Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Jumat, 16 September 2011
Ketulusan Cinta (Chapter 3)
“Hmm… harum,” Jung So Min mencium kartu undangan pernikahan, yang baru selesai dicetak. ”Siapa yang pertama kali kita undang?”
“Yang pasti, aku akan mengundang Kim Hyun Joong terlebih dahulu. Soalnya, dia yang mempertemukan kita berdua,” jawab Kim Bum, menjawab kalem. “Tanpa dia, undangan ini tidak akan pernah ada.”
Jung So Min tertawa kecil. “Kasihan Kim Hyun Joong. Dia mirip anak kucing yang mengangsurkan ayam goreng miliknya ke moncong harimau.”
Kim Bum melirik curiga. “Maksudmu, dia menaruh hati padamu?”
Jung So Min tersadar bahwa ia telah salah bicara. “Ehm…Aku hanya asal membuat perumpamaan saja,” Jung So Min buru-buru membantah. “Jangan diambil hati, ya….”
“Kalau aku tahu dia menyukaimu, dia tidak akan kuberi kesempatan pergi denganmu. Kenapa baru bilang bahwa dia mendekatimu? Apa kau berencana menjadikannya kekasih kedua?”
“Siapa bilang dia berusaha mendekatiku? Aku cuma membuat perumpamaan saja. Memang, dia menaruh hati padaku. Tapi, sejak aku menjalin hubungan denganmu, dia tidak pernah coba-coba main gila denganku,” Jung So Min berbohong, takut Kim Bum marah. Ia lalu mengubah sikap duduknya, sambil mendaratkan ciuman-ciuman kecil di wajah Kim Bum.
Hati Kim Bum luluh. “Hentikan, Jung So Min. Bahaya!”
Tapi, Jung So Min malah menggelitik leher Kim Bum dengan ujung jarinya. Kim Bum kaget, bercampur geli. Mobil yang dibawanya melenceng dari jalur. Dari tikungan curam di depan mereka, muncul sebuah bus berukuran besar dengan kecepatan tinggi.
Refleks, Kim Bum membuang setirnya ke kiri, hingga mengeluarkan suara decit di aspal. Dan… braaak! Lolos dari bus, moncong mobil Kim Bum tak mampu menghindari pohon besar. Mobil itu rusak parah di bagian kanan. Kim Bum pingsan dengan dada menekan kemudi. Jung So Min, yang tak sempat menjerit, tak sadarkan diri.
* * *
“Apa? Kim Bum akan lumpuh?” Nyonya Kim Tae Hee terpekik dengan wajah pucat. Kim So Eun dan Park Shin Hye berpegangan tangan.
“Tidak, Kim Bum tidak akan lumpuh,” Dokter Ryu Soo Young menggeleng, sambil tersenyum. “Dia hanya harus menggunakan kursi roda, karena kakinya terjepit. Tapi, tidak akan permanen. Dengan terapi, dalam waktu singkat, Kim Bum sudah akan berjalan seperti biasa.”
Semua menarik napas lega. Diam-diam, Kim So Eun melirik tubuh Kim Bum yang terbaring di atas tempat tidur. Wajah pemuda itu tampak tampan, jika matanya terpejam seperti itu. Penuh kasih sayang, digenggamnya jemari Kim Bum.
Kim So Eun memejamkan mata. Getaran kasih sayang yang mengisi relung hatinya seolah disalurkan melalui genggaman tangannya pada jemari Kim Bum. Setelah beberapa menit, Kim So Eun membuka mata, mengamati wajah Kim Bum. Sepasang mata Kim Bum terpejam tak berdaya. Namun, garis di wajah itu masih memperlihatkan kecerdasan dan keteguhan tekad si pemilik wajah.
Perlahan, dilepaskannya jemari Kim Bum. Dengan ujung jemarinya, ia membelai kulit lengan Kim Bum dari bahu hingga ke pergelangan tangan, lembut. Kulit pria itu halus, tapi berkesan jantan, karena ditumbuhi rambut halus. Dada Kim So Eun bergetar saat membayangkan dirinya dalam rengkuhan tangan itu.
Tapi, kemudian ia mendesah, kecewa. Ia sadar, impiannya itu tidak mungkin jadi kenyataan. Dalam waktu beberapa minggu, Kim Bum akan bersanding dengan wanita lain.
“Kim So Eun,” suara Park Shin Hye mengejutkan Kim So Eun. “Sebaiknya, kita keluar saja, cari angin. Biar Ibu yang jaga Kim Bum di sini.”
Kim So Eun ragu sejenak. Matanya melirik Kim Bum yang terbaring diam.
“Kau tidak usah khawatir. Kim Bum akan baik-baik saja.”
“Park Shin Hye benar, Kim So Eun. Kau berada di sini sejak semalam. Lebih baik kau pulang untuk istirahat. Sore nanti baru kembali lagi,” kata Nyonya Kim Tae Hee, sambil menepuk bahu Kim So Eun dengan lembut.
“Baiklah, Bibi. Saya mungkin pulang untuk mandi dan mengisi perut saja,” kata Kim So Eun, tersenyum tipis. Ia mengikuti langkah Park Shin Hye yang keluar dari kamar rawat Kim Bum setelah berpamitan dengan Nyonya Kim Tae Hee. Dalam diam, mereka berjalan beriringan. Keduanya menunduk, menekuni kotak-kotak ubin di bangsal rumah sakit, sambil sesekali menghela napas panjang.
Park Shin Hye mendesis. “Kim Bum kecelakaan pasti karena dia. Kim Bum sa¬ngat disiplin. Saat menyetir, ia pasti berhati-hati. Tidak mungkin ia mengalami kecelakaan begitu saja. Pasti ini karena ulahnya.”
“Bisa saja ada faktor lain yang membuat Kim Bum lengah.”
Park Shin Hye menggeleng, sambil menghela napas panjang. Tak mau percaya pada teori yang dikemukakan Kim So Eun. Ia tetap ngotot.
“Jangan menuduh sembarangan, Park Shin Hye.”
“Kau ini memang aneh. Kenapa kau membelanya?”
“Tidak adil rasanya kita menuduh orang secara sepihak.”
Mendadak, Park Shin Hye menyenggol lengan Kim So Eun, menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba, memonyongkan mulutnya, menunjuk ke depan koridor yang mereka lalui. “Lihat itu!”
Dari arah yang ditunjuk Park Shin Hye, Jung So Min dan Kim Hyun Joong berjalan mendatangi. Di tangan Jung So Min ada seikat mawar merah cantik.
“Sayang sekali, dia cuma memar.” Tiba-tiba Park Shin Hye menangis.
Jung So Min dan Kim Hyun Joong yang sudah tiba di hadapan mereka, berhenti dan menatap Park Shin Hye dengan heran. “Selamat siang,” Kim Hyun Joong menyapa dengan senyumnya yang khas. “Kenapa, Park Shin Hye? Apa… Kim Bum baik-baik saja?”
“Baik-baik apanya?” Park Shin Hye menyentak. Air matanya merebak. Kim So Eun heran, bagaimana Park Shin Hye yang tadinya bersikap biasa-biasa saja, tiba-tiba menangis sedih seperti itu.
“Dia lumpuh seumur hidup!” suara Park Shin Hye menyentak.
Jung So Min dan Kim Hyun Joong kaget. Kim So Eun juga.
“Tapi…,” Kim So Eun hendak membantah, tapi Park Shin Hye menginjak kaki gadis itu dengan cepat. Hampir saja Kim So Eun menjerit.
“Untung kau datang,” Park Shin Hye menggenggam tangan Jung So Min. Tapi, dengan cepat Jung So Min menarik tangannya kembali. “Kim Bum seharian menanyakanmu. Kim Bum ingin bertanya padamu, apakah kau masih tetap mau menikah dengannya setelah ia lumpuh?”
Wajah Jung So Min yang agak pucat, bertambah pucat. Ia kelihatan gugup dan terkejut. Tapi kemudian, dengan galak ia membantah ucapan Park Shin Hye. “Omong kosong!” katanya, ketus. “Semalam Kim Bum baik-baik saja. Bagaimana mungkin ia bisa mendadak lumpuh?”
“Kau boleh melihatnya, kalau tidak percaya,” Park Shin Hye menarik tangan Jung So Min. “Ayo, dia sudah menunggumu di atas kursi roda.”
Jung So Min menepiskan tangan Park Shin Hye, melangkah mundur. “Dulu kau terang-terangan menentangku. Sekarang, setelah Kim Bum lumpuh, kau malah menjodohkanku dengannya.”
“Kim Bum hanya mencintaimu, Jung So Min. Tolonglah… dia membutuhkan kehadiranmu…,” Park Shin Hye memohon dengan wajah memelas.
Sejenak Jung So Min berdiri bimbang. Entah apa yang ada di pikirannya. Tapi, ia tampak ragu memenuhi ajakan Park Shin Hye. Mendadak, ia membalikkan tubuh. Kaki jenjangnya melangkah terburu-buru. Bunga di tangannya dilempar ke tempat sampah di sisi bangsal.
“Kau lihat sendiri, ‘kan…,” kata Park Shin Hye, dengan senyum kemenangan. “Dia bukan gadis yang tepat untuk Kim Bum.”
Ketika tiba di rumahnya, Jung So Min segera keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah. Panggilan Kim Hyun Joong sama sekali tidak digubris olehnya. Tapi, dengan langkah kaki yang panjang, Kim Hyun Joong berhasil menangkap Jung So Min.
“Pulanglah, Kim Hyun Joong!” Jung So Min melepaskan tangan Kim Hyun Joong. “Aku butuh waktu untuk menyendiri.”
Kim Hyun Joong menggeleng. “Aku akan di sini menemanimu. Aku bisa jadi teman bicaramu. Aku tahu bagaimana perasaanmu saat ini.”
“Kau tahu?” Jung So Min mengangkat alis. “Kau tidak memiliki kekasih yang mendadak lumpuh, bagaimana mungkin kau bisa tahu perasaanku? Sudahlah, kau jangan macam-macam. Aku sedang tidak ingin berdebat!”
“Aku bukan mau berdebat, Jung So Min. Malah, aku menyediakan diriku untuk menjadi tempat berkeluh kesah bagimu.”
“Aku tidak perlu tempat untuk berkeluh kesah!”
Kim Hyun Joong meraih tubuh Jung So Min. Ia memegang kedua bahu gadis itu, hingga mereka berdua berdiri berhadapan dan saling tatap.
“Pandang aku, Jung So Min,” Kim Hyun Joong berkata lembut. “Perhatikan diriku baik-baik.” Sejenak Kim Hyun Joong merasa bergetar. Dalam keadaan terguncang pun, Jung So Min terlihat cantik. Semua yang ada pada diri gadis itu membuat jantung Kim Hyun Joong melonjak-lonjak tak keruan.
“Aku ini teman baikmu,” kata Kim Hyun Joong, setengah berbisik. “Apa pun yang kau rasakan, aku turut merasakannya. Jangan kau sembunyikan kesedihanmu. Aku tahu kau kecewa. Tapi, izinkan aku menghiburmu. Izinkan aku menjadi curahan hatimu.”
Jung So Min mendesah. Mata indahnya mengerjap lesu. Kebimbangan dan kesedihan yang menggayuti hatinya terlukis jelas di wajahnya. Beberapa detik lamanya, ia tak sanggup berkata apa-apa. Tapi, kemudian, ia menjatuhkan kepalanya ke dada Kim Hyun Joong. Tangisnya pecah seketika. Dadanya turun-naik karena sesak. Beberapa tetes air matanya membasahi baju Kim Hyun Joong.
“Aku tidak mengerti, kenapa Kim Bum harus lumpuh?”
Kim Hyun Joong membelai punggung Jung So Min untuk memberikan kekuat¬an. “Tidak ada yang menduga akan terjadinya bencana ini.”
“Tapi… aku tidak mungkin memiliki suami berkaki lumpuh. Tidak mungkin, Kim Hyun Joong…,” keluh Jung So Min.
Seulas senyum tipis mengembang di bibir Kim Hyun Joong. Senyum yang tidak mungkin dapat dilihat oleh Jung So Min. Inilah yang diharapkan Kim Hyun Joong sejak dulu. Ini kesempatannya merebut cinta Jung So Min! Tapi, tentu saja, kegembiraan ini tidak diperlihatkan pada gadis yang tengah menangis di bahunya.
“Kenapa kau berkata seperti itu?” kata Kim Hyun Joong, berpura-pura lembut. “Bukankah kau mencintai Kim Bum?”
“Ya, tapi bukan berarti aku mau menikah dengan orang lumpuh!” sentak Jung So Min, kesal. Gadis itu melepaskan dirinya dari pelukan Kim Hyun Joong. “Sudahlah, lebih baik kau pulang saja, Kim Hyun Joong. Kau tidak akan mengerti perasaanku!”
“Siapa bilang aku tidak mengerti? Kau ingin membatalkan pernikahanmu dengannya. Iya, ’kan?”
“Bukan begitu, aku cuma…,” Jung So Min menggantung kalimatnya. Ia mendesah beberapa kali dengan wajah bimbang.
“Kenapa bingung? Kalau tidak mau menikah dengannya, katakan saja dengan jujur. Toh, tidak ada yang berhak memaksamu.”
Jung So Min menatap wajah Kim Hyun Joong. Ia lalu tercenung. Rasanya, sulit membayangkan ada pria lain yang lebih baik daripada Kim Bum. Jung So Min tidak dapat melupakan, betapa lembutnya Kim Bum memperlakukan dirinya. Betapa indah masa-masa bahagianya. Tapi, sekarang Kim Bum lumpuh. Jung So Min tidak dapat membayangkan dirinya bersanding di pelaminan bersama pria lumpuh. Ia bergidik, membayangkan harus mendorong kursi roda seumur hidup.
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar