Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Senin, 04 Juli 2011
Biarkan Hati Bicara (Chapter 7)
Chapter 7
Mengapa Cinta Menyakitkan?
”Kau kemana saja? Semalaman tidak pulang?” Ayah Kim Bum mencegat di ruang tengah, sambil sibuk membersihkan sebuah kotak tua.
Kim Bum merebahkan tubuhnya di kursi. Nampak lesu.
Sang Ayah memperhatikannya.
“Kau tidak apa-apa?” ayahnya meletakan kotak tua itu di meja.
“Semalam aku di rumah sakit. Seorang teman Kim So Eun kecelakaan. Kita berdua menungguinya semalaman. Orang tuanya baru tiba pagi ini dari luar kota.”
“Teman Kim So Eun?” ayahnya kurang percaya.
Kim Bum memandang ayahnya.
“Aku ingin memutuskan perjodohan ini, Yah?”
Kim Bum menunggu reaksi ayahnya. Sang ayah tidak terlalu terkejut mendengarnya. Dia terlihat berpikir.
“Aku mohon, Yah! Apapun alasan Ayah menjodohkanku dengan Kim So Eun, aku mohon, buanglah itu. Kasihan Kim So Eun, dia tidak bahagia dengan semua ini.”
“Ayah tidak punya alasan apapun. Ayah hanya ingin kau menikah.”
“Aku bisa cari sendiri. Tidak perlu dijodohkan. Biarkan Kim So Eun memilih sendiri pria yang akan menjadi suaminya. Jangan dipaksa seperti ini.”
Ayahnya merenungi kata-kata Kim Bum.
“Dia terlalu baik untukku, Yah. Dia gadis yang baik. Dia berhak untuk mendapatkan kebahagiaannya. Dan menikah dengan orang yang dia cintai. Jadi aku mohon pada Ayah, batalkan saja rencana perjodohan ini” Kim Bum meminta.
“Bagaimana denganmu? Kau mulai menyukainya kan?”
Kim Bum terkejut. Tak menyangka mendapat pertanyaan itu dari ayahnya.
“Aku… Aku…”
“Ayah tahu itu, Kim Bum.” Potong sang Ayah.
Kim Bum melirik ayahnya.
“Ayah bisa lihat itu dari sikapmu. Sejak kau bertemu dengan Kim So Eun, kau mulai berubah. Tidak pernah lagi ada gadis yang datang ke sini mencarimu. Kau hampir tidak pernah pulang larut malam. Kadang terlihat begitu ceria. Ayah tahu, kau mulai menyukai Kim So Eun. Ayah bisa lihat itu.”
Kim Bum tersenyum geli.
“Ayah… Ayah….! Ayah terlalu berpikir jauh. Aku tidak bisa begitu mudahnya suka pada orang, Yah. Apalagi wanita. Sudahlah, Yah. Biarkan kita memilih jalan hidup kita sendiri-sendiri. Tidak perlu dijodoh-jodohkan lagi.”
“Baiklah. Kalau itu maumu. Nanti ayah akan bicarakan ini dengan orang tua Kim So Eun. Tapi ingat, jangan menyesalinya nanti. Asal tahu saja, cinta itu akan lebih terasa saat kau kehilangan dia. Camkan itu!”
Ayahnya berlalu, meninggalkan Kim Bum yang kini menyeka ujung matanya.
* * *
Kondisi Kim Hyun Joong sudah mulai membaik. Walaupun telah ada orang tuanya, Kim So Eun masih setiap hari menjenguknya. Luka-lukanya mulai mengering. Walaupun demikian, ia masih belum diizinkan pulang. Kim Hyun Joong terindikasi gegar otak ringan, dan pemulihannya masih perlu beberapa lama lagi.
Hubungan Kim Hyun Joong dan Kim So Eun pun membaik. Seolah tak pernah ada masalah di antara mereka. Kim So Eun tidak lagi mengungkit-ngungkit masalah Kim Bum jika bersama Kim Hyun Joong. Demikian sebaliknya. Kim So Eun sendiri sudah tidak pernah lagi bertemu Kim Bum. Kim Bum juga tidak pernah menelepon atau sms. Dia seolah hilang ditelan Bumi. Kim So Eun terlalu sibuk memikirkan kondisi Kim Hyun Joong, dan lupa tentang Kim Bum. Kim Bum sendiri sengaja menghindari Kim So Eun. Sejak melihat tangis Kim So Eun, waktu itu. Kim Bum sadar bahwa dirinya telah menjadi penghalangan hubungan cinta Kim Hyun Joong dan Kim So Eun. Matanya seolah terbuka, bahwa ternyata Kim So Eun begitu membutuhkan Kim Hyun Joong.
Hari ini, Kim Bum akhirnya menemui Kim Hyun Joong.
Kim Hyun Joong sedang sendirian di kamarnya. Ia kaget dengan kedatangan Kim Bum. Pikirannya mulai tak enak. Apa gerangan maksud kedatangan Kim Bum kali ini?
“Kau tenang saja. Aku tidak akan menyakitimu.”
“Aku tidak takut padamuu.”
Kim Bum tersenyum. “Aku hanya datang untuk memberi tahu tentang perjodohanku dengan Kim So Eun.”
Air muka Kim Hyun Joong berubah.
”Aku mundur.”
Kim Bum mengamati rekasi Kim Hyun Joong atas ucapannya.
Kim Hyun Joong seolah tak percaya.
“Kali ini kau menang. Walaupun aku bisa memiliki dia, hatinya tidak bisa kumiliki. Cinta Kim So Eun hanya untukmu. Aku minta maaf sudah memasuki hubungan kalian.”
Kim Hyun Joong masih belum berkomentar. Dia mengalami syok kecil mendengar pengakuan Kim Bum. Seorang yang dulunya dikenalnya sebagai sosok ambisius yang egois, hari ini terlihat begitu kalem.
Ini bukan Kim Bum yang dikenalnya sepuluh tahun yang lalu.
“Tolong bahagiakan dia. Jika Aku lihat dia menderita karenamu, aku tidak akan segan-segan merebut dia darimu,” lanjut Kim Bum.
Sedikit-sedikit, Kim Hyun Joong lantas tersenyum.
“Itu pasti. Aku akan bahagiakan dia. Kau tenang saja.”
“Aku pegang janjimu."
Kim Bum bergegas keluar.
Di luar kamar, ia terkejut karena Kim So Eun sudah berada di depannya. Kim Bum tersenyum untuk menutupi kegugupannya. Ia menjadi salah tingkah.
“Aku ingin bicara.” Suara Kim So Eun dingin.
Tidak ada senyuman di wajah Kim So Eun. Ia berjalan lebih dulu. Kim Bum mengikutinya. Lalu mereka berjalan beriringan di koridor Rumah Sakit. Keduanya memilih untuk diam sembari mengamati orang-orang yang berlalu lalang di dekatnya. Belum ada yang berniat memulai pembicaraan.
Lalu Kim So Eun memilih untuk duduk di kursi taman Rumah sakit. Kim Bum mengikutinya. Mereka duduk berdampingan.
“Semalam, ayahmu datang ke rumah. Dia bilang kalau kau menolak perjodohan ini.” Kim So Eun memulai percakapan.
“Sekarang kita bebas. Kau bebas jalan dengan Kim Hyun Joong. Sekarang orang tuamu pasti akan setuju.”
“Kenapa, Kim Bum? Kenapa kau lakukan ini?” Suara Kim So Eun terdengar sedih.
“Hey… kau seharusnya senang, Kim So Eun! Tidak perlu lagi terikat dengan perjodohan konyol ini.” Kim Bum setengah bercanda. Namun Kim So Eun tetap serius.
“Aku mendengar semua pembicaraan kalian tadi.”
Kim Bum terlihat tenang. Ia sudah menduga. Mungkin ini saatnya untuk jujur. Bukan saja pada Kim So Eun, tapi juga pada dirinya sendiri.
Kim Bum menarik napas dalam-dalam, sebelum berbicara.
“Aku jatuh cinta padamu.”
Kim Bum memandang lekat-lekat wajah Kim So Eun yang mendadak jadi serba salah.
“Aku menyukaimu sejak pertama kali bertemu,” ujar Kim Bum cepat, saat dilihatnya mulut Kim So Eun akan berbicara. “Awalnya, aku pikir ini hanya perasaan sesaat. Apalagi setelah tahu, kau adalah pacar Kim Hyun Joong. Musuh lamaku. Aku semakin yakin kalau rasa sukaku, hanya akan bertahan sementara. Tapi semakin lama... aku semakin peduli padamu. Aku mulai takut dengan perasaanku sendiri. Aku takut menjadi begitu sayang padamu.”
Suara Kim Bum bergetar, dan dia menyeka sudut matanya.
Terus saja Kim Bum berbicara. Kim So Eun belum berkomentar.
“Pagi itu... kau menangis di depan Kim Hyun Joong yang belum siuman. Di situ aku sadar. Aku telah jatuh cinta padamu, dengan orang yang salah mungkin. Aku cemburu. Ternyata Kim Hyun Joong sangat berarti untukmu.”
“Maafkan aku, Kim Bum.”
Kim So Eun berurai air mata. Ia sendiri bingung, apa sebenarnya yang ia tangisi? Ada suatu kesedihan mendalam yang menyusupi hatinya mendengar penjelasan Kim Bum. Apalagi Kim Bum berbicara sembari menahan perasaan.
“Aku yang seharusnya minta maaf.”
Kim Bum menyeka ujung matanya lagi. “Seharusnya sejak awal aku melakukan ini. Aku sendiri yang akhirnya terjebak, bodoh, kan?”
Kim So Eun membuang muka. Tak sanggup memperlihatkan air matanya yang semakin deras.
“Aku merasa senang saat bersamamu, Kim Bum. Kita masih bisa berteman, kan?”
“Tidak semudah itu, Kim So Eun. Kau pacar Kim Hyun Joong, orang yang sampai kapan pun akan menganggap aku sebagai saingannya. Lagipula, mana bisa aku berada di dekatmu dengan status teman, semantara aku ingin memilikimu lebih dari itu? Aku tidak sanggup.”
“Jadi kita harus berpisah?”
“Itu lebih baik.”
“Aku mohon… jangan jauhi aku.” Kim So Eun memohon di sela isaknya.
“Maafkan aku…”
Kim Bum berlalu.
Ia tak sanggup meilhat air mata Kim So Eun. Itu semakin membuatnya terluka.
Kim Bum juga takut, saat semakin lama berada di dekat Kim So Eun, semakin berat rasanya melepaskan gadis itu.
Kim So Eun tersendu-sendu sendiri di kursi taman.
Ia juga heran, kenapa kehilangan Kim Bum terasa begitu menyedihkan baginya? Hatinya sakit, saat Kim Bum memilih menjauh darinya. Ingin rasanya ia mengejar Kim Bum dan menahan kepergiannya. Ada apa sebenarnya dengan perasaannya? Ia merasa sangat menginginkan Kim Bum sekarang.
* * *
“Apa? Menjauhi Kim So Eun?”
Lagi-lagi Lee Ki Kwang terkejut mendengar penuturan Kim Bum tentang perjodohannya dengan Kim So Eun yang telah diputuskan.
“Kau benar-benar gila, Kim Bum? Aku tidak bisa mengerti, apa yang ada di pikiranmu? Jadi, ini alasanmu mau menerima tawaran dipindahkan ke Kanada?” Lee Ki Kwang kesal.
“Ini keputusan terbaik, Lee Ki Kwang.”
“Terbaik? Terbaik untuk siapa? Untukmu? Apa kau yakin?” nada Lee Ki Kwang meninggi. “Aku tahu kau, Kim Bum. Kau mencintainya, kan? Dia satu-satunya gadis yang bisa membuatmu jatuh cinta. Dan kau tinggalkan dia begitu saja. Dasar aneh!”
“Dia sudah punya Kim Hyun Joong.”
“Kau mengalah begitu saja? Sejak kapan kau jadi lemah seperti ini?”
“Cukup, Lee Ki Kwang! Kau pikir aku suka dengan semua ini? Ini terasa menyakitkan. Tapi,... cobalah pikir, apa kau kira dia akan memilih aku yang baru tiga bulan dikenalnya? Daripada pria yang sudah bertahun-tahun bersamanya? Kau yakin dia akan memilih aku?”
“Dia mencintaimu, Kim Bum. Aku melihat itu,” ujar Lee Ki Kwang pelan.
“Bukan aku, tapi Kim Hyun Joong.” Suara Kim Bum lirih.
Lee Ki Kwang menggeleng-geleng, seolah dia baru melihat sesuatu yang selama ini tersembunyi dari diri Kim Bum. Sesuatu yang membuat Lee Ki Kwang tersenyum miris.
“Kini aku tahu, kenapa kau tidak pernah serius menjalin hubungan dengan gadis-gadis yang ada di sekelilingmu.”
Lee Ki Kwang memandangi Kim Bum dalam-dalam.
“Kau terlalu takut dikecewakan. Kau takut mereka pergi meninggalkanmu saat kau benar-benar sayang pada mereka. Dan itu juga yang kau lakukan sekarang terhadap Kim So Eun."
“Aku akan melupakan dia. Dua tahun di Kanada tidaklah singkat.”
Kim Bum berkata tanpa keraguan.
“Kau tidak akan bisa,” balas Lee Ki Kwang. Ia bangkit dan berlalu meninggalkan Kim Bum yang masih tertegun di meja kerjanya.
“Akh….” Kim Bum memukul meja kerjanya.
Bersambung…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar