Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Senin, 19 September 2011
Love Diary (Chapter 9)
SONG HYE GYO
Aku nyaris lelah mencari Song Seung Hun. Tapi, mimpi dan anganku selalu berharap akan adanya keajaiban. Dan ketika tak sengaja kujumpa Song Seung Hun, benar-benar suatu kebetulan, tepatnya serendipity. Tentu saja aku senang bukan main. Karena, dari dulu aku sudah yakin, aku masih menunggu datangnya saat yang bisa mempertemukan lagi aku dan Song Seung Hun.
Aku bertemu dia pertama kali di Seoul, di sebuah pusat perbelanjaan, sepuluh tahun lalu. Saat itu aku baru berusia dua puluh dua tahun, sedangkan Song Seung Hun sudah tiga puluh dua. Waktu itu aku berdua dengan Han Hyo Joo, teman kampusku di Shinhwa University.
Ternyata Song Seung Hun teman kakak laki-laki Han Hyo Joo.
Setelah diperkenalkan, aku membisiki Han Hyo Joo, “Han Hyo Joo, aku menyukainya!”
Lalu akhirnya kami bertiga makan siang bersama. Tak lama, hanya setengah jam, Song Seung Hun pun pergi.
“Apa dia biasa ke sini?” tanyaku.
“Tidak tahu,” sahut Han Hyo Joo seperti enggan memberi komentar.
Setelah itu aku ingat, sedikit merayu, meminta Han Hyo Joo supaya mencomblangiku dengannya.
Dari raut wajahnya, Han Hyo Joo tak setuju.
Jangan-jangan dia suka juga dengan Song Seung Hun, pikirku waktu itu.
Lalu dua hari kemudian, secara tak sengaja aku bertemu Song Seung Hun lagi di sebuah pompa bensin. Hanya dua menit, setelah itu tak pernah bertemu lagi.
Belakangan aku baru tahu bahwa Song Seung Hun sudah menikah, itu pun aku tahu sesaat sebelum Han Hyo Joo dan keluarganya pindah ke Belanda.
Dan Han Hyo Joo bilang kalau Song Seung Hun juga akan pindah ke New York dengan istri dan anaknya, karena ibu Song Seung Hun mulai sakit-sakitan.
Aku hanya diam, kecewa, karena sebelumnya aku tak pernah menyukai orang hanya dalam sekali bertemu.
Naif memang, tapi begitulah cinta.
Kelihatannya konyol dan bodoh.
Lalu Han Hyo Joo sering berkirim surat.
Song Hye Gyo, aku tahu perasaanmu tentang dia. You love him at first sight. Dan kau pasti nekat meski kuberitahu kalau dia itu suami orang.
Song Hye Gyo, daripada harapanmu kosong, apalagi dia boyong istri dan anaknya ke New York, dalam waktu yang tidak bisa ditentukan sampai kapan, lebih baik kau lupakan dia saja!
Tapi aku masih punya keinginan untuk mencari hingga aku lelah sendiri. Aku penat dan letih. Aku dulu berpikir bahwa hal yang tampaknya sudah tidak mungkin dapat menjadi mungkin.
Hidupku cuma sekali, jika dalam agama Hindu atau Buddha ada reinkarnasi, mungkin bisa hidup untuk kedua kali, tapi pasti jalan kehidupan yang kedua sudah berbeda.
Aku tak pernah mau sia-siakan hidupku yang hanya sekali, dengan pasrah karena cinta. Kalau aku suka, aku harus mendapatkannya, meski menurut orang aku melakukan hal yang bodoh. Kadang-kadang aku sadar juga kalau aku bersikap bodoh, saat aku sedang realistis, masa, iya, aku bisa jatuh cinta dengan orang yang baru dua kali bertemu. Bahkan, rumahnya pun aku tak tahu.
Tapi, dia menghantui hidupku, selalu hadir di mimpiku selama sepuluh tahun ini. Gambaran seorang pria yang tampan dan senyumnya yang bagus, selalu ada ke mana pun aku pergi.
Kadang-Kadang aku merasa apa aku ini gila, kenapa aku bisa begini.
Lima tahun lalu, saat aku tak tahan lagi ingin mencari, aku nekat pergi ke Belanda, mengetuk pintu rumah Han Hyo Joo yang kaget setengah mati.
“Gila! Aku senang sekali bisa bertemu denganmu!”
Lalu kami bernostalgia. Tapi, setelah Han Hyo Joo tahu bahwa tujuanku datang hanya untuk mengorek tentang Song Seung Hun, dia bengong.
Song Seung Hun? Song Seung Hun yang mana? Aku lupa, Song Hye Gyo!
Giliran aku yang bengong, bagaimana mungkin Han Hyo Joo bisa lupa.
“Ya, ampun, Song Hye Gyo! Yang waktu dulu bertemu di Queen Plaza, ya? Oh my God! Masa, kau masih kepikiran untuk mencari dia?”
Aku lesu.
“Tapi, kau salah alamat untuk mencari dia ke sini. Dia kan di New York. Tapi, sebentar, aku tanya Kakakku dulu, ya.”
Ryu Soo Young, kakak lelaki Han Hyo Joo, yang kini sudah menikah, hanya memberi tahu alamat Song Seung Hun di New York.
“Carilah dia!” saran Ryu Soo Young. ”Tapi, kalau kau nanti kecewa, jangan salahkan aku, ya.”
Dua hari kemudian aku terbang ke New York, mencari alamat Song Seung Hun. Ternyata rumahnya sepi, rumah besar yang tampak lengang. Seorang wanita Korea menyambutku ramah, dan mempersilakanku masuk.
“Anda siapa? Saya Shin Min Ah, saya penjaga rumah ini.”
“Saya Song Hye Gyo.”
“Anda ini temannya Tn. Song Seung Hun atau Ny. Kim Tae Hee?”
Aku tak mengerti, siapa Kim Tae Hee?
Kemudian wanita bernama Shin Min Ah itu mengajakku ngobrol sambil menyuguhkan hot choccolate.
Dia bercerita tentang semuanya, dan yang mengejutkan, Song Seung Hun sudah kembali ke Seoul karena ibunya sudah meninggal.
Saat aku minta alamat Song Seung Hun, Shin Min Ah memberinya.
Aku pun pulang ke Seoul, Huh, capek-capek ke luar negeri, ternyata orangnya di Seoul-Seoul juga.
Aku mencari alamat Song Seung Hun dan ketemu.
Surprise sekali, ternyata rumah itu sudah tak dihuni oleh Song Seung Hun lagi.
Menurut penghuninya yang baru, “Song Seung Hun sudah pindah! Dia di sini hanya kontrak tiga bulan karena menunggu rumahnya sedang direnovasi.”
“Rumahnya direnovasi? Di mana?” tanyaku bersemangat.
“Wah, saya kurang tahu, Nona!”
Aku nyaris pingsan, kenapa susah sekali mencari Song Seung Hun.
Aku belum menyerah, aku telepon ke Belanda, kuceritakan semuanya kepada Han Hyo Joo.
“Song Hye Gyo, kau ini gila, ya?” Han Hyo Joo teriak.
“Hey, percuma pamanku punya biro perjalanan kalau aku tidak bisa dapat tiket pesawat dengan harga miring!”
“Bukan masalah itu! Untuk apa kau masih mencari Song Seung Hun? Dia kan suami orang! Lalu kalau kau sudah bertemu Song Seung Hun, kau mau apa selanjutnya? Belum tentu selama ini dia memikirkanmu juga, atau mungkin dia malah sudah lupa!”
Aku terdiam, benar juga.
Tapi, aku masih penasaran, akhirnya aku menelepon Shin Min Ah di New York. Seribu alasan kukarang, mengubah suara, minta alamat ayahnya Song Seung Hun di Incheon.
Setelah dapat, besoknya aku terbang ke Incheon.
Memang alamatnya gampang dicari, tapi seperti biasa, dia tidak ada. Ayahnya pun tak ada, hanya dua orang pelayan.
“Wah, Nona! Tn. Lee Bum Soo sedang liburan Natal di rumah menantunya, di Jerman. Saya sendiri tidak tahu alamat rumah Tn. Song Seung Hun yang baru di Seoul, karena baru pindahan. Biasanya, kalau liburan Natal, mereka semua berkumpul, Nona! Tn. Song Seung Hun dan Ny. Kim Tae Hee juga pasti ke sana. Nona mau menyusul ke Jerman?”
Oh my God!
Aku kembali ke hotel dan benar-benar pingsan.
Tapi, itu sudah lima tahun berlalu, setelah itu aku benar-benar lelah mencari. Lagi pula tabunganku mulai menipis untuk beli tiket pesawat.
Aku begitu kecewa.
Sekarang, sepuluh tahun setelah pertemuan di Queen Plaza itu, aku mulai sedikit lupa, usiaku sudah tiga puluh dua, setahun lalu aku sudah menikah dengan Hyun Bin, dan aku baru saja melahirkan anak laki-laki.
Semua sudah kembali normal, mulai biasa saja. Tidak ada lagi kegilaan untuk mencari.
Han Hyo Joo cukup senang, dia pernah menengok rumahku yang baru, karena aku sekarang tinggal di Busan, ikut suami. Han Hyo Joo yang sekarang pun sudah menikah.
Hidupku sudah sempurna, punya suami, punya anak, berkecukupan, rasanya lengkap, bahagia, dan ikhlas.
Hidupku terasa tenang, nyaman, dan damai. Mertuaku baik, tidak cerewet.
Dan sore ini aku berencana untuk belanja bulanan di Busan Plaza. Aku berniat pergi sendiri, karena anakku dijaga oleh Ibu mertuaku di rumah.
“Song Hye Gyo, jangan lupa pesanan Ibu, apel dan jeruk!” pesan Ibu.
Aku mengiyakan.
Aku pun pergi dengan selembar catatan belanja, diantar sopir.
Aku belanja banyak sekali, dengan setengah kerepotan aku menenteng plastik belanjaan, dan niatku untuk rehat dulu di McDonalds.
Aku menyeruput minuman dingin dengan santai, sampai seseorang nyaris terjatuh karena tersandung belanjaanku yang kutaruh dekat kakiku.
“Eh, maaf, Tuan!” aku kaget.
Orang itu berbalik, menatapku dan tersenyum.
“It’s OK! Tidak apa-apa, Nona!”
Wajahku mendadak pucat pasi, bibirku bergetar.
Ya, Tuhan! Orang itu Song Seung Hun.
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar