Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Selasa, 09 Agustus 2011

The Right Man (Chapter 25)



Baek Suzy tertegun kaget ketika melihat ibunya tegak di depan pintu kamar mandi. Tatapan mata ibunya yang setajam silet menoreh tirai tebal yang menutupi rahasia hatinya. Mencabik semua yang dicoba untuk disembunyikannya.

Saat itu juga Baek Suzy sudah merasa, tidak mungkin menyembunyikannya lagi. Ibu sudah mengetahui semuanya!

Tanpa dapat menahan tangisnya lagi, Baek Suzy menubruk ibunya.

"Maafkan aku, Bu!" Cuma itu yang dapat dikatakannya di sela-sela tangisnya.

Kim So Eun memeluk anaknya dengan gemetar. Air mata meleleh ke pipinya.

Ketika mendengar Baek Suzy muntah-muntah di kamar mandi, dia sudah menduga apa yang terjadi. Kim So Eun sudah lima kali hamil. Dia dapat mengira-ngira apa yang menyebabkan seorang wanita merasa mual setiap pagi.

Kim So Eun hanya tidak percaya, musibah itu dapat menimpa anaknya! Tetapi ketika Baek Suzy merangkulnya sambil menangis, semua keraguan di hati Kim So Eun langsung punah. Semuanya menjadi jelas seperti sebuah buku yang terbuka!

"Siapa yang melakukannya, Baek Suzy?" desah Kim So Eun pedih.

Tiba-tiba saja luka bekas operasinya terasa nyeri menggigit. Dia langsung mencari tempat duduk sambil menebah dadanya. Kakinya terasa lemas. Kepalanya kosong, Dunianya serasa kiamat.

Baek Suzy hamil... anaknya hamil! Padahal umurnya baru lima belas tahun!

* * *

Kim So Eun duduk tepekur seorang diri di kamarnya. Menatap ke luar jendela yang terbuka tanpa melihat apa-apa. Air mata terus mengalir ke pipinya. Seperti tidak akan ada habis-habisnya.

Mengapa penderitaan terus-menerus mengejar dirinya? Mengapa kemalangan tak bosan-bosannya mengunjunginya?

Rasanya dia sudah hampir tidak kuat lagi menanggungnya. Sesaat dia sudah berpikir untuk bunuh diri saja. Biar lenyap semua penderitaan ini! Tetapi... kalau dia tidak ada, siapa yang akan melindungi anak-anaknya?

Pintu kamarnya perlahan-lahan terbuka. Nenek melangkah menghampirinya. Duduk diam-diam di samping tempat tidur.

Lama dia mengawasi Kim So Eun tanpa membuka-mulutnya. Seluruh kerewelannya seakan-akan ikut lenyap digulung kabut derita yang demikian tebal melingkupi keluarganya.

"Dia tidak bilang siapa yang melakukannya?" gumam Nenek pahit setelah lama berdiam diri. Kim So Eun menggeleng sedih. "Selama kau tidak ada, dia memang sering keluar. Kadang-kadang sampai malam. Tapi Ibu tidak menyangka...." Nenek tidak mampu melanjutkan kata-katanya Air matanya berlinang-linang.

Baek Suzy memang merasa bersalah. Tetapi dia tetap tidak mau mengatakan siapa ayah anaknya. Kim So Eun sudah putus asa mendesaknya. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa.

"Mungkinkah si... Kim Bum?" bisik Nenek hati-hati. Seolah-olah takut Kim So Eun bertambah sakit hati.

Tidak mungkin! Sudah sepuluh kali Kim So Eun meneriakkan kata itu di hatinya. Tidak mungkin! Tidak mungkin Kim Bum sampai hati melakukannya.

"Apa yang harus kita lakukan, Kim So Eun?" desah Nenek getir.

Kim So Eun cuma menggeleng sambil menyusut air matanya. Dunia di hadapannya tampak gelap. Amat gelap.

* * *

Kim So Eun termenung dalam ruang radioterapi yang dingin membeku itu. Sementara sinar rontgen sebesar empat riba lima ratus rad menjelajahi dada kirinya untuk membunuh sel-sel kanker yang mungkin masih tersisa, pikirannya merambah ke tempat lain. Ke sebuah sel dingin dan sempit dalam penjara.

Seorang laki-laki tampan meringkuk di sana. Pikirannya mungkin juga sedang mengembara ke mana-mana. Sementara tubuhnya terkurung dalam keterbatasan.

Seorang laki-laki yang tiba-tiba saja datang dalam kehidupannya. Tiba-tiba saja datang dalam kehidupan anak-anaknya. Kedatangannya seperti angin yang terasa sejuk dan semilir membelai hati mereka. Tetapi sekaligus badai yang memporak-porandakan keremajaan anak-anaknya.

Untuk pertama kalinya Park Ji Yeon dan Baek Suzy mengagumi kejantanan seorang laki-laki. Figur yang tak pernah hadir dalam diri tokoh ayah yang mereka kenal. Karena itukah Baek Suzy terjebak?

Tidak mungkin, pekik Kim So Eun untuk keseratus kalinya. Tetapi kini, gema pekikannya semakin melemah. Mungkin Kim Bum tidak sampai hati melakukannya. Tetapi... mungkin saja dia juga terjebak! Kim Bum tidak sengaja melakukannya... dia khilaf.

Mereka sering berada berdua di rumah. Sementara Park Ji Yeon bekerja, Lee Young Yoo dan Kim Yoo Jung pergi ke sekolah, siapa lagi yang sempat memperhatikan mereka? Nenek sibuk dengan Kim Yoo Bin. Dan Kim So Eun. Ingat, ibunya pernah memergoki mereka berdua saja di kamarnya.

Ah, ternyata kecurigaan ibunya semakin dipikirkan semakin besar pula kemungkinannya. Siapa yang mungkin menodai Baek Suzy? Sejak sakit dan berhenti sekolah, Baek Suzy hampir tak punya teman.

Kim So Eun merasa hatinya begitu sakit, sampai menarik napas pun terasa nyeri. Barangkali orang lain yang melakukannya, sakitnya tak akan terasa sepedih ini. Tetapi Kim Bum! Lelaki yang telah menarik simpatinya. Lelaki yang membangkitkan semangat hidupnya. Lelaki yang mengembalikan anak-anaknya. Dan lelaki yang diam-diam dicintainya.... Biasanya Kim So Eun selalu mampir menengok Kim Bum sepulangnya dari rumah sakit. Berdesakan dan terguncang-guncang dalam bus hampir tidak dirasakannya asal bisa menemui Kim Bum.

Tetapi hari ini Kim So Eun langsung pulang ke rumah. Dia tidak mampu menjumpai lelaki itu. Tidak mampu mengajukan pertanyaan yang menyayat hatinya,

"Benarkah kau yang melakukannya, Kim Bum?"

Kim So Eun tidak akan tahan melihat lelaki itu menganggukkan kepalanya dengan sedih. Atau sekadar menundukkan kepala dengan perasaan bersalah.

Dia akan merasa hatinya yang sudah tercabik-cabik itu akan terkoyak menjadi serpihan kecil-kecil yang tak mungkin disempurnakan kembali. Seorang wanita bisa patah hati karena dikhianati kekasihnya. Tetapi bila kekasihnya menodai putrinya, hatinya bukan hanya patah, hati itu lebur dalam kehancuran....

Kim So Eun tiba di rumah dengan lesu. Tanpa semangat. Sementara di dalam selnya yang sempit, Kim Bum dengan sia-sia menantikan kedatangannya. Pikirannya kacau. Hatinya resah. Mungkinkah Kim So Eun sakit? Atau...

Ingin rasanya dia kabur. Lari ke rumah Kim So Eun. Melihat apa yang menimpa wanita yang dikasihinya. Kim Bum ingin berbagi penderitaan dengannya. Mengambil sebagian beban berat yang harus dipikulnya seorang diri....

* * *

Park Ji Yeon menampar adiknya sekuat tenaga. Begitu kerasnya sampai Baek Suzy terhuyung mundur.

"Tidak tahu diri!" dampratnya geram. "Dalam keadaan susah seperti ini, bukannya membantu mencari uang malah hamil!"

"Bunuh saja aku!" jerit Baek Suzy histeris. "Memang cuma kau yang bisa mencari uang!"

Park Ji Yeon sudah mengangkat tangannya untuk memukul adiknya sekali lagi ketika Kim So Eun dan Nenek datang berlari-lari mencegahnya.

"Apa-apaan kau ini, Park Ji Yeon?" bentak Kim So Eun pahit. "Kau tidak berhak mengadili adikmu!"

"Jadi siapa yang berhak?" balas Park Ji Yeon berang. "Aku yang membeli nasi yang dia makan!"

Ya Tuhan! Kim So Eun menebah dadanya yang terasa sesak. Sekonyong-konyong dia menyesal telah membiarkan dokter mengangkat tumornya, Jika dia tidak dioperasi, semua prahara ini tidak akan terjadi!

Kim So Eun belum sempat mengatur napasnya. Belum keburu menarik napas dalam untuk mengusir kepengapan di paru-parunya. Baek Suzy sudah menghambur lari ke dapur. Hanya Nenek yang sempat mengejarnya. Dan tiba tepat pada saat Baek Suzy meraih pisau dapur untuk mengiris pergelangan tangannya.

"Astaga, Baek Suzyl Jangan!" Nenek menjerit ngeri sambil menubruk cucunya. Mencoba merebut pisau di tangannya.

"Biarkan saja, Nek!" Baek Suzy mempertahankan pisaunya dengan gigih. "Biarkan aku mati saja! Aku memang anak yang tidak berguna. Tidak tahu diri! Hanya bisa membuat Ibu sedih!"

Kim So Eun memekik histeris ketika dari ambang pintu dapur dia melihat Nenek sedang bergulat dengan Baek Suzy yang mencoba mengiris pergelangan tangannya.

Park Ji Yeon mendorong ibunya dengan gesit. Melompat ke dekat Baek Suzy. Dan merampas pisaunya dengan sekali sentak saja.

Ketika Baek Suzy dengan kalap menyerangnya untuk merebut pisaunya kembali, Park Ji Yeon menamparnya sekali lagi. Dan melemparkan pisau itu jauh-jauh.

Baek Suzy jatuh terduduk. Dia menutupi wajahnya. Dan menangis tersedu-sedu.

Nenek terkulai di bangku dapur sambil mengatur napasnya. Wajahnya pucat pasi. Keringat membanjiri sekujur tabuhnya. Seolah-olah dia baru saja ikut pertandingan sepak bola untuk orang-orang jompo.

* * *

"Siapa yang melakukannya, Baek Suzy?" desak Park Ji Yeon penasaran. "Kim Soo Hyun? Pemuda di ujung gang itu? Biar kuhajar dia supaya mengaku!"

"Bukan!" sergah Baek Suzy sambil menangis. "Kau jangan sok tahu!"

"Lalu siapa lagi? Cuma dia yang menempel terus kalau kau ke pasar!"

"Pokoknya bukan dia!"

"Paman Kim Bum?" Mata Park Ji Yeon menyipit. Pancaran berbahaya bersorot di matanya yang dingin.

"Jangan sembarangan menuduh orang!"

"Sudahlah, Park Ji Yeon," potong Kim So Eun lirih. "Jika Baek Suzy tidak mau mengatakannya, untuk apa dipaksa?”

"Untuk apa?" dengus Park Ji Yeon sengit. "Seseorang harus bertanggung jawab, Bu! Masa Ibu diam saja Baek Suzy hamil tidak ketahuan siapa ayahnya?"

"Jangan kasar begitu, Park Ji Yeon," keluh Kim So Eun pilu. "Sakit telinga Ibu mendengarnya."

"Lebih sakit lagi kalau Baek Suzy punya anak haram, Bu!"

"Akan kita cari jalan keluarnya bersama-sama, Park Ji Yeon."

"Tapi aborsi perlu uang, Bu! Siapa yang bayar?"

"Tidak mau!" jerit Baek Suzy kalap. "Apa hakmu…”

"Kau mau anakmu lahir tidak ada Ayahnya?!”

"Park Ji Yeon! Sudah!" sela Kim So Eun getir. "Baek Suzy sedang bingung. Jangan ditambah lagi..."

"Jadi cuma dia yang bingung"

“Aku tidak mau dioperasi, Bu." tangis Baek Suzy ketakutan.

"Dikuret, Bodoh! Bukan dioperasi!"

"Park Ji Yeon!" Kim So Eun membelalak gusar ke arah putri sulungnya. "Dari mana kau belajar mengucapkan kata-kata sekasar itu?"

"Mana yang lebih baik, bicara jorok atau hamil?"

"Jangan sekasar ini di depan Ibu, Park Ji Yeon!"

"Aaahh!" Dengan gemas Park Ji Yeon meninggalkan Ibu dan adiknya. "Ibu tidak bisa mendidik anak! Dia kelewat dimanja, jadi rusak!"

"Memang Ibu yang salah! Ibu yang tidak dapat memberi kehidupan yang cukup baik untuk kalian. Jika Ibu tidak dioperasi, Ibu masih bisa cari uang. Dan hidup kalian tidak akan menderita seperti ini!”

"Ibu!" Baek Suzy merangkul ibunya dengan sedih. "Ini bukan salah Ibu. Aku yang bodoh. Aku yang salah, Bu?"

Kim So Eun mendekap anaknya erat-erat. Di balik tubuh Baek Suzy dia seperti melihat bayangan Kim Bum. Tatapannya begitu sedih.

* * *

"Kim Bum menggandeng tangan Baek Suzy," dalam kesendirian di ruang radioterapi, Kim So Eun seperti dapat mendengar kembali cerita ibunya. "Malam itu wajah Baek Suzy sumringah sekali seperti pengantin baru.'"

Benarkah di sana mulainya? Pada saat mereka bersama-sama menonton operet Cinderella?

"Baek Suzy seperti tidak mau lepas dari Kim Bum. Lengket sekali! Mereka sering berbisik-bisik berdua sambil bertukar senyum. Kan bangkunya juga bersebelahan? Kim Bum membukakan pintu mobil untuk Baek Suzy. Menggandengnya turun. Membelikan minuman. Wah, pendeknya persis orang pacaran!"

Barangkali Kim Bum memang keterlaluan. Memperlakukan Baek Suzy seperti wanita dewasa. Seperti pacarnya. Tapi... itu tidak sama dengan menodainya!

Nenek memang sudah demikian yakin, Kim Bum-lah yang bersalah. Kalau bukan dia, siapa lagi? Hanya dengan dia Baek Suzy pernah tampak begitu dekat. Tetapi... bolehkah sembarangan menuduh orang?

Kim Bum mungkin bersimpati kepada Baek Suzy. Ingin memberinya rasa percaya diri. Mungkinkah dia merusak apa yang telah ia coba perbaiki?

Kim So Eun ingin sekali mampir ke penjara. Ingin meminta Kim Bum berterus terang. Tetapi mampukah dia mendengar pengakuan laki-laki itu?

Akhirnya Kim So Eun memutuskan antuk pulang ke rumah. Dia belum cukup tegar untuk mengakui kenyataan yang meremukkan hatinya itu. Lelaki yang dicintainya menodai putrinya!

Dan di depan rumah, telah menanti Dokter gigi Jung Yong Hwa.

"Ny. Kim So Eun, selamat siang! Saya datang untuk menjemput Kim Yoo Jung."

Hati yang sedang gundah dan kemunculan yang tiba-tiba dari seseorang yang dihormatinya membuat Kim So Eun tertegun sesaat.

Dan Dokter Jung Yong Hwa mengawasi wanita yang diam-diam dikaguminya itu dengan heran.

"Anda baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

Kim So Eun cuma mampu menganggukkan kepalanya.

"Pulang dari rumah sakit? Sendirian?"

Sekali lagi Kim So Eun mengangguk. Wajahnya yang pucat dan tatapan matanya yang kosong membuat Dokter Jung Yong Hwa tambah cemas.

"Saya datang untuk menjemput Kim Yoo Jung."

"Dia belum pulang sekolah."

"Kim Yoo Jung mendapat panggilan. Jika anda sempat, kita bisa pergi bersama-sama ke sana untuk menandatangani kontrak. Tetapi saya lihat hari ini Anda kurang sehat...."

"Oh, saya tidak apa-apa!"

"Saya pikir lebih baik saya bawa saja kontraknya kemari. Anda dapat menandatanganinya di rumah...."

"Oh, tidak usah, Dokter!" cetus Kim So Eun seperti baru bangun tidur. "Jangan repot-repot...."

"Apakah tidak sebaiknya anda duduk dulu beristirahat?" sela Dokter Jung Yong Hwa penuh perhatian. "Anda kelihatannya tidak sehat. Saya boleh tunggu di sini? Atau sebaiknya saya datang kembali?"

"Silakan tunggu di dalam, Dokter! Sebentar lagi. Kim Yoo Jung pulang."

“Terima kasih. Mudah-mudahan saya tidak merepotkan."

"Kami yang merepotkan. Dokter mau minum apa?"

Kim So Eun membuka pintu dan mendahului masuk ke dalam. Dokter Jung Yong Hwa mengikutinya. Dan mengawasi wanita yang sedang tertatih-tatih melangkah itu dari belakang.

"Silakan duduk, Dokter."

Ketika Kim So Eun berbalik untuk mengucapkan kata-kata itu, matanya berpapasan dengan mata dokter Jung Yong Hwa. Dan tidak sengaja, paras Kim So Eun memerah tatkala melihat bagaimana cara dokter itu memandangnya.

"Oh, terima kasih." Buru-buru Dokter Jung Yong Hwa mengosongkan tatapannya. Dia tampak gugup ketika meletakkan pantatnya di kursi tamu.

"Mau minum apa, Dokter? Cuma ada air dan teh."

"Air dingin saja. Hari ini panas sekali."

Ketika Kim So Eun membungkuk menghidangkan segelas air, Dokter Jung Yong Hwa tidak dapat mengusir pesona yang ditampilkan wanita itu.

Gila, pikirnya resah. Perempuan ini mengidap kanker. Dan payudaranya tinggal sebelah! Mengapa daya tariknya masih demikian menyengat?

"Silakan diminum, Dokter." Kim So Eun mundur ke sofa. Dan duduk dengan sopan di sana. Tanpa disuruh dua kali, Dokter Jung Yong Hwa meneguk air di gelas itu sampai habis.

"Lagi, Dokter?"

"Terima kasih. Cukup segelas dulu."

"Di luar memang panas sekali."

Di dalam juga, keluh Dokter Jung Yong Hwa. Lebih-lebih di dalam hatiku!

Bersambung…

Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6 ... Chapter 15
Chapter 5 ... Chapter 16
Chapter 4 ... Chapter 17 ... Chapter 24
Chapter 3 ... Chapter 18 ... Chapter 23
Chapter 2 ... Chapter 19 ... Chapter 22
Chapter 1 ... Chapter 20 ... Chapter 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...