Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Spring Love (Chapter 9)



Ketika pulang malam itu, Kim So Eun menemukan flat dalam keadaan kosong. Kim Heechul dan Baek Suzy belum pulang. Kim So Eun mendesah dan berjalan ke dapur. Tidak ada Kim Heechul berarti tidak ada makan malam. Ia meletakkan tas besarnya ke atas meja dapur dan membuka kulkas. Ia menemukan Cottage Pie yang sudah dimakan setengah. Entah milik siapa, tapi Kim So Eun tidak peduli. Tidak ada catatan yang tertempel di sana yang menyatakan bahwa cottage pie itu tidak boleh dimakan. Lagi pula Kim So Eun lapar. Ia memasukkan cottage pie ke dalam microwave, lalu meraih tasnya dan masuk ke kamarnya.

Cottage Pie

Empat puluh menit kemudian ia sudah selesai mandi, keramas, dan duduk di depan televisi di ruang tengah sambil melahap cottage pie-nya. Tayangan berita di televisi tidak berhasil menarik perhatiannya. Pikirannya selalu kembali kepada kejadian siang tadi dan tanpa sadar ia menusuk cottage pie-nya dengan tenaga yang lebih besar daripada yang diperlukan.

Tiba-tiba ponselnya yang tergeletak di meja berbunyi dan lamunannya buyar. Alisnya terangkat ketika membaca nama yang muncul di layar. “Apa?” katanya singkat setelah ponsel ditempelkan ke telinga.

“Kenapa kau marah-marah padaku?”

Waluapun Kim So Eun tidak menyadarinya, tetapi kini hanya mendengar suara Kim Bum saja bisa membuat sudut-sudut bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman. Seperti sekarang.

“Aku tidak marah,” kata Kim So Eun, mencegah senyumnya terdengar dalam suaranya.

“Aku pikir kau rindu padaku.”

Kim So Eun mendengus. “Aku sudah pasti tidak rindu padamu.”

“Kalau begitu kau mau aku menutup telepon?”

“Kenapa kau meneleponku?”

Kim Bum tertawa, lalu berkata, “Ada yang ingin kukatakan padamu.”

“Apa? Katakan saja.”

“Sekarang kau ada di rumah?”

“Mmm.”

“Aku ingin kau melihat ke luar jendela. Ada sesuatu di sana.”

Kim So Eun mengerutkan kening. “Apa maksudmu? Jangan menakutiku, Kim Bum.”

“Tidak, tidak. Justru yang akan kaulihat itu akan membuatmu gembira. Lihatlah ke luar jendela.”

Kim So Eun berdiri dan berjalan ke jendela. “Apa yang harus kulihat?” tanyanya sambil menyibakkan tirai dan mendongak menatap langit gelap di atas sana. Tetapi tidak terlihat apa pun. Bintang pun tidak ada. “Tidak ada apa-apa, Kim Bum. Memangnya menurutmu langit yang hitam bisa membuatku gembira?”

“Itu karena kau melihat ke arah yang salah,” kata Kim Bum.

“Apa?”

“Lihat ke bawah.”

Kim So Eun menunduk menatap jalan di bawah sana dan matanya langsung melebar melihat Kim Bum berdiri di trotoar di depan gedung flatnya. “Oh, Tuhan,” gumamnya tanpa sadar.

Kim Bum tersenyum lebar dan mengangkat tangannya yang tidak memegang ponsel. “Halo. Kau gembira melihatku, bukan?” katanya.

Kim So Eun mendesah berat, namun ia tidak bisa mencegah dirinya tersenyum.

“Kim Bum, sedang apa kau di situ?”

“Temanmu ada di rumah?” tanya Kim Bum.

“Tidak. Mereka belum pulang.”

“Kalau begitu kau bisa turun sebentar?”

Kim So Eun tahu kenapa Kim Bum tidak memilih naik ke flatnya. Walaupun mereka berteman baik dan Kim So Eun tidak menganggap Kim Bum sama dengan laki-laki lain, sepertinya Kim Bum tahu Kim So Eun masih merasa tidak nyaman apabila berdua saja dengannya di dalam ruangan tertutup. “Tunggu di sana,” kata Kim So Eun ke ponselnya.

“Aku akan segera turun.”

Tidak lama kemudian mereka sudah duduk di ayunan di taman bermain anak-anak yang tidak jauh dari flatnya. Kim Bum merogoh saku jaketnya dan mengulurkan sehelai saputangan kepada Kim So Eun. “Aku datang ke sini untuk mengembalikan ini,” katanya.

Kim So Eun menerimanya dengan kening berkerut heran. “Ini bukan milikku.”

“Memang bukan. Itu milik temanmu, Park Shin Hye,” kata Kim Bum. “Dia meninggalkannya ketika kami makan siang tadi.”

Kim So Eun mengeluarkan suara yang terdengar seperti dengusan dan tawa pendek.

“Aku tidak percaya ini. Dia memakai tak-tik saputangan,” gumamnya lirih.

“Apa katamu?”

“Tidak apa-apa,” kata Kim So Eun cepat. “Lalu kenapa kau tidak mengembalikannya sendiri kepadanya? Aku yakin itu yang diinginkannya.”

“Aku pasti sudah melakukannya kalau aku tidak menghilangkan nomor teleponnya,” sahut Kim Bum ringan.

Kim So Eun berdeham pelan. “Makan siang kalian menyenangkan?”

Kim Bum mengangguk. “Tentu saja.”

“Aku yakin begitu,” kata Kim So Eun, tidak sanggup menyingkirkan nada tajam dalam suaranya. Lalu ia melirik Kim Bum dan menambahkan, “Ngomong-ngomong, dia juga tertarik padamu.”

“Oh ya?”

“Dia mencekokiku dengan ratusan pertanyaan tentangmu setelah kami bertemu denganmu tadi,” sahut Kim So Eun. “Aku yakin dia pasti ingin kau sendiri yang mengembalikan saputangan ini kepadanya. Dia pasti berharap kau meneleponnya. Bagaimanapun juga, dia sudah memberikan nomor teleponnya kepadamu.”

Kim Bum menoleh menatapnya dan tersenyum. “Menurutmu begitu? Benar juga. Mungkin aku harus mencari nomor teleponnya lagi. Mungkin aku memang harus mengembalikan saputangan itu sendiri kepadanya.”

Tetapi Kim So Eun tidak menunjukkan tanda-tanda ia akan melepaskan saputangan yang dipegangnya.

“Apa pendapatmu tentang Park Shin Hye?” tanya Kim So Eun, tidak bisa menahan diri.

“Temanmu orang yang menyenangkan,” sahut Kim Bum ringan. “Cantik, ramah, lucu, dan tidak pernah kehabisan bahan obrolan.”

Kim So Eun memberengut ke arah saputangan dalam cengkeramannya.

“Bisa dibilang dia benar-benar tipeku,” tambah Kim Bum. “Tapi...”

Kim So Eun meliriknya. “Tapi apa?”

Kim Bum mengangkat bahu. “Entah tipe seperti itu tidak lagi menarik minatku,” katanya terus terang. Lalu ia menatap Kim So Eun dan berkata, “Aku rasa sekarang ini aku menginginkan sesuatu yang dulunya bukan tipeku.”

Kim So Eun tidak mengerti. Jadi ia hanya balas menatap Kim Bum tanpa berkata apa-apa. Sedetik kemudian Kim Bum mendesah dan merogoh saku bagian dalam jaketnya.

“Ini alasan kedua aku datang ke sini,” katanya sambil mengacungkan sekeping CD dalam kotak bening.

“Apa itu?”

“Video musik kita waktu itu. Ini hasil akhirnya. Aku pikir kau pasti ingin melihatnya.”

“Benarkah?” Senyum Kim So Eun mengembang. “Kau sudah melihatnya?”

Kim Bum mengangguk. “Tentu saja. Penampilanmu hebat.”

Kim So Eun menatap CD itu, lalu menoleh ke arah Kim Bum. Ia ragu sejenak, lalu bertanya, “Kau mau melihatnya bersamaku? Di flatku?”

Kim Bum balas menatapnya. “Kau yakin?”

Kim So Eun tersenyum dan mengangguk. “Ya.”

* * *

“Kim So Eun, apakah itu kau?” Suara pria itu langsung menyambut mereka begitu mereka memasuki flat. Alis Kim Bum berkerut. Suara laki-laki?

“Ya, ini aku,” Kim So Eun balas berseru.

“Sayang, apakah kau yang menghabiskan cottage pie yang kusimpan di dalam kulkas?” tanya suara itu lagi, yang sepertinya berasal dari arah dapur.

“Itu Kim Heechul,” kata Kim So Eun kepada Kim Bum.

Kim Heechul? Tapi... Sebelah alis Kim Bum terangkat dan ia menoleh menatap Kim So Eun.

“Sayang?” gumamnya pelan.

Kim So Eun mengerjap. “Ah, itu...”

Namun sebelum Kim So Eun sempat menjelaskan, seorang laki-laki bertubuh ramping, tinggi dan berambut gelap muncul dari dapur. “Kim So Eun, apakah kau yang menghabiskan cottage pie…oh!” Kata-katanya terhenti ketika ia menyadari bahwa mereka kedatangan tamu.

Kim So Eun buru-buru memperkenalkan mereka. “Kim Heechul, perkenalkan ini Kim Bum. Kim Bum, ini teman satu flatku yang lain, Kim Heechul.”

“Kim Bum? Kim Bum yang itu?” kata Kim Heechul sambil menatap Kim Bum dengan matanya yang berkilat-kilat. Senyumnya mengembang dan ia menjabat tangan Kim Bum. “Senang sekali akhirnya bertemu denganmu. Aku sudah mendengar banyak cerita tentang dirimu. Biar kukatakan padamu, kau sama persis seperti yang mereka gambarkan padaku. Ayo, masuklah. Kau mau minum? Sudah makan malam? Oh, Kim So Eun, lupakan saja soal cottage pie itu. Kau boleh makan apa pun sesuka hatimu.”

“Sebenarnya Kim Bum datang ke sini untuk menunjukkan video musik yang kami kerjakan beberapa minggu yang lalu,” kata Kim So Eun.

“Oh, video musik itu?” tanya Kim Heechul sambil bertepuk tangan. “Boleh aku ikut menonton?”

“Tentu saja,” sahut Kim Bum ringan.

Tepat pada saat itu pintu terbuka dan seorang gadis berambut panjang melangkah masuk. “Halo? Kenapa kalian semua berkerumun di belakang pintu? Oh, rupanya ada tamu.”

Kim Bum ingat gadis itu. Kalau tidak salah namanya Baek Suzy, teman Kim So Eun yang pernah dijumpainya di taman beberapa minggu yang lalu.

Kim So Eun kembali memperkenalkan mereka. “Baek Suzy, masih ingat Kim Bum? Kim Bum, ini Baek Suzy.”

“Kami akan menonton video musik yang mereka bintangi bersama,” sela Kim Heechul sementara Baek Suzy dan Kim Bum bertukar sapa.

“Oh, bagus. Aku juga ingin ikut menonton,” kata Baek Suzy.

“Ayo, semuanya pindah ke ruang duduk,” seru Kim Heechul sambil menggiring mereka ke ruang duduk yang kecil dan nyaman. “Sepertinya masih ada anggur merah yang tersisa. Tunggu, akan kuambilkan. Dan juga masih ada sherry trifle yang kubuat kemarin. Baek Suzy, Sayang, kau bisa membantuku di dapur? Biar Kim So Eun saja yang menemani tamu kita sebentar.”

Sherry Trifle

Kim Bum tersenyum mengamati kedua teman satu flat Kim So Eun keluar dari ruang duduk dan berjalan ke dapur sambil terus mengobrol. Ia menduga suasana di flat ini tidak pernah sepi. Dan ia menyukai kenyataan itu. Flat yang nyaman dan teman-teman yang ramah.

Kim So Eun menoleh kepada Kim Bum dan tersenyum meminta maaf. “Mereka agak berisik, bukan?”

Kim Bum tertawa, lalu berkata, “Aku sama sekali tidak keberatan. Kau punya teman-teman yang luar biasa. Aku iri padamu.” Dan itu memang benar.

“Kau boleh mengambil mereka dari sini kapan saja,” gurau Kim So Eun.

“Ngomong-ngomong, kau tidak pernah bilang bahwa teman satu flatmu ternyata laki-laki,” kata Kim Bum, tiba-tiba teringat pada persoalan yang mengganggunya sejak ia masuk ke flat ini.

Kim So Eun memiringkan kepala dan berpikir-pikir. “Aku yakin aku pernah menyebut-nyebut soal Kim Heechul.”

“Memang. Tapi kau hanya bilang bahwa kau punya dua teman yang tinggal satu flat denganmu. Baek Suzy dan Kim Heechul. Kukira Kim Heechul itu wanita,” kata Kim Bum. Ia ragu sejenak, lalu bertanya, “Apakah dia...?”

“Ya, dia gay,” sahut Kim So Eun, langsung tahu apa maksud Kim Bum. Namun matanya menyipit ketika menatap Kim Bum. “Tapi kuharap kau tidak mempermasalahkan kenyataan itu.”

Kim Bum menggeleng. “Tidak, sama sekali tidak. Mungkin kau tidak percaya, tapi aku senang dia gay.”

Alis Kim So Eun berkerut bingung, namun ia tersenyum.

Tetapi apa yang dikatakan Kim Bum tadi benar. Karena ia yakin wanita mana pun ingin tenggelam dalam mata indah Kim Heechul. Bahkan mungkin Kim So Eun juga akan mengakuinya. Oh, sialan, jangan-jangan...

“Apakah kau juga tertarik pada matanya?” tanya Kim Bum tiba-tiba sambil menatap Kim So Eun lurus-lurus. Ia sadar pertanyaannya terdengar aneh dan tidak berhubungan, tetapi ia sungguh tidak bisa menahan diri.

Kali ini Kim So Eun tertawa. “Apa maksudmu?”

“Maksudku, apakah kau berharap dia bukan gay?” tanya Kim Bum, lalu merasa pertanyaannya semakin aneh. “Maksudku, apakah kau merasakan sesuatu... Oh, sialan. Lupakan saja kata-kataku. Aku sendiri tidak mengerti apa yang ingin kukatakan.”

Hening sejenak sementara Kim Bum mengomeli ketololannya sendiri. Sesaat kemudian Kim So Eun memecah keheningan. “Tidak,” katanya.

Kim Bum kembali menoleh kepadanya. “Apa?”

Kim So Eun tersenyum kecil. “Jawaban untuk pertanyaanmu,” sahutnya. “Apakah aku tertarik pada matanya? Tidak.”

Kim Bum menatap mata Kim So Eun dan ia merasa dirinyalah yang mulai tenggelam dalam mata hitam itu. “Oh,” gumamnya tidak jelas.

“Apakah aku berharap dia bukan gay?” Kim So Eun mengulangi pertanyaan Kim Bum tadi, lalu menjawab sendiri, “Tidak.”

Saat itu, suara Kim So Eun seolah-olah menyihirnya. Kim Bum tidak bisa melakukan apa-apa selain menatap gadis yang duduk di sampingnya di sofa di ruang duduk kecil itu dan mendengarkan setiap patah katanya. Ia juga sadar bahwa ia menahan napas.

Kim So Eun kembali melanjutkan, “Apakah aku merasakan sesuatu...?” Ia menatap Kim Bum dengan mata berkilat-kilat tertawa. “Ya.”

Apa? Apa? Kim Bum merasa jantungnya seolah-olah jatuh ke lantai. Oh, sialan.

Namun sebelum Kim Bum sadar sepenuhnya, atau sebelum ia sempat mencerna kata-kata Kim So Eun, atau sebelum perasaan aneh itu mulai mengacaukan otak dan indranya, ia mendengar suara Kim Heechul yang lantang dan ceria, “Siapa yang mau sherry trifle?”

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...