Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Sabtu, 06 Agustus 2011
The Right Man (Chapter 23)
Kim So Eun mengucap syukur kepada Tuhan ketika dia menginjak rumahnya kembali. Dia bersyukur masih hidup walaupun harus kehilangan sebagian dari tubuhnya.
Ketika maut sudah terasa begitu dekat, kadang-kadang manusia baru menyadari betapa indah sebenarnya hidup ini. Dan merupakan suatu karunia yang besar jika kita masih boleh menikmati hidup.
Sekarang Kim So Eun menyadari benar, berkumpul bersama anak-anaknya merupakan anugerah Tuhan yang terindah. Sebaliknya anak-anaknya pun kini menyadari betapa mereka merasa kehilangan jika Ibu tidak ada di rumah.
Karena Kim So Eun masih lemah, dia belum dapat naik ke atas. Dia terpaksa tidur di kamar bawah. Dan anak-anaknya berbondong-bondong memindahkan kasur mereka ke kamar itu.
Mereka begitu memperhatikan Kim So Eun. Hampir tidak pernah berhenti melayaninya dan menemaninya. Sampai Kim So Eun pernah berpikir, jika kanker ini tidak singgah di tubuhnya, pernahkan dia merasakan kasih dan perhatian yang begitu besar dari anak-anaknya?
* * *
Lama Kim So Eun mengawasi tabuhnya di depan cermin. Dan air mata perlahan-lahan mengalir menuruni pipinya.
Parut bekas jahitan meninggalkan garis linier yang mengerikan di kulit payudaranya. Payudara kirinya yang menjadi jauh lebih kecil dari payudara sebelahnya tampak kempis dan menggantung. Sungguh tidak menyenangkan untuk dipandang.
Nyeri bahu dan punggung masih sering menyerangnya. Lebih-lebih jika dia mengangkat lengan kirinya. Dan untuk mengurangi sakit, sering secara tak sadar Kim So Eun mengerutkan bahunya. Akibatnya tinggi bahunya menjadi kurang simetris.
"Jangan terlalu sedih," hibur Dokter Song Seung Hun ketika Kim So Eun datang kontrol ke tempat prakteknya. "Kalau terapi radiasi telah lengkap kau jalani, akan kita lakukan pembedahan rekonstruktif. Supaya payudara kirimu tidak terlalu menyedihkan bila dipandang."
Pembedahan lagi! Dan itu berarti biaya tambahan. Dari mana dia memperoleh uangnya?
Sekarang saja rumah tangganya sudah hampir kolaps. Tadi siang, hanya ada nasi, dan kimchi di meja makan. Dan Kim So Eun segera, tahu apa yang terjadi.
"Tidak apa-apa, Baek Suzy," hiburnya ketika Baek Suzy menyatakan penyesalannya karena hanya itu yang dapat dihidangkan. "Makanan seperti ini justru baik bagi Ibu. Sayur-mayur mengandung banyak serat. Dan tidak mengandung minyak."
"Tapi aku tidak suka, Bu!" protes Kim Yoo Jung yang baru pulang sekolah.
Tetapi sebelum mulutnya mengoceh lebih banyak lagi, Lee Young Yoo telah menyepak kakinya.
"Makanan begini sehat kata Ibu!" Lee Young Yoo memelototi adiknya dengan galak. "Sudah, makan saja!!"
“Aku mau kerupuk?"
Baek Suzy mengambil kaleng bekas biskuit dari lemari. Masih ada dua lembar kerupuk di dalamnya.
"Ini bisa untuk teman makan nasi."
Kim Yoo Jung mengambil kerupuk itu dan menggigitnya. Tapi langsung diludahkannya kembali.
"Kim Yoo Jung!" tegur Lee Young Yoo judes. "Kenapa dibuang lagi?"
"Kerupuknya melempem!"
"Mungkin terlalu lama disimpan." Baek Suzy menutup kembali kaleng biskuitnya baik-baik, seolah-olah dia menyimpan segenggam emas. "Atau tutupnya kurang rapat. Makan saja ini Kim Yoo Jung, jangan banyak protes."
Kim So Eun tidak tahan lagi. Diletakkannya sendoknya. Ditinggalkannya meja makan. Anak-anaknya saling pandang dengan perasaan bersalah.
"Ini semua Gara-gara kau, Kim Yoo Jung!" gerutu Lee Young Yoo kesal. "Lihat itu, Ibu jadi sedih!"
Lambat-lambat Kim Yoo Jung menggigit kerupuknya. Menyendok sesuap nasi. Dan mengunyahnya sambil merem melek seakan-akan dia sedang menyantap nasi goreng istimewa yang sangat lezat.
* * *
"Ibu...," bisik Kim Yoo Jung di samping ranjang ibunya. "Ibu sudah tidur? Kalau sudah, biar saja, jangan bangun."
Kim So Eun menyeka air matanya. Membalikkan tubuhnya di tempat tidur. Dan menghadap ke arah Kim Yoo Jung.
"Belum, Sayang. Ada apa?"
"Ibu marah padaku?"
"Tentu saja tidak, Sayang."
"Kenapa Ibu menangis? Tidak mau makan?"
"Ibu sedih."
"Karena aku tidak mau makan kerupuk melempem?"
"Karena Ibu tidak dapat menyediakan makanan yang lebih enak untukmu."
"Jangan menangis, Bu, Kerupuknya sudah habis. Nasinya juga. Piringku sudah bersih, Bu."
"Kau pintar sekali."
Kim So Eun memeluk anaknya dengan terharu. Saat itu Lee Young Yoo melangkah masuk dengan hati-hati.
"Kenapa, Bu?" tanyanya cemas. "Tangan Ibu sakit lagi? Kesemutan? Aku gosok-gosok tangan Ibu, ya? Mau dipijat, Bu?"
Kim So Eun tidak menjawab. Dia hanya merengkuh Lee Young Yoo ke dalam pelukannya. Dan mencium pipinya dengan penuh kasih sayang.
* * *
"Terima kasih telah meminjamkan uang kepada Baek Suzy, Kim Hyun Joong," kata Kim So Eun ketika dia menelepon Kim Hyun Joong di kantornya, Ketika menunggu di praktek Dokter Song Seung Hun. Dan biasanya, pukul lima sore, Kim Hyun Joong masih berada di kantor. Apa salahnya menelepon mengucapkan terima kasih?
"Oh, lupakan saja," sahut Kim Hyun Joong gugup. "Bagaimana keadaanmu?"
"Baik." Ada secercah perasaan tidak enak menjalari hati Kim So Eun ketika mendengar suara laki-laki itu.
Kim So Eun tidak tahu apa sebabnya. Tetapi kegugupan Kim Hyun Joong membuatnya merasa aneh. Mengapa justru Kim Hyun Joong yang gugup? Bukankah dia yang sudah bermurah hati meminjamkan uang? Mengapa Kim So Eun seperti mendengar perasaan bersalah dalam suaranya?
"Kalau sudah memperoleh pekerjaan, akan kucicil hutangku."
"Ah, tidak usah terlalu dipikirkan. Itu tidak seberapa."
Tidak seberapa, pikir Kim So Eun semakin heran. Uang sebanyak itu?
"Bagaimana keadaanmu?"
"Baik."
Mengapa Kim Hyun Joong mengulangi pertanyaan yang sama?
"Anak-anak baik?"
“Terima kasih. Semua sehat."
"Kapan-kapan aku akan menengokmu."
Jadi dia tidak berniat mengunjungiku, pikir Kim So Eun resah. Lalu untuk apa dia menolongku?
* * *
“Ibumu," tukas Kim Hyun Joong murung sambil meletakkan telepon. "Dia tahu kau di sini?"
Baek Suzy menggeleng panik.
"Ibu pergi ke dokter dengan Park Ji Yeon. Ibu tahu saya di kantor Paman?"
"Entahlah. Suaranya kedengaran curiga. Lebih baik kau jangan sering-sering kemari. Ibumu susah dibohongi."
"Katanya Paman mau mengajakku main fllm."
”Iya. Tapi tidak sekarang."
"Lalu kapan, Paman? Aku perlu uang." Ibu belum bekerja lagi. Park Ji Yeon sudah dipecat."
"Kau kan tahu, bermain film tidak semudah itu!" gerutu Kim Hyun Joong kesal. Lagi pula siapa yang mau memakai gadis pincang seperti kau? Apa tidak ada cermin di rumahmu? "Sudahlah, lebih baik kau cepat-cepat pulang, sebelum ibumu sampai di rumah dan ribut mencarimu."
Jadi sebenarnya dia tidak ingin menjadikanku bintang, pikir Baek Suzy kecewa. Gombal! Dia menipuku mentah-mentah.
"Aku perlu uang, Paman," katanya menahan tangis.
"Uang lagi?"
"Paman bilang, datang saja ke kantor kalau perlu."
"Tapi jangan terus-terusan. Aku kan bukan ayahmu!" Kim Hyun Joong melemparkan 500 ribu ke atas meja tulisnya. "Itu yang terakhir!"
* * *
Lama Kim Bum menatap Kim So Eun dengan penuh keharuan.
"Princess...," bisiknya lirih. "Terima kasih, Tuhan, aku masih bisa melihatmu lagi! Rasanya seperti mimpi…"
"Aku sering datang dalam mimpimu?'' Kim So Eun tersenyum lembut.
"Setiap malam." Kim Bum menghampiri wanita itu. Dan memeluknya dengan penuh kerinduan.
Ketika Kim So Eun agak menggelinjang, buru-buru Kim Bum melepaskan pelukannya.
"Sakit?" tanyanya cemas.
"Sedikit."
"Bekas operasimu?" Kim So Eun mengangguk sambil tersenyum pahit.
"Duduklah." Bergegas Kim Bum membimbing Kim So Eun kembali ke bangkunya. "Dengan siapa kau kemari?"
"Park Ji Yeon. Dia menunggu di luar."
"Luka operasimu masih sering sakit?"
"Hanya kadang-kadang."
"Ada keluhan lain?"
“Bahu dan punggung sering sakit. Tangan kiriku juga sering kesemutan. Dokter Song Seung Hun bilang gejala itu sering ditemukan pada pasien pascabedah. Dia memberiku macam-macam obat"
“Tidak ada komplikasi lain?"
"Kata Dokter Song Seung Hun, sampai sekarang semuanya baik.”
"Syukurlah.'' Kim Bum tegak di depan wanita itu Menatapnya dengan tatapan yang membuat paras Kim So Eun memerah. "Kau tidak berubah."
"Kau tidak pandai berdusta." Kim So Eun tersenyum pahit. "Atau kau cuma ingin menghiburku?"
"Kau memang tidak berubah sedikit pun."
"Kalau begitu cermin di rumahku pasti berdusta."
"Kau masih tetap Princess yang kukenal."
"Aku telah kehilangan sebagian tubuhku. Yang terbaik.”
"Aku tidak peduli. Bagiku kau tetap tidak berubah.”
"Aku juga berharap penjara tidak mengubahmu."
"Kau mau menungguku, Princess?” bisik Kim Bum lembut.
"Aku mau, Kim Bum," balas Kim So Eun terharu. "Jika Tuhan masih memberiku kesempatan."
* * *
"Gigi Kim Yoo Jung yang patah ini memerlukan perawatan pulpa," kata Dokter Gigi Jung Yong Hwa kepada Kim So Eun.
*)Pulpa adalah bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh darah.
"Kalau sudah dirawat, gigiku bisa tumbuh lagi tidak, Dokter?” sela Kim Yoo Jung ingin tahu.
"Tidak bisa, Kim Yoo Jung. Karena gigi yang patah ini sudah gigi tetap. Paling-paling ditambal sinar. Mungkin kau harus menunggu lebih lama sampai gigimu ini bisa dijaket."
"Dibelikan jaket?" Kim Yoo Jung melotot lucu.
"Diselongsong, Kim Yoo Jung. Tapi tidak sekarang. Harus tunggu sampai kau lebih besar."
"Tapi aku harus cepat dapat gigi baru, Dokter! Karena aku mau main iklan. Tidak boleh ompong!"
"Iklan apa? Pasta gigi?"
"Susu."
"Jadi anak ompong tidak boleh minum susu?"
“Kalau tidak boleh minum susu, jadi minum apa?"
"Kenapa kau tidak boleh main iklan susu kalau ompong?"
"Tidak tahu. Tapi Tn. Lee Min Ho bilang, Aku tidak boleh ompong."
"Nanti Dokter kenalkan kau dengan teman dokter yang biasa membuat iklan, ya. Siapa tahu dia mau memakaimu."
"Tapi harus cepat, Dokter!"
"Kenapa harus buru-buru?"
"Karena aku perlu Uang!"
"Kim Yoo Jung!" potong Kim So Eun cemas. "Maaf, Dokter, Kim Yoo Jung memang bawel!"
“Tidak apa-apa, Nyonya. Saya suka Kim Yoo Jung. Dia lucu dan spontan!"
"Tapi dia semakin cerewet kalau dilayani, Dokter!
Dokter Gigi Jung Yong Hwa cuma tersenyum.
"Kau perlu uang untuk beli sepeda?"
"Untuk Ibu berobat." sahut Kim Yoo Jung lantang, tanpa ragu sedikit pun.
"Kim Yoo Jung?" tegur Kim So Eun sekali lagi.
Tetapi Dokter Jung Yong Hwa malah bertanya lagi Setelah melirik Kim So Eun sekilas.
"Ibumu sakit?"
"Kanker."
"Maaf...."
Sekarang Dokter Jung Yong Hwa menoleh ke arah Kim So Eun dengan terkejut.
“Tidak apa-apa, Dokter. Kim Yoo Jung memang cerewet."
“Tolong ya, Dokter, kenalkan aku pada teman Dokter," sela Kim Yoo Jung bersemangat. “Tanyakan padanya, aku dapat uang berapa kalau main iklan."
"Pasti, Kim Yoo Jung," sahut Dokter Jung Yong Hwa mantap. "Sekarang buka mulut, ya."
* * *
"Baek Suzy!" Kim So Eun memandang putrinya yang baru keluar dari kamar mandi dengan cemas. "Kau sakit?”
Wajah Baek Suzy yang pucat bertambah putih ketika melihat ibunya.
"Cuma masuk angin, Bu...," suaranya gemetar ketakutan. "Ibu mau kopi? Aku buatkan kopi dulu, ya?”
"Tidak usah, kau istirahat saja."
Kim So Eun membimbing anaknya ke kamar. Memaksanya berbaring di tempat tidur. Disentuhnya dahi Baek Suzy. Aneh. Tidak panas. Tetapi mengapa dia muntah-muntah begitu hebat?
Tangan kaki Baek Suzy terasa dingin. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya. Wajahnya pucat pasi. Dan matanya berkeliaran dengan gelisah.
"Masih mual, Baek Suzy? Ibu ambilkan teh panas, ya?"
"Mungkin maag-ku kambuh, Bu."
"Sejak kapan kau punya sakit maag?"
"Dari kemarin dia muntah-muntah," kata Nenek yang baru masuk ke kamar membawa secangkir teh panas.
"Ini cuma masuk angin, Nek!"
"Masa masuk angin setiap pagi?" gerutu Nenek sambil menyodorkan teh panasnya. "Ini, minum dulu."
Baek Suzy bangkit dari tempat tidur. Dan menghirup teh panasnya. Rasa mualnya berkurang sedikit. Tetapi tidak hilang.
"Barangkali kau terlalu capek, Baek Suzy. Hari ini tidak usah ke pasar. Tidur saja di sini, di ranjang Ibu, ya."
"Ah, aku tidak apa-apa, Bu," gumam Baek Suzy lirih. "Ibu tidak usah khawatir."
Padahal dalam hati, Baek Suzy justru sedang khawatir sekali. Sudah dua hari dia muntah-muntah setiap pagi. Dan haidnya sudah terlambat setengah bulan....
Dan sorot ketakutan di mata Baek Suzy memacu kecurigaan yang lebih besar di benak Kim So Eun. 15 belas tahun dia telah membesarkan putrinya. Menemaninya di kala sakit. Belum pernah dia melihat Baek Suzy ketakutan seperti ini....
Bersambung…
Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6 ... Chapter 15
Chapter 5 ... Chapter 16
Chapter 4 ... Chapter 17
Chapter 3 ... Chapter 18
Chapter 2 ... Chapter 19 ... Chapter 22
Chapter 1 ... Chapter 20 ... Chapter 21
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar