Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Spring Love (Chapter 14)



“Kalian sudah tahu besok adalah hari pertunjukan perdanaku, kan?” Tanya Baek Suzy untuk kesekian kalinya hari ini.

Kim Heechul mengadahkan wajah dengan gaya dramatis. “Kami tidak mungkin lupa, Baek Suzy,” katanya dengan nada ditarik-tarik. “Demi Tuhan, kau terus mengingatkan kami setiap jam. Ada apa denganmu? Tenanglah sedikit.”

Kim So Eun baru saja pulang ketika Baek Suzy menariknya ke dapur, di sana Kim Heechul yang mengenakan piyama sutra ungu sudah berdiri sambil memegang secangkir cokelat panas dan langsung melemparkan pertanyaan tadi. Baek Suzy terlihat sangat bersemangat. Juga tegang.

“Aku tidak bisa tenang,” kata Baek Suzy sambil berjalan mondar-mandir di dapur mereka yang kecil. “Ini peran utamaku yang pertama. Pertunjukan ini harus berhasil. Harus! Kalau ini berhasil baik, maka kesempatan-kesempatan besar lain akan terbuka untukku. Aku akan terkenal! Aku akan mendapat banyak tawaran! Aku akan mendapat kesempatan berbagi panggung dengan aktor-aktor besar! Aku akan...”

“Wow, berhenti sebentar,” sela Kim Heechul sambil mengacungkan sebelah tangan ke wajah Baek Suzy. “Pelan-pelan saja. Aku tidak bisa memahami kalau kau berbicara secepat kereta api ekspres. Tarik napas dalam-dalam.”

Baek Suzy mengangguk-angguk dan menarik napas dalam-dalam, mematuhi kata-kata Kim Heechul. Namun ia langsung menggeleng, “Tidak, tidak. Ini tidak berhasil. Aku tidak bisa tenang. Apakah kalian sudah mengundang semua teman kalian ke pertunjukanku?”

“Tenanglah, Sayang. Aku sudah mengundang semua temanku dan aku jamin mereka pasti datang,” sahut Kim Heechul. Lalu ia mengerdip ke arah Kim So Eun dan berbisik, “Aku sudah mengancan mereka.”

Kim So Eun tertawa.

Baek Suzy menoleh ke arah Kim So Eun dan menyipitkan mata. “Bagaimana dengan Kim Bum?” tanyanya. “Kapan dia akan kembali ke Paris? Waktu itu dia sudah berjanji akan mengajak semua rekan kerjanya ke pertunjukanku. Kalau dia tidak jadi datang...”

“Dia akan kembali malam ini,” sahut Kim So Eun cepat. “Setidaknya itulah yang dikatakannya padaku ketika dia meneleponku kemarin.”

Dan Kim So Eun berharap itu benar. Kim Bum sudah pergi selama lebih dari seminggu dan Kim So Eun berharap bisa segera bertemu dengannya, bukan hanya melihatnya di video yang dikirimkan Kim Bum untuknya. Kim So Eun menghela napas dan menghembuskannya dengan pelan. Sepertinya ia mulai kacau. Kim Bum baru pergi selama seminggu, tetapi kenapa ia merasa seolah-olah Kim Bum sudah pergi lebih dari sebulan?

“Sekarang sudah larut dan aku sudah mengantuk,” kata Kim Heechul sambil menguap, lalu menatap Baek Suzy, “Dan kalau kau ingin aku tampil prima untuk pertunjukan perdanamu, kau akan membiarkanku tidur dengan tenang kan?”

Baek Suzy memberengut ke arah Kim Heechul yang berjalan ke kamarnya sendiri, lalu menoleh ke arah Kim So Eun dan tersenyum. “Aku juga harus tidur sekarang. Aku tidak mau sampai ada lingkaran hitam di sekeliling mataku besok. Selamat malam.”

Kim So Eun balas mengucapkan selamat malam dan masih berdiri bersandar di lemari dapur beberapa saat setelah Baek Suzy masuk ke kamar. Tubuhnya terasa lelah, namun pikirannya masih segar bugar. Dan seperti yang sering dialaminya akhir-akhir ini kalau sedang sendirian, pikirannya langsung melayang pada Kim Bum.

Apakah Kim Bum akan meneleponnya kalau ia sudah tiba di Paris? Mungkin tidak.

Malam sudah larut dan Kim Bum pasti sangat lelah.

Kim So Eun memejamkan mata dan menggeleng-geleng. Oh, Tuhan. Ini harus dihentikan. Ia tidak bisa memikirkan Kim Bum terus. Yang harus dilakukannya sekarang adalah mandi dan tidur.

Namun ketika ia masuk ke kamarnya sendiri, ponselnya berbunyi. Ia mengeluarkan ponsel dari tas dan menatap tulisan yang muncul di layar. Wajahnya langsung berseri-seri. “Kim Bum!”

“Wah, kedengarannya kau sedang gembira.” Suara Kim Bum terdengar agak lelah, namun masih ada tawa di dalamnya. “Kuharap itu karena kau gembira mendengar suaraku.”

Kim So Eun mendengus pelan, namun ia tidak bisa mencegah senyum lebar yang muncul di wajahnya. “Kau sudah ada di Paris?”

“Mmm,” gumam Kim Bum membenarkan. “Baru turun dari kereta dan orang pertama yang terpikirkan olehku adalah kau. Aneh, bukan?”

“Kau baru memikirkanku setelah turun dari kereta?” gurau Kim So Eun.

“Ah, sebenarnya aku memikirkanmu sepanjang perjalanan pulang,” koreksi Kim Bum. “Dan setiap hari selama aku tidak ada di Paris. Setiap hari. Bahkan setiap jam. Bagaimana kedengarannya?”

Kim So Eun tertawa. “Kedengarannya tidak normal.”

“Kau benar. Ini tidak normal,” desah Kim Bum. “Ngomong-ngomong, kenapa kau belum tidur?”

“Aku baru pulang.”

“Selarut ini?”

Kim So Eun melirik jam tangan. Memang sudah hampir tengah malam.

“Pemotretannya berlangsung lebih lama daripada yang kukira,” katanya. “Tapi kenapa kau masih meneleponku kalau kau memang merasa ini sudah larut?”

“Tadinya aku berencana meninggalkan pesan di kotak suaramu,” aku Kim Bum. “Tapi karena kau ternyata belum tidur, maukah kau membantuku?”

Sebelah alis Kim So Eun terangkat. “Apa?”

“Sudah lama aku tidak melihatmu dan karena aku sudah tiba di Paris kurasa aku tidak akan bisa tidur malam ini kalau aku belum melihatmu,” kata Kim Bum. “Maukah kau melihat keluar jendela?”

Apa? Kim So Eun mengerjap kaget sementara jantungnya mulai berdebar semakin keras dan cepat. Tanpa membuang-buang waktu, ia melompat ke jendela kamar tidurnya dan menyibakkan tirai. Benar saja. Kim Bum sedang berdiri di bawah tiang lampu di seberang jalan di depan gedung flat Kim So Eun. Sebelah tangannya yang tidak memegang ponsel terangkat menyapa Kim So Eun. Wajahnya yang terdongak ke arah Kim So Eun terlihat agak pucat dan lelah, namun senyum yang sangat disukai Kim So Eun itu tetap tersungging di bibirnya.

“Kim Bum,” Kim So Eun merasa hatinya membuncah dan ia tidak bisa menahan senyumnya.

“Atau kau bisa turun sebentar dan membiarkanku melihatmu dari dekat,” tambah Kim Bum pelan.

Kim So Eun tidak ragu sedetik pun. “Tunggu di sana,” katanya, lalu berbalik, melesat keluar dari kamarnya, keluar dari pintu flat dan berlari menuruni tangga. Kurang dari tiga puluh detik kemudian ia sudah menginjak trotoar di depan gedung flatnya.

Ia harus mencegah dirinya berlari menyeberangi jalan dan memeluk Kim Bum. Tanpa melepaskan pandangan dari wajah Kim Bum, Kim So Eun memaksa dirinya berjalan dengan tenang menyeberangi jalan yang sudah sepi dan berhenti di depan Kim Bum.

“Cepat sekali,” komentar Kim Bum sambil tersenyum ke dalam mata Kim So Eun.

Kim So Eun mengangkat bahu. “Ya, semakin cepat aku turun ke sini dan menemuimu, semakin cepat kau bisa pulang dan membiarkan aku tidur.”

Kim Bum tertawa pelan. Lalu ia mengangkat sebelah tangannya dan menyentuh pipi Kim So Eun. “Benarkah?”

Mata Kim So Eun melebar, napasnya tercekat, jantungnya berdebar begitu keras sampai rasanya hampir melompat keluar dari dadanya. Tetapi ia tidak bisa bergerak. Tidak bisa berbicara. Tidak bisa bernapas. Mata Kim Bum yang gelap seola-holah menghipnotisnya. Tangan Kim Bum terasa hangat di pipi Kim So Eun yang dingin.

Kehangatan tangan itu mulai meresap di kulit Kim So Eun dan menjalari seluruh tubuhnya. Sama seperti waktu itu di flat Kim Bum.

Perlahan-lahan tangan Kim Bum bergerak merangkul bahu Kim So Eun dan menariknya mendekat. Dan sebelum Kim So Eun bisa bereaksi, kedua lengan Kim Bum sudah melingkari tubuhnya, menyelubunginya dengan kehangatan. Kim So Eun mengerjap kaget. Kaget karena Kim Bum memeluknya. Kaget karena ia membiarkan Kim Bum melakukannya. Kaget karena rasa aman yang dirasakannya dalam pelukan Kim Bum.

“Ah, senang sekali melihatmu lagi,” gumam Kim Bum di pelipis Kim So Eun.

Kim So Eun pun menghembuskan napas yang ditahannya sejak tadi, seiring dengan ketegangan yang menguap dari tubuhnya. Ia menyandarkan dagunya di bahu Kim Bum dan memejamkan mata. Ia bisa merasakan debar jantung Kim Bum, dan entah kenapa hal itu membuatnya merasakan kedamaian yang belum pernah dirasakannya selama ini.

Lalu suara Kim Bum yang rendah kembali terdengar dari balik kabut kedamaian yang menyelimutinya dengan nyaman. “Apa yang akan kaulakukan besok?”

Sulit rasanya berpikir tentang besok ketika saat ini ia sedang berada dalam pelukan Kim Bum, tetapi Kim So Eun berhasil memaksa otaknya bekerja. “Besok pagi aku harus pergi menemui agenku.”

“Setelah itu?”

“Bersiap-siap untuk menghadiri pertunjukan perdana Baek Suzy.”

Kim Bum tertawa kecil. “Kau tidak perlu menghabiskan seharian mempersiapkan diri.” Ia melepaskan pelukannya, kedua tangannya memegang bahu Kim So Eun, lalu ia mengamati Kim So Eun dari kepala sampai ke kaki, lalu kemblai ke wajah Kim So Eun.

“Menurutku kau sudah sempurna.”

Wajah Kim So Eun pun memanas. Ia yakin wajahnya terlihat merah, bahkan di bawah sinar lampu jalan yang remang-remang.

“Setelah kau menemui agenmu, dan sebelum kita menghadiri pertunjukan Baek Suzy, bagaimana kalau kau menemaniku menghabiskan hari liburku?”

Bagaimana mungkin Kim So Eun menolak sementara Kim Bum tersenyum padanya seperti itu. Dan saat itulah ia menyadari sesuatu, sesuatu yang sudah tersembunyi rapi di dalam hatinya sejak lama, namun kali ini perasaan itu begitu kuat sampai tidak mungkin diabaikan lagi.

Sepertinya ia sudah jatuh cinta pada Kim Bum.

Oh, Tuhan...

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...