Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 19 September 2011

Love Diary (Chapter 2)



SONG SEUNG HUN

Seoul pagi ini terasa lengang, kusetir mobilku perlahan menuju kantor, hanya untuk menandatangani beberapa berkas, setelah itu aku ada meeting di kantor pusat, daerah Bougenville Street, lalu sorenya menghadiri undangan minum kopi beberapa kolega di Hotel Sillagukga.

Nanti malam aku ada janji dengan Kim Tae Hee, mantan istriku, dan kedua anakku, Kim Yoo Jung dan Wang Suk Hyun.

Kemarin Kim Tae Hee telepon, Wang Suk Hyun merengek-rengek ingin pergi bersamaku ke Arena Bermain di Ocean Plaza denganku.

Song Seung Hun, tolonglah! Wang Suk Hyun menangis terus. Lalu kudengar suara Wang Suk Hyun, “Ayah, Aku ingin pergi bersama Ayah saja.”

Aku pun menyanggupi.

Aku dan Kim Tae Hee resmi bercerai empat tahun lalu, awalnya setelah putusan hakim ditetapkan, hidupku terasa hancur berantakan. Tapi, aku selalu berprinsip everything’s gonna be okay.

Tak lama justru aku dan Kim Tae Hee menjadi sahabat yang baik tanpa harus mengganggu privasi masing-masing.

Pernikahan kami hanya bertahan 10 tahun.

Tapi, sudahlah kupikir semua antara aku dan Kim Tae Hee sudah berlalu, tanggung jawabku hanya pada Kim Yoo Jung dan Wang Suk Hyun. Siapa yang sangka, justru setelah bercerai, aku dan Kim Tae Hee bisa saling menjadi teman curhat yang baik. Beberapa rekan menyarankan agar kami rujuk lagi. Tapi, setelah dipikir masak-masak, justru ini jalan terbaik bagiku dan Kim Tae Hee.

Suatu saat Kim Tae Hee pernah dekat lagi dengan pria yang usianya lima tahun lebih muda. Ajaibnya, aku tidak cemburu, aku malah menyarankan, siapa pun orangnya, carilah orang yang bisa menggantikanku, yang terbaik untuk semuanya.

Begitupun sebaliknya, saat aku pernah dekat dengan beberapa wanita, Kim Tae Hee mendukungku, agar aku bisa memilih wanita yang baik, tulus hati, tidak berdasarkan emosi semata.

Pertama kali kupandang gadis itu, begitu lugu. Wajahnya tidak terlalu cantik, tapi menarik, senyumnya ramah, Rambutnya panjang, tubuhnya proporsional, ya… lumayanlah.

Pertama kali kulihat namanya di absensi calon SPG baru, namanya Kim So Eun. Lalu kupuji dia, wajahnya memerah seperti tomat. Polos sekali dia. Saat kulihat CV-nya, aku cukup mengangkat alis, usianya baru delapan belas tahun, mengingatkanku pada keponakanku.

Katanya dia kuliah sambil kerja, dan setelah kami sedikit akrab, dia bilang kalau dia bohong pada keluarganya tentang kerja sambilannya, sebagai SPG paruh waktu.

Benar saja, saat aku sedang ke Supermarket di Ocean Plaza untuk check product dengannya dan beberapa SPG lain, tiba-tiba ia secepat kilat menghilang, sembunyi di balik rak makanan Thailand.

“Ada teman Ibu,” ucapnya polos tapi setengah cemas.

“Memangnya kenapa kalau ketahuan? Malu?”

“Bukan, aku kan berbohong pada Ayah,” dia membela diri.

Lalu, ujung-ujungnya aku tahu, dia suka padaku. Bukankah semua wanita yang kukenal sebagian besar suka padaku? Tapi maaf, aku tak berbakat jadi Cassanova, jadi tak mungkin kupacari semua.

Aku pernah kena batunya, kupacari empat wanita sekaligus setahun lalu, dalam waktu bersamaan. Apesnya, keempatnya tiba-tiba bertemu dalam situasi yang sama. Mereka berempat akhirnya berkenalan dan semua bercerita tentang diriku. Secepatnya aku menghilang dan kabur ke rumah Kim Tae Hee. Keempat wanita itu mengejarku.

“Kim Tae Hee, tolong aku!” pintaku memelas.

Kim Tae Hee malah menjewer kupingku hingga memerah. Tapi, lama-lama Kim Tae Hee tak tega, dia membantuku juga, dia temui empat pacarku itu dan bicara baik-baik.

Saat semua selesai dan empat pacarku sudah pulang, Kim Tae Hee mengomel-ngomel, pantatku dipukul pakai bantal kursi bermotif bunga.

“Dasar tidak tahu diri! Jangan sok jadi Playboy!” Kim Tae Hee cemberut.

“Ampun, Baginda Ratu! Hamba minta maaf! Hamba tidak akan merepotkan anda lagi, Baginda Ratu!” aku merayu dan menyembah-nyembah.

Aku tahu Kim Tae Hee menahan tawa, tapi pura-pura judes. Lalu dia menyuruhku pulang.

Sejak itu aku kapok, lebih baik aku punya pacar satu orang, tapi cuma dua minggu, lalu ganti lagi yang lain.

Tapi, kali ini justru aku melihat sesuatu yang lucu dan ganjil.

Saat bertemu dengan Kim So Eun, Ya Tuhan, umurnya baru 18 tahun. Polos dan biasa saja, layaknya remaja seumurnya.

Maklum, umurku 40 Tahun, dan aku terbiasa bertemu wanita usia dua puluh tujuh ke atas yang matang dan dewasa secara kepribadian.

Otak isengku pernah muncul, seperti ada peri hitam putih, kupacari saja Kim So Eun. Yang hitam bilang ya, yang putih bilang jangan.

Kim So Eun, aku tahu dia suka padaku, dari tatapan matanya dan sikapnya yang malu-malu dan kerap menghindar.

Dia pernah bilang secara jujur, kalau aku seumur dengan Ibunya, lalu kucandai, “Apa Ibumu punya adik perempuan? Apakah cantik?” Dia bilang, “Kalau ya, kenapa?” Kujawab setengah iseng, “Untukku saja.”

Lalu ekspresinya berubah menyusut, mungkin ia cemburu, dengan cepat ia berkata, “Bibiku sudah menikah, apa Tn. Song Seung Hun mau mengganggu istri orang?”

Aku tahu kau cemburu, Sayang. Tapi, aku senang menggodanya.

Aku pernah mengantarnya pulang, tapi dia tak mengizinkan aku masuk ke rumahnya. Alasannya, bukankah selama ini dia berbohong kalau dia bekerja sambilan.

Tapi, aku tahu alasan yang tepat, karena aku tahu, orang tuanya pasti shock berat kalau melihat anak gadisnya diantar pria berumur 40 tahun.

Aku pernah Tanya, “Apa kau punya pacar?” Dia jawab, “Tidak tahu.” … “Mengapa bisa begitu?”

Lalu dia bercerita tentang kisahnya dan kisah pemuda bernama Kim Bum. Dia bertanya, “Apa Kim Bum bisa disebut sebagai pacarku?” Aku dengan cepat bilang, “Tidak, karena pacaran bukan seperti itu, itu cuma kasih sayang yang timbul karena kebersamaan.”

“Lalu pacaran itu seperti apa?” tanyanya.

Bagaimana mungkin, pasangan yang sudah bercerai bisa berhubungan akrab, melebihi keakraban pasangan yang masih utuh?

Aku tidak bisa menjelaskan secara gamblang, karena sudut pandangku berbeda dengan remaja sepertinya.

Aku tidak bisa menjabarkan bagaimana teori dan praktiknya.

Aku tidak mau merusak dia.

Karena kita terlibat dalam berbagai perbedaan.

Dia cukup menyenangkan, terlihat wajar dan apa adanya, berbeda jauh dengan banyak wanita yang pernah kudekati.

Rata-rata mereka wanita dengan karier cemerlang, dengan aktivitas yang banyak, lalu pergi ke salon, klub kebugaran, dan malamnya melepas lelah di kelab malam atau kafe elite. Yang sibuk dengan diet, lalu kencan di restoran mahal, belanja di butik dan tak puas-puasnya mempercantik diri.

Kim So Eun tak seperti itu, belum seperti itu, atau mungkin akan seperti itu, aku tidak tahu.

Pernah suatu kali kuajak dia kencan. Tahu tidak, dia cuma pakai jeans, sepatu kets, tanktop, dan Bolero plus tas ransel. Aku melongo, seperti dia yang terheran melihatku memakai setelan rapi, padahal aku sudah susah-susah menyetrika kemeja, celana, dan dasiku.

Lalu dia bilang, “Apa aku salah kostum?”

Padahal, aku sudah berencana untuk candle light dinner di restoran favoritku.

Biasanya wanita yang kuajak akan senang. Dia tidak dan menolak mentah-mentah.

Lalu akhirnya kami nonton film di bioskop, Bermain Games di Arena Bermain dan makan di resto siap saji.

So, tidak ada candle light dinner, tidak ada alunan musik, tidak ada dansa.

Lucu, seperti jalan dengan kedua anakku, Kim Yoo Jung dan Wang Suk Hyun. Tapi, bedanya, Kim So Eun tidak merengek minta dibelikan mainan seperti Wang Suk Hyun.

Bagaimanapun, aku kan pernah muda, pernah remaja, rasanya seperti nostalgia berpacaran saat umurku belia.

Ah, sudah berapa puluh tahun berlalu itu?

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...