Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Jumat, 23 September 2011
Kabut Cinta (Chapter 2)
“Sedang menunggu seseorang?”
Aku mengangguk. Bahkan mungkin menangis. Office Boy hotel terlihat prihatin. Kusunggingkan senyum. Terpaksa! Tak ingin ada yang tahu cerita ini. Cukup aku. Karena ini bukan sekadar kesalahanku mengambil tindakan, tapi juga kebodohanku.
Begitu mudahnya aku percaya Kim Bum yang ingin kembali merajut kisah yang pernah terlepas untaiannya. Begitu bahagianya aku mendengar dia ingin kembali, setelah berulang kali aku mengusirnya dari hatiku, dengan alasan Kim Bum terlalu tinggi untuk kugapai, terlalu gampang untuk mempermainkanku.
Aku masih ingat, setahun lalu dia menangis di depanku. Saat aku memintanya mundur. Bukan meminta, tapi memaksa dengan tak menampakkan celah sekecil apa pun di hatiku, untuknya.
“Aku tak pantas untukmu, Kim Bum.”
“Karena aku tampan, karena aku anak orang kaya? Alasan macam apa itu? Mengapa baru kini kau merasa tak pantas, mengapa bukan saat aku pertama mengenalmu?” Kim Bum tak menerima keputusanku.
“Karena kau yang kukenal dulu, begitu sederhana. Selalu merendah. Tapi kini?”
Dia terdiam. Bibirnya hanya mampu membulat, lalu menghempaskan napas keras, ketika cincin dari emas putih yang melingkar di jariku, kulepas. Ponsel keluaran terbaru yang belum sempat kugunakan, kukembalikan dengan kardusnya. Aku takut. Semakin banyak bukti cinta berupa materi membuatku terlena, keasyikan, hingga suatu saat, jika Kim Bum berpaling, aku bukan hanya merasa kehilangan cintanya, tapi juga pemberiannya.
Terlebih, dengan banyak menerima, Kim Bum suatu saat bukan merasa memilikiku karena dia mencintaiku, tapi karena merasa telah membeliku. Menukarku dengan pemberian yang tak mungkin bisa kubayar dengan materi yang sama. Lalu akan seenaknya saja meninggalkanku, jika telah bosan. Tanpa merasa berdosa apalagi merasa menyakitiku.
“Jika itu keputusanmu, kuterima!”
Di situlah untuk pertama kalinya aku melihat Kim Bum menangis. Bukan karena aku melihat air matanya, tapi karena mendengar isaknya.
Kenangan setahun lalu itu, membuatku tersentak kini. Aku baru teringat, air mata Kim Bum yang tak sempat kusaksikan saat itu, karena terhalang kabut Sillagukga, sebuah tempat wisata air terjun yang tak jauh dari Incheon.
Di sini, Di Gwangju! Hanya kehadiran Gunung Seoraksan yang membuat suasananya berbeda dengan Sillagukga. Kabut dan perkampungan yang hampir semua rumah menyediakan jasa penginapan, membuat suasana Gwangju tak ada beda dengan Sillagukga.
Sengajakah Kim Bum menggiringku ke sini? Untuk mengingat semua dosa dan salah yang pernah kuperbuat padanya? Dingin menggigit dan luka hati yang nyeri semakin menyusup. Aku menangis lagi. Di antara kabut Gwangju yang tak juga mau beranjak.
Entah bisikan dari mana. Hatiku merasa, Kim Bum berada di sekitarku. Menjagaku dari jarak yang tidak terlalu jauh, untuk melihatku menangis karena ulahnya. Cepat kuseka air mataku, adalah aib jika Kim Bum tahu, dia telah berhasil menyamakan skor, satu sama. Berhasil membalas dendamnya dengan membuatku menangis.
Mengapa aku ada di sini? Pertanyaan itu adalah kunci kebodohanku!
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar