Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Senin, 04 Juli 2011

Biarkan Hati Bicara (Chapter 1)



Chapter 1
Perjodohan...


Malam kian merambat. Semakin larut. Suasana kota pun mulai sepi. Hanya satu-dua kendaraan merambat di kegelapan jalan raya, menandakan bahwa aktivitas kota belum sepenuhnya usai.

Di salah satu sudut kota Seoul, kehidupan masih hingar-bingar. Tak memperlihatkan bahwa hari semakin larut. Suasana di dalam begitu kontras dengan keadaan di luar yang sunyi. Lantai disko dipenuhi dengan pria dan wanita yang beraksi dengan berbagai gaya, bercampur baur, melepaskan segala penat yang seharian tadi menghimpit. Di sudut ruangan, meja-meja dipenuhi gelak tawa, curhatan, senda gurau, bahkan ada juga transaksi bisnis. Semua sibuk dengan urusan masing-masing. Tak terpengaruh dengan orang lain.

Di salah satu meja, laki-laki berusia sekitar 27 tahun itu begitu menikmati kesendiriannya. Hanya ditemani minuman ringan, dan rokok. Seolah-olah memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depannya, padahal pikirannya sedang tak berada di tempat itu. Ia pun tak menyadari temannya yang baru saja dari lantai disko, menghampirinya.

“Hello… my men!!! Tumben sendirian? Tidak turun?” sang pemuda disko meneguk minuman di meja tanpa dipersilahkan.

“Malas!” pemuda yang ditanya mematikan rokoknya. Acuh tak acuh.

“So, what are you doing here?”

“Sudahlah Lee Ki Kwang… aku sedang malas… sedang tidak mood.”

“Com’on. Apa kau punya problem? Dengan gadis yang mana lagi?”

Si pemuda disko yang di panggil Lee Ki Kwang, mengeluarkan sebatang rokok. Setelah menyulut rokoknya, ia kembali berbicara.

“Kenalkanlah teman-teman wanitamu itu, padaku. Tak satu pun aku pernah berkencan dengan mereka.” Kata Lee Ki Kwang santai.

“Aku tidak jalan dengan siapa pun sekarang.”

“Gadis yang bernama Im Yoona yang baru minggu lalu kau ajak kemari? Sudah kau campakan lagi? Kim Bum… Kim Bum…you're the true playboy.”

Pemuda yang bernama Kim Bum enggan menanggapi. Mereka terdiam beberapa saat. Suara DJ terdengar meneriakan kata-kata sambutan untuk musik terbaru yang diputarnya.

“Sampai kapan kau akan berpetualang? Apa tidak kepikiran untuk serius menjalani hubungan?” Lee Ki Kwang serius.

“Untuk apa serius? Aku tidak pernah mengikat hubungan dengan gadis-gadis itu. Tidak ada yang spesial. Just friends. Jadi... dengan begitu tidak ada yang merasa dikecewakan.”

“Kau memberi mereka harapan, Kim Bum. Sadar tidak? Membuai mereka dengan rayuan-rayuanmu. Apa kau yakin tidak ada yang sakit hati?”

“Kau ceramahi aku?” Kim Bum mencibir.

“Tidak! Hanya mau menyadarkanmu…”

Lee Ki Kwang berdiri dan kembali ke lantai disko. Tak menghiraukan Kim Bum yang mungkin akan tersindir dengan kata-katanya barusan. Namun Kim Bum hanya memandangi kepergian temannya itu dan tak berkomentar apa-apa.

Pikiran Kim Bum kembali menerawang.

Mungkin apa yang baru dikatakan Lee Ki Kwang ada benarnya. Dia yang membuka peluang untuk gadis-gadis TTM-nya. Walaupun kadang gadis-gadis itu yang lebih dahulu mendekatinya. Gadis mana yang tidak suka pada Kim Bum, seorang eksekutif muda, tampan, smart, kaya.

Kim Bum bisa membuat nyaman setiap wanita yang ada di dekatnya. Suatu kelebihan yang jarang ada. Itulah sebabnya, walau Kim Bum sudah menjauh, tetap saja gadis-gadis itu memburunya.

Ah, tapi bukan hanya perkataan Lee Ki Kwang barusan yang membuatnya merenung sendirian malam ini. Kim Bum sebenarnya tidak pernah peduli dengan perasaan gadis-gadis yang mengejarnya. Bagi Kim Bum, mereka sekedar untuk fun dan agar tidak dibilang gay atau tidak laku. Yang dipikirkannya saat ini adalah kata-kata sang ayah pagi tadi. Percakapan itu kembali terngiang.

“Kemarin, gadis yang bernama Im Yoona datang lagi.” Begitu Ayahnya memulai.

“Biarkan saja, Yah. Lama-lama dia juga capek sendiri.” Kim Bum meraih selai coklat, dan mulai mengolesi rotinya.

“Ayah sudah semakin tua, Kim Bum. Hanya kau anak ayah satu-satunya. Ayah tidak mau keturunan ayah terhenti sampai di dirimu saja.”

“Maksud Ayah?”

“Kapan kau akan benar-benar serius dengan teman wanita-wanitamu itu. Apa tidak kepikiran dalam hatimu untuk menikah dengan mereka?”

Kim Bum terdiam sesaat.

“Menikah harus dengan wanita yang tepat, Yah. Aku rasa wanita-wanita yang dekat denganku selama ini, bukan wanita yang tepat dijadikan istri.”

“Kalau ayah yang pilih, bagaimana?”

“Maksud ayah? Ayah mau menjodohkanku?”

Mereka berpandangan lagi.

“Sudah sejak lama ayah ingin membicarakan hal ini padamu. Dan ayah rasa ini waktu yang tepat. Ayah ingin menjodohkanmu dengan anak teman lama ayah. Dia dari keluarga baik-baik. Ayah rasa dia gadis yang tepat untuk mendampingimu.”

Kim Bum tersenyum.

“Ayah… ayah… di zaman internet seperti ini, masih setia dengan yang namannya pejodohan?? Apa kata dunia?” Kim Bum mencoba bercanda. Namun ayahnya tak terpengaruh. Dia tetap berbicara serius.

“Ayah harap kau serius mempertimbangkan ini semua. Karena tidak ada alasan bagimu untuk menolak.”

Kim Bum kembali menyeringai lucu.

“Well, kalau Aku sudah setuju, lalu bagaimana dengan gadis itu? Apa dia mau denganku? Dia mau menerima perjodohan ini?”

“Dia pasti setuju. Dia anak yang baik. Tentu dia tidak akan menentang orang tuanya. Perjodohan kalian telah lama diatur.”

“Waow…” Kim Bum masih bercanda. “Benar-benar sebuah kisah dalam drama.”

“Terserah kau mau berkomentar apa. Minggu ini kau akan bertemu dengan gadis itu. Namanya Kim So Eun.”

Sang ayah beranjak.

Kim Bum masih berusaha terlihat santai. Tapi ketika tubuh ayahnya hilang di balik pintu, Kim Bum terlihat tak bernafsu meneruskan sarapannya.

“Kim So Eun? Who?”

* * *

“Kim So Eun… Kim So Eun…!”

Seruan itu menghentikan langkah seorang gadis cantik yang baru saja keluar dari gedung berlantai tiga, kantor sebuah perusahaan periklanan ternama. Sang gadis tersenyum memandangi pria itu, yang sekarang mendekat ke arahnya.

“Kim Hyun Joong Oppa, kenapa tidak bilang kalau mau menjemput?” ujar Kim So Eun.

“Sengaja. Biar surprise. Ayo Jalan!”

“Boleh. Kebetulan ada yang ingin aku bicarakan denganmu.”

“Tentang apa?” selidik Kim Hyun Joong.

“Nanti saja. Kalau kita sudah menemukan tempat makan yang enak. Aku lapar…”

Kim Hyun Joong enggan mendesak.

Mereka pun beriringan menuju parkiran tempat motor Kim Hyun Joong.

Tak terlalu lama untuk menemukan tempat makan yang cocok untuk mereka berdua. Pilihan kali ini jatuh pada warung tenda yang banyak berdiri di pinggir jalan sepanjang sore dan malam hari. Kim So Eun dan Kim Hyun Joong memilih tempat yang menyediakan menu Nasi Goreng. Itu makanan favorit mereka berdua.

“Kau mau bicara apa?”

Kim Hyun Joong tak sabar untuk mendengarkan Kim So Eun, sembari menunggu pesanan mereka datang.

Kim So Eun terlihat ragu-ragu untuk berbicara. Ia Nampak bimbang. Kim Hyun Joong makin penasaran.

“Masalah apa? Hubungan kita?” Kim Hyun Joong pun mencoba menebak

“Aku…. Aku bingung Oppa. Mau mulai dari mana?”

Kim So Eun semakin terlihat resah.

Kim Hyun Joong pun tak mendesak lagi.

Pesanan mereka tiba. Namun belum ada yang berniat memulai menyantap.

“Aku… aku… aku dijodohkan, Oppa.” Keberanian Kim So Eun akhirnya muncul.

Toh ia tak berani melihat reaksi wajah Kim Hyun Joong. Ia hanya menunduk.

Setelah beberapa saat tak ada tanggapan dari Kim Hyun Joong, barulah ia memberanikan diri menatap ke arah Kim Hyun Joong.

Kim Hyun Joong berpaling, seolah sibuk memandangi pintu masuk, tempat orang berlalu lalang. Bukannya tak mendengar, ia bahkan mendengar dengan jelas semuanya. Tapi tak tahu, harus berkata apa. Apakah marah, sedih, atau kecewa? Bingung. Semua bercampur aduk dalam hatinya. Ada perasaan ingin menangis juga, ingin mengamuk juga, namun sekuatnya ditahan. Ia tak ingin menambah beban Kim So Eun dengan sifat cengengnya yang penuh emosi.

“Maafkan aku, Oppa! Aku sudah berusaha untuk meyakinkan kedua orangtuaku, kalau kau adalah orang yang tepat. Tapi tampaknya sia-sia.”

Kim So Eun menahan tangisnya. Matanya telah berkaca-kaca.

“Aku tidak menyangka, akhirnya hubungan kita yang hampir tiga tahun akan berakhir seperti ini. Aku sayang padamu, Oppa.”

Kim So Eun mengusap air mata yang mulai menetes di pipi indahnya.

Kim Hyun Joong akhirnya buka suara.

“Aku juga sayang padamu, Kim So Eun. Ah, lagipula... kau belum pasti akan jadi menikah dengannya, kan? Siapa tahu pria itu tidak suka padamu.” Kim Hyun Joong mencoba menghibur, bukan hanya untuk Kim So Eun, tapi lebih untuk dirinya sendiri.

“Entahlah, Oppa. Sekali lagi maafkan aku. Aku tidak bisa menolak semua ini. Bukan karena aku tidak mencintaimu. Ini demi orang tuaku.”

“Sudahlah jangan menangis….”

Kim Hyun Joong meraih tangan Kim So Eun. Berusaha menenangkan. “Kau ikuti saja dulu permintaan mereka. Kita tidak bisa menebak masa depan, kan? Siapa tahu walaupun dijodohkan orang tua, tapi ternyata bukan jodoh?”

“Kau tidak takut?”

“Aku percaya pada cintamu.”

“Terima Kasih, Oppa.” Kim So Eun menyeka air matanya.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...