Aku melangkah dengan kaki telanjang di malam berikutnya menuju kamar Kim Bum yang tak terkunci. Aku mengusap-usap ranjangnya dan tidur meringkuk di sana. Hari semakin malam, aku berusaha menutup mataku, namun tidak juga bisa tidur. Telepon genggamku bergetar, ketika aku mencoba untuk menutup mataku sekian kalinya. Nomor tanpa identitas yang kukenal muncul di layar. Aku memang sengaja membiarkannya tetap berdering. Aku benci sekali harus menerima telepon seseorang yang tidak berada dalam list-ku. Namun, dering itu semakin lama semakin memekakkan telinga. Mau tak mau kuangkat.
“Halo?”
Tak ada jawaban
“Halo?” Lagi-lagi tak ada jawaban, setelah kuikut diam menunggu jawaban si penelepon. Waktu aku mau mematikan, tiba-tiba suara si penelepon terdengar. Aku mengenal suara ini... suara yang sama yang selalu menemaniku selama enam bulan ini. Aku sangat mengenal suara yang sangat kurindukan ini. Tanpa dia harus menyebut namanya, aku tahu bahwa ini Kim Bum... suara lembut ini milik Kim Bum....
“Apakah aku masih diperbolehkan pulang ke rumah, jika aku telah pergi selama tujuh hari tanpa pamit dan mungkin kau mengkhawatirkanku?” suaranya agak berat, sedikit pelan, terdengar sangat lembut, namun hati-hati.
Aku tidak bisa menjawab teleponnya, karena tahu-tahu saja air mata turun deras. Aku merindukan sekali suara ini. Aku berusaha untuk tetap tegar, tapi aku tak bisa. Air mata ini sudah telanjur jatuh dan rasanya aku terdengar seperti sedang terisak.
“Apakah mendengar suaraku saja menyakiti hatimu, Kim So Eun?” ia bertanya, lebih pelan. Aku merasakan kepedihan yang sama pada kata-katanya, namun ia lebih tegar, tidak menangis sepertiku. Aku mengangguk mengiyakan, tapi, toh, dia tidak akan melihatku.
“Aku minta maaf, Kim So Eun. Aku minta maaf karena tidak pernah mengatakan masa laluku sebelumnya padamu. Aku minta maaf karena berbuat seperti ini padamu.”
Sekuat tenaga kutahan isakan tangisku. Aku meringkuk lebih kencang dalam malam yang dingin. Suara yang menyakitkan itu ternyata bisa menghangatkan sebagian jiwaku. Kami berdua sama-sama diam. Aku tidak bisa bicara, karena masih menangis dan kupikir dia pun mendengar isak tangisku, maka Kim Bum ikut terdiam. Kami berdua sama-sama terdiam dalam suasana malam yang sunyi. Hanya tangis yang memekakkan kesunyian kami.
“Apa yang kau dengar dari ibuku memang benar. Ia kekasihku, teman kecilku, istriku, dulunya. Ia meninggal tiga tahun lalu, saat melahirkan calon putraku. Setiap tahun aku selalu mengunjungi makamnya dan memperingati hari kematiannya,” ia menjelaskan dan membiarkanku mendengarnya.
“Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak melihat wanita lain. Aku berjanji pada diriku bahwa hanya dia yang kucinta, selalu. Itulah sebabnya, aku selalu datang dan menengoknya, agar ia tahu bahwa sampai kapan pun hati ini hanya untuknya.”
Tangisku yang mulai mereda tiba-tiba terdengar kembali mengeras. Aku tidak kuat menahan kesedihanku dan kepedihanku, karena tahu bahwa aku tidak mungkin mendapatkan hatinya.
“Tapi, ketika aku duduk di kedaimu, memandangi jalan raya dan terkadang melihatmu bekerja keras, melayani para pelanggan, kau begitu hidup. Kau penuh dengan kehidupan. Lewat secangkir kopi, aku menemukanmu. Aura kehidupanmu mengalihkan duniaku yang suram.”
“Jangan teruskan lagi, Kim Bum!” aku pun akhirnya berani berbicara. “Aku tidak kuat mendengarnya,” aku berbisik pelan.
“Biar saja... biar kau tahu apa yang sebenarnya ada di hatiku. Tadinya aku tidak ingin datang ke peringatan itu, karena aku melanggar janjiku sendiri untuknya. Tapi, aku sadar bahwa meski ia tiada pun aku tetap menyayanginya dan tidak kupungkiri bahwa kini aku punya tempat untuk pulang. Aku punya seseorang yang akan menungguku pulang, duduk bersamaku, walau tak ada sedikit pun topik yang kubicarakan. Karena dia menungguku... aku meminta maaf padanya di nisan itu, bahwa aku telah telanjur membagi hatiku padanya dan seseorang ini. Aku telanjur menyayangimu,” suara Kim Bum terdengar lemah di akhir kalimat.
Aku menunggunya berbicara dan ia tidak lagi berbicara. Teleponnya tetap tersambung, namun suara tersebut menghilang. Yang ada hanya suara isakan yang jauh lebih pelan dariku, tapi terdengar sangat dalam dan menyesakkan.
“Kim Bum...?” seperti tersentak, entah kenapa hanya namanya yang ingin kupanggil.
“Kim Bum, kembalilah ke rumah. Aku sangat merindukanmu. Cepatlah pulang, Kim Bum-ku.” Dan, sambungan telepon itu kemudian terputus. Sambil memandangi telepon genggamku, aku menangis lagi, bukan karena hal lainnya, namun karena aku sendiri tidak mengerti kenapa aku sangat menyayanginya. Ia pasti kembali. Dalam benakku kuyakin ia akan kembali. Yang tidak kumengerti dari hubungan kami, tidak ada seorang pun yang berani memberi tahu tentang perasaan kami masing-masing.
Sehari setelah pengakuannya di telepon tersebut, Kim Bum kembali ke rumah, ia makin memandangku dengan cara yang lebih hidup. Matanya tidak lagi kosong. Ia memelukku kencang dan berulang kali meminta maaf padaku. Kami memulai untuk tidur bersama. Aku mengangkat seluruh barang–barangku dan berbagi lemari dengan Kim Bum. Aku tidak tahu seperti apa hubungan kami ini, kami saling menunggu saat yang tepat sampai kami mengerti dan menyadari bahwa sebenarnya kami saling membutuhkan, saling mencinta.
Dan, di suatu hari saat aku turun ke kedai pagi-pagi sekali. Ada sebuah pajangan dinding yang membuatku tersenyum lebar. Kim Bum yang memasangnya pagi ini. Sebuah foto berbingkai besar berwarna hitam putih. Dalam foto itu ada sepasang kekasih yang saling menyuapi takoyaki bergantian. Si wanita tersenyum malu-malu, sementara si pria berusaha menahan rasa malunya.
Aku terkejut waktu mengetahui itu kami, foto yang Kim Bum ambil diam-diam di acara matsuri kemarin. Inikah sesuatu yang ingin kau berikan itu? Aku lebih terkejut ketika Kim Bum sudah berada di belakangku saat aku memandanginya. Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku dan membisikkan ucapan cintanya yang pertama padaku... aishiteru. Kata cinta pertama untukku. Ia lantas tersenyum memandangku dan menciumku untuk pertama kalinya.
Tamat
Copyright Sweety Qliquers
Copyright Sweety Qliquers
Speechless...
BalasHapusCerita keren bgt.....
Benar2 jatuh cinta ma ff ini^^
Aku tunggu ff bumsso selanjutx^^
Hai..
BalasHapusLong taim not Kaming here..
Rasaku AQ Gak Koment lagi pun gak ngaRuh kali ya ThoR??coZ PenggemaRmu kan dah BejiBan gini kok..
Tp I wanna give a comment..
Td Open BUMsso piliH FF, Gag Teu napa tanganQ Open yg iniii..tyta JaRi tangaNku masiH jeniuS..dia gag saLaH piLiH FF..
FF nya mengharu BiRu skali, walaw pun tyata Efect nya MAta-ku jd MeRaH gara2 nahan Tangiz waktu merTua soEun cerita masa lalu BeoM..AQ tetep stay CooL karena BeLaJaR dari Character BeOm di sini Yang TotaLLy dingin+Anti nangiZ..
Oh God, FF nie Emang SaD stoRy tp MsH tetep heppy EndiNg..Ai laiK it..
>>Blum pernaH kaN AQ Bilang I hate it di CRita-mu...
LanjudkaN Karya-mu..MiaN lama gag mampiR..MasiH byk Urusan kampus..
C-U