seandainya saja ada pawang hujan…”

“Kau pikir hujan itu ular, ada pawangnya?” Jung Yong Hwa Oppa tertawa mendengar perkataanku. Dia pikir aku bercanda, padahal aku benar-benar berharap….

* * *

“Tumben ya semalam tidak hujan.” Park Shin Hye berkata sambil meletakkan tasnya di meja. Park Shin Hye itu sahabatku, dia gadis yang ramah dan centil.

“Percaya tidak percaya… itu karena Teru-teru bozu.” Tiba-tiba saja Lee Hong Ki yang duduk di sudut ruangan ikut menyahuti.

“Teru-teru bozu? Apa itu?” Aku bertanya penasaran.

“Boneka putih, kecil, yang sering digantung di jendela sebagai penangkal hujan.” Lee Hong Ki menjelaskan padaku.

“Oooh yang seperti di film kartun-kartun jepang itu?”

“Iya!”

“Memangnya siapa yang memasang Teru-teru bozu?” Park Shin Hye ikut penasaran.

“Semalam Ayahku mengadakan acara jamuan makan malam untuk teman-teman pengusahanya dari Jepang. Maka dari itu, agar semua tamunya datang, beliau memasang boneka teru-teru bozu agar tidak hujan”

“Seampuh itu?”

“Buktinya semalam tidak hujan!” Lee Hong Ki mencoba meyakinkan aku dan Park Shin Hye.

“Itu hanya kebetulan saja!” Park Shin Hye berkata cuek.

“Terserah kau saja… namanya juga percaya tidak percaya!”

“Bagaimana kalau kita membuktikan kebenarannya malam ini?” Tantangku sambil mengalihkan pandanganku ke arah langit yang mendung.

“Siapa takut!” Lee Hong Ki menerima tantanganku dan berjanji untuk menemaniku menggantung teru-teru bozu di jendela kamarku, sepulang sekolah nanti.

* * *

Boneka putih itu kini tergantung dengan sempurna di balkon kamarku, melambai-lambai ditiup angin.

Aku menatap langit, hari sudah mulai gelap namun mendung masih menggantung dengan angkuh. Sepertinya teru-teru bozu tidak berhasil menangkal hujan malam ini. Angin semakin kencang berhembus, membuatku terpaksa menutup pintu yang menghubungkan balkon dengan kamarku. Kulirik boneka teru-teru bozu yang bergerak terayun-ayun di luar. Kasihan… dia pasti kedinginan.

Suara petir membangunkanku dari tidur, akhirnya hujan turun juga. Aku tersenyum puas. Lee Hong Ki pasti kecewa sekali karena bonekanya itu terbukti tidak manjur. Tapi, di mana boneka itu? Ia tidak lagi berada di tempatnya. Aku segera berlari menuju balkon, di tengah riak hujan kulihat teru-teru bozu tergeletak di taman. Mungkin angin yang kencang membuat tali pengikatnya putus. Tanpa sadar aku berlari keluar kamar menuju taman untuk mengambil boneka itu.

“Teru-teru bozu ya?” seorang pemuda menegurku dari balik pagar. Serentak aku menoleh, seorang pemuda terseyum padaku di tengah derasnya hujan.

“Sedang apa kau di situ?” Aku bertanya sambil pasang kuda-kuda, siapa tahu saja dia punya niat jahat.

“Tidak usah takut, aku tidak punya niat jahat. Aku cuma mau menikmati hujan, saat di mana aku bisa bebas dan berharap menemukan apa yang aku cari.”

“Mencari apa? Uang? Di sini tidak nenerima sumbangan!” Kataku ketus. Pemuda itu tersenyum, diliriknya teru-teru bozu yang kupegang.

“Aku yang memutuskannya.”

“Apa?” Aku menatapnya tak mengerti.

“Aku yang memutuskan tali pengikat teru-teru bozu-mu itu.”

“Kenapa?”

“Karena aku ingin menikmati hujan. Aku ingin terlihat seperti pria-pria dalam serial TV yang tiba-tiba muncul di tengah derasnya hujan untuk menyelamatkan kekasihnya.” Pemuda itu tersenyum sambil mengedipkan matanya padaku.

“Pria yang aneh.”

“Aku bercanda.”

“Sudahlah, sekarang kau pulang saja. Terlalu lama main hujan-hujanan tidak baik untuk kesehatan usus.” aku berkata asal, Pemuda itu tertawa.

“Dokter yang aneh!”

“Siapa yang aneh? Perkataanku tadi benar, kalau kau terlalu lama hujan-hujanan apalagi di tengah malam seperti ini, kau bisa sakit demam, tidak enak makan, tidak enak tidur, efeknya akan ke usus juga.”

“Aku sudah tidak takut dengan rasa sakit.” Ia menggumam, sesaat kemudian ia melangkah pergi, aku mencoba mengejarnya, kubuka pintu pagar dan berteriak...

“Hei, mau ke mana?”

“Pulang!”

“ Namamu siapa? Apa aku boleh minta nomor ponselmu?!” Teriakku, sayangnya pemuda itu tak mendengarnya. Suara gemuruh hujan terlalu keras, aku saja hampir tak bisa mendengar suaraku sendiri. Tiba-tiba…

“DUARRRRR!” Suara petir membuatku tersentak

“Ibu.” Teriakku.

* * *

“Untuk apa juga kau keluar mengambil boneka itu? Pagi-pagi juga bisa kan?” Jung Yong Hwa Oppa berkata sambil mengompres kepalaku.

“Sst, Oppa tidak usah ikut-ikutan mengomel! Dari tadi aku sudah diomeli Ibu, jangan membuatku tambah sakit lagi.”

“Makanya kau jangan membuat ulah! Kalau kau sakit aku juga kan yang repot.” Jung Yong Hwa Oppa menepuk pipiku. Kakakku yang satu ini memang sangat perhatian padaku, dia selalu saja mampu membuatku tenang, bahkan di saat sakit seperti ini.

“Oppa, tolong gantungkan boneka ini lagi ya!” Kataku sambil memperlihatkan boneka teru-teru bozu pada Jung Yong Hwa Oppa. Dia menatapku gemas,

“Kenapa Kau tidak kapok juga? Kemarin kan sudah terbukti kalau boneka itu tidak manjur untuk menangkal hujan.”

“Kakakku sayang, kemarin itu bonekanya jatuh, jadi itu tidak membuktikan apa-apa.”

“Adikku sayang, hujan atau tidak…. bukan boneka ini yang menentukan tapi TUHAN!”

“Manusia kan bisa berupaya, Tuhan menentukan. Aku berupaya melalui boneka ini, terkabul tidaknya kita lihat saja nanti. Benar kan Oppa…”

“Kau ini Paling pintar kalau mencari alasan. Ya sudah, kemarikan bonekanya.”

Aku menyerahkan boneka itu pada Jung Yong Hwa Oppa. Tidak lama kemudian boneka itu sudah tergantung kembali di balkonku, terayun-ayun ke kiri… ke kanan mengikuti angin. Tiba-tiba aku teringat pada pemuda yang kujumpai semalam, Pemuda aneh itu pasti sedang terserang demam juga sepertiku.

“Kenapa senyum-senyum sendiri, kau sedang memikirkan apa?” Tiba-tiba aja Park Shin Hye sudah duduk di sampingku.

“Kenapa Kau kemari? Tidak sekolah?”

“Dasar bodoh, ini kan hari minggu!” Park Shin Hye berkata gemas. Aku cengengesan, benar juga!

“Sepertinya Lee Hong Ki kalah, kenapa kemarin kita tidak pakai taruhan saja ya.” Ujar Park Shin Hye.

“Itu namanya judi! Dan itu perbuatan yang tidak baik.” Kataku sambil tertawa.

Jung Yong Hwa Oppa yang pengertian segera keluar dari kamar dan menutup pintu pelan-pelan.

“Tapi semalam, boneka itu jatuh.”

“Kenapa bisa jatuh?”

“Ada seorang pemuda yang memutuskan talinya.”

“Yang benar saja, dengan apa dia memutuskan talinya? Balkonmu kan tinggi sekali. Siapa Pemuda itu?” Park Shin Hye semakin tidak mengerti.

Iya juga ya… kenapa aku tidak memikirkan hal itu semalam? Mana bisa dia memutuskan tali pengikat boneka ini dari bawah… kecuali dia memanjat ke balkonku… tapi, apa mungkin?

“Hei, kenapa malah melamun?” Park Shin Hye menepuk pipiku.

“Aku juga tidak tahu! Kata pemuda itu, dia yang memutuskan talinya agar dia bisa menikmati hujan.”

“Tampan tidak?”

“Sangat tampan.”

“Pantas saja kau betah hujan-hujanan! Namanya siapa?”

“Aku lupa menanyakan namanya, ketika aku berteriak untuk menanyakannya, dia sudah terlalu jauh. Sialnya, petir muncul tiba-tiba. Dan aku Pingsan! Untung Ibu mendengar teriakanku.” Aku bercerita pada Park Shin Hye, gadis itu tertawa terpingkal-pingkal.

* * *

Sepanjang hari ini, langit sangat cerah. Matahari yang sudah 10 hari tidak muncul akhirnya berbaik hati untuk tersenyum walaupun kadang-kadang bersembunyi di balik awan tipis. Semoga saja cuaca akan baik sampai nanti malam, karena aku sudah terlalu lama tidak melihat bintang, dan karena malam ini istimewa. Aku memang paling suka melihat bintang, makanya aku benci hujan… selain bisa membuat rumah kebanjiran, hujan juga menyembunyikan bintang...

“Duarr...” Lagi-lagi suara petir mengagetkanku, samar-samar aku melihat sekelebat bayangan di balkonku.

“Siapa itu?”

“Sst… ini aku.” Terdengar bisikan dari luar.

“Siapa?”

“Rain.”

“Siapa?”

“Aku pemuda yang kemarin.”

“Kau? Bagaimana kau bisa naik ke atas?” Aku membuka pintu.
“Memanjat?” Ia cengengesan.

“Semudah itu?”

“Salahkan arsitek bodoh yang merancang bangunan ini. Pagar dan pilar besar itu bisa dipanjat siapa saja.” Katanya.

“Arsitek itu Ayahku…” Aku marah. Pemuda itu kaget,

“Opss… maaf.”

“Mau memutuskan tali pengikat boneka itu lagi?” Tanyaku pada pemuda itu, ia mengangguk.

“Tolong jangan malam ini.” Aku memohon.

“Kenapa?”

“Aku ingin melihat bintang.”

“Malam lain kan bisa.” Pemuda itu berkata cuek.

“Tapi malam ini istimewa, malam ini ulang tahun Ayah dan aku ingin menyapanya.” Kataku sambil menerawang.

“Begitu saja repot! Bangunkan saja Ayahmu lalu berikan ucapan selamat! Beres kan? Jadi tidak perlu repot-repot melihat bintang.”

“Tidak semudah itu, karena Ayah sudah menjadi bintang.” Ujarku sambil menatap bintang yang paling terang. Pemuda itu menatapku dengan tatapan heran.

“Empat tahun lalu, Ayah didiagnosa menderita kanker hati… kami sekeluarga sangat terpukul. Namun ketabahan Ayah selalu bisa menguatkan kami. Sebelum Ayah meninggal, ia sempat berpesan padaku agar tidak sedih karena aku masih bisa menemuinya kapan saja… Beliau akan menjadi bintang yang akan menyapaku setiap malam”

“Itu kan dongeng anak-anak.”

“Saat Ayah meninggal, aku memang masih 11 tahun… tapi sampai sekarang aku masih percaya karena bintang selalu mampu membuatku tenang.”

“Kalau begitu aku pergi dulu.” Pemuda itu berpamitan, aku mencoba menahannya.

“Tunggu dulu!”

“Ada apa lagi?”

“Aku belum tahu namamu.”

“Panggil saja aku Rain.”

“Jangan asal bicara!”

“Namaku Kim Bum, tapi aku lebih suka dipanggil Rain.” Katanya sambil menuruni balkonku dengan lincah.

Pilar besar yang ada di bawah balkonku memang kelihatannya sangat mudah dipanjat, aku jadi penasaran untuk ikut mencobanya…

“Hei apa yang kau lakukan?”

“Mengikutimu sekaligus membuktikan ucapanmu.”

“Dasar gadis bodoh! Nanti kau jatuh.”

“Aku tidak bodoh, dan aku tidak jatuh!” Kataku puas setelah sampai di bawah. Pemuda itu tersenyum.

“Aku suka hujan.”

“Karena apa?”

“Karena hujan membuatku bahagia, lepas dari nenek sihir berseragam putih yang selalu saja cerewet mengurusi obat dan makananku, membuatku semakin sakit saja. Selain itu aku ingin mencari putri hujan.”

“Putri hujan? Memangnya ada? Jangan asal bicara! Tapi ngomong-ngomong kau sakit apa?” Tiba-tiba aku jadi merasa takut… jangan-jangan si Rain ini sedang sakit parah dan tinggal menunggu hari saja.

“Kau ini, ingin tahu saja!” Katanya sambil tersenyum.

“Sok misterius.”

“Begini saja, kau jenguk aku besok…”

“Di mana?”

“Rumah sakit Kwanghee, paviliun Bougenville…” Katanya sambil berlari dan memanjat pagar. Sepertinya dia benar-benar terlatih, bahaya kalau jadi maling!

* * *

Sepulang sekolah aku mengajak Park Shin Hye untuk menjenguk Kim Bum. Gadis centil itu penasaran dengan cerita-ceritaku tentang Kim Bum, Rain - si Pemuda hujan. Aku kaget ketika melihat Lee Hong Ki keluar dari kamar yang aku tuju.

“Lee Hong Ki? Sedang apa kau di sini?” Park Shin Hye berteriak, segera kubekap mulutnya.

“Ini rumah sakit! Bukan Mall.”

“Opss, maaf… aku kelepasan.” Park Shin Hye cengengesan.

“Kalian sedang apa di sini?” Lee Hong Ki balik bertanya.

“Mau menjenguk teman, kau sedang apa di sini?”

“Menjenguk sepupuku.”

“Di kamar ini?”

“Iya!”

“Namanya Kim Bum?” Tanyaku.

“Dariman kau tahu?”

“Memangnya dia sakit apa?” Aku balik bertanya.

“Anak itu kebanyakan makan yang pedas-pedas ketika acara makan malam kemarin, jadi kena usus buntu dan diare. Besok dia akan dioperasi.” Ujar Lee Hong Ki polos.

Park Shin Hye tak bisa menahan tawanya. Kim Bum, Rain - si pemuda hujan muncul di balik pintu sambil cengengesan.

''Lalu… untuk apa kau memutuskan teru-teru bozu tengah malam? Hujan-hujanan pula… tidak takut sakitmu akan bertambah parah?” Aku bertanya pada Kim Bum.

“Kalau hujan, para suster pasti malas mengecek pasien, aku jadi bisa kabur. Tapi kemarin Lee Hong Ki bercerita padaku kalau kau memasang teru-teru bozu, makanya kemarin aku nekat ke rumahmu untuk memutuskan tali penggantungnya… agar hujan turun! Untung saja aku jago climbing.” Kim Bum nyengir.

Dasar pemuda iseng, aku menggerutu dalam hati.

“Tapi aku bersyukur bisa bertemu denganmu malam ini.” Ujarnya lagi.

“Kenapa?” Tanyaku.

“Karena ketika melihatmu, aku merasa sudah menemukan putri hujan yang aku cari selama ini.”

“Maksudmu?”

“Maksudku, kau mau tidak jadi kekasihku?” Kim Bum berlutut di depanku. Aku memandangi Park Shin Hye dan Lee Hong Ki yang berdiri melihatku sambil tersenyum,

“Ayo Jawab, Kim So Eun!” Teriak Park Shin Hye.

“Ssttt… Ini Rumah sakit, jangan berteriak seperti itu!”

“Makanya cepat jawab.”

“Iya aku mau, asal kau tidak hujan-hujanan lagi.” Jawabku.

Kim Bum tersenyum, pipinya memerah. Tiba-tiba terdengar suara aneh yang diikuti dengan bau yang aneh juga.

“Maaf tuan putri… Sepertinya pangeran harus ke belakang.” Kim Bum lari ke Toilet sambil memegangi perutnya.


Tamat
Copyright Sweety Qliquers

2 komentar:

  1. LOL kocak bgt si pangeran hujan....

    BalasHapus
  2. ahahahahaha...LuTuuuuuuuuuuuux..
    Pipi meRaH bukannya Malu gara2 di Trima soEuntp malaH maLu malu-in..
    paZti yaKin walaw lagi keBeLet teteP cakeP si BeOm...Hmmmmmmmmmmmmm...

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...