Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Spring Love (Chapter 7)



Kim Bum membawanya ke sebuah restoran kecil yang belum pernah dikunjungi Kim So Eun sebelumnya. Mungkin tempat itu tidak bisa disebut restoran, karena tempat itu hanya semacam toko kecil sempit yang khusus menjual Sandwich Ikan dan Kentang Goreng yang menurut Kim Bum adalah yang paling enak di seluruh penjuru Paris. Tanpa meja atau kursi di dalam toko, jadi orang-orang menikmati Sandwich Ikan dan Kentang Goreng mereka di tepi jalan, di bangku taman, atau sambil jalan. Walaupun begitu toko itu sangat ramai. Antrean pembelinya sangat panjang sampai ke luar toko.

“Jadi kau belum pernah ke sini?” tanya Kim Bum setelah ia menerima dua bungkus Sandwich Ikan dan Kentang Goreng yang dipesannya dan keluar ke jalan.

Kim So Eun menggeleng sambil menerima salah satu bungkusan yang diulurkan Kim Bum dengan alis terangkat. Ternyata Sandwich Ikan dan Kentang Goreng di sini hanya dibungkus kertas seadanya. Sama sekali tidak... ya, tidak berkelas.

Kim Bum terkekeh pelan. “Jangan biarkan penampilannya menipumu,” katanya, seolah-olah bisa membaca pikiran Kim So Eun. “Walaupun penampilan luarnya berantakan, isinya benar-benar berbeda.”

Kim So Eun membuka pembungkusnya sedikit dan langsung mencium aroma harum. Perutnya pun otomatis berbunyi pelan. Ia memandang berkeliling dan bertanya, “Kita akan makan di mana?”

Kim Bum menggerakkan kepalanya. “Ayo, ikut aku.”

Sekali lagi Kim So Eun mendapati dirinya mengikuti Kim Bum. Ia agak heran menyadari bahwa laki-laki itu sepertinya lebih mengenal Paris daripada dirinya sendiri, padahal Kim So Eun sudah tinggal di sini selama hampir tiga tahun. Ternyata Kim Bum membawanya ke sebuah taman kecil tidak jauh dari sudut jalan. Kim So Eun juga harus mengakui dalam hati bahwa ini adalah pertama kalinya ia melihat taman ini, atau menyadari keberadaan taman ini di kota Paris.

Taman itu hanya sebuah taman kecil di sudut jalan, dengan jalan setapak mengelilingi kolam yang tidak terlalu besar dan pepohonan yang berderet disepanjang jalan setapak. Kim So Eun menengadah menatap langit. Matahari terlihat mulai mengintip dari balik awan dan mengintip dari sela-sela dedaunan. Kicau burung yang sesekali terdengar di antara hembusan angin menambah kesan damai ditaman itu.

Sebenarnya inilah salah satu hal yang sangat ingin dilakukan Kim So Eun, tetapi ia belum pernah mendapat kesempatan melakukannya. Berjalan-jalan santai di tama nkota, atau duduk di salah satu bangku panjang yang sering dilihatnya di sana dan tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk di bawah sinar matahari dan menikmati hari. Tanpa melakukan apa-apa. Tetapi selama ia tinggal di Paris, belum pernah sekali pun ia berhasil mewujudkan keinginannya. Pekerjaannya membuatnya selalu sibuk, selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Tidak pernah berhenti sebentar untuk sekadar berdiri dan memandang sekeliling.

“Bagaimana kalau kita duduk di sini saja?”

Suara Kim Bum membuyarkan lamunannya. Kim So Eun menoleh dan melihat Kim Bum menunjuk salah satu bangku panjang kosong bercat hijau yang berderet di pinggiran jalan setapak, menghadap kolam. Beberapa bangku di sana sudah terisi.

Kim So Eun melihat sepasang suami-istri tua duduk sambil mengobrol di bangku lain, lalu ada seorang pria yang duduk membaca koran sambil menggigit sebuah apel dibangku yang agak jauh dari sana, juga ada dua wanita yang mendorong kereta bayi di sepanjang jalan setapak sambil tertawa-tawa.

“Jangan katakan padaku kau juga belum pernah datang ke sini,” kata Kim Bum ketika Kim So Eun sudah duduk di sampingnya.

“Memang belum,” kata Kim So Eun. Matanya melahap pemandangan indah di sekelilingnya. Suasana taman yang tenang menyejukkan jiwanya, membuat hatinya terasa ringan melayang, membuat seulas senyum senang tersungging di bibirnya tanpa sadar.

“Aku suka di sini.” Kim Bum memasukkan sepotong kentang goreng ke dalam mulut. “Ini salah satu tempat yang selalu kukunjungi setiap kali aku datang ke Paris,” katanya. “Taman ini selalu indah di musim apa pun. Musim semi, musim panas, musim gugur, musim dingin, sebut saja. Tapi aku paling suka taman ini di musim semi, ketika bunga-bunga mulai bermekaran.”

Kim So Eun memandang berkeliling. Ia tidak melihat ada banyak bunga yang mekar di sana.

“Sekarang memang bunganya belum muncul,” kata Kim Bum, lagi-lagi berhasil membaca pikiran Kim So Eun. “Tunggu beberapa minggu lagi dan kau akan lihat nanti.”

Kim So Eun mengangguk-angguk, lalu membuka bungkusan makan siangnya dan mulai makan. Sedetik kemudian, matanya melebar dan ia menoleh menatap Kim Bum. “Astaga, ini benar-benar enak,” katanya.

Kim Bum tersenyum lebar. “Kubilang juga apa.”

Kim So Eun ikut tersenyum dan selama dua atau tiga menit mereka makan tanpa suara, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kemudian Kim So Eun menghela napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. “Ini pertama kalinya aku makan sambil duduk di taman,” katanya.

“Kau mengalami banyak hal baru hari ini, bukan?” kata Kim Bum. “Pertama kali makan Sandwich Ikan dan Kentang Goreng paling enak di seluruh Paris, pertama kali menginjak taman ini, pertama kali makan di taman.”

Kim So Eun mengangguk.

“Pertama kali mendapat teman makan yang menyenangkan seperti aku?”

Kim So Eun menoleh menatap Kim Bum dan tertawa kecil. Lalu ia mengangkat bahu dan menjawab, “Mungkin.”

Kim Bum tersenyum. “Itu sudah cukup bagus untukku.”

Beberapa menit berlalu tanpa suara, hanya terdengar hembusan angin yang lembut dan kicauan burung. Kim So Eun memejamkan mata sejenak. Suasananya benar-benar damai sampai ia merasa ia bisa tidur di sini.

“Kau sering mengunjungi taman seperti ini ketika kau masih tinggal di Jepang?”

Suara Kim Bum membuat Kim So Eun membuka mata. “Tidak,” sahutnya setelah berpikir sejenak. Baik di Tokyo atau di Paris, jadwal kerjanya selalu padat. Ia tidak pernah bisa bersantai. “Sebenarnya aku sudah lupa kapan terakhir kalinya aku mengunjungi taman mana pun. Di Kyoto-kah?”

“Kau tinggal di Kyoto?” tanya Kim Bum.

“Apa? Oh, tidak. Aku tinggal di Tokyo. Orangtuaku yang tinggal di Kyoto,” sahut Kim So Eun ringan. “Ayahku tidak terlalu suka tinggal di Tokyo, jadi ayah dan ibuku pindah ke Kyoto dan membuka toko barang antik di sana. Aku dan adikku tetap di Tokyo karena saat itu kami tidak mau pindah sekolah. Jadi...” Sadar bahwa ia sudah bercerita lebih banyak tentang keluarganya daripada yang diinginkannya, Kim So Eun menghentikan diri sendiri dan bergumam, “Begitulah.”

Tetapi sepertinya Kim Bum tidak menyadari ucapan Kim So Eun yang terhenti tiba-tiba. Ia merenung sejenak, lalu menatap Kim So Eun. “Kau tidak terlihat seperti orang Jepang,” katanya.

Kim So Eun tersenyum tipis. “Aku sudah sering mendengarnya. Nenekku orang Korea.”

“Rupanya begitu,” gumam Kim Bum sambil mengangguk-angguk. Lalu ia tiba-tiba mengalihkan pertanyaan, “Jadi kau punya adik?”

Kim So Eun mengangguk.

“Aku punya seorang kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki,” lanjut Kim Bum.

“Mm, aku pernah mendengarnya dari Song Hye Gyo,” kata Kim So Eun sambil merenung.

Kim Bum menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Wah, ternyata kau sudah bertanya-tanya pada orang lain tentang aku?”

Kim So Eun mendengus, tapi tidak menjawab.

“Kakak perempuanku adalah mantan model yang kini berprofesi sebagai perancang busana. Kakak laki-lakiku... ya, dia dulu seorang produser acara televisi.” Kim Bum berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Kalau kau sudah diberitahu tentang kakakku, kau pasti tahu bahwa beberapa tahun lalu dia mengalami kecelakaan parah dan sempat koma selama dua bulan sebelum akhirnya meninggal dunia.”

Kim So Eun melirik Kim Bum sekilas, tetapi tidak berkata apa-apa. Kim Bum hanya duduk di sana dan menatap kosong ke depan. Karena tidak ingin suasana menyenangkan ini hancur gara-gara kenangan yang tidak menyenangkan, Kim So Eun mengalihkan pembicaraan. “Aku punya Adik Perempuan.”

Mata Kim Bum melebar. “Benarkah? Pasti menyenangkan rasanya punya adik dan tidak menjadi anak bungsu sepertiku.” gumam Kim Bum. “Apakah wajah kalian mirip?”

Kim So Eun mengangguk.

“Dia juga model?”

Kim So Eun menggeleng. “Dia bekerja di perpustakaan di Tokyo.”

“Oh.” Kim Bum sambil mengangguk-angguk. “Dia juga galak sepertimu?”

Kali ini Kim So Eun menoleh ke arahnya dengan alis berkerut. “Aku tidak galak.”

“Baiklah, baiklah. Kau tidak galak,” sela Kim Bum cepat, lalu mengangkat bahu, “hanya sedikit... ya, menakutkan.”

Melihat Kim Bum tersenyum lebar, Kim So Eun memalingkan wajah dan tertawa.

Kim Bum mengamatinya dengan tatapan merenung, lalu ia berkata, “Siapa yang menyangka untuk melihatmu tertawa aku hanya perlu membelikan Sandwich Ikan dan Kentang Goreng dan mengajakmu ke taman?”

Kim So Eun kembali menatap Kim Bum dan selama dua detik mereka hanya bertatapan. Sebelum Kim So Eun sempat membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, bukannya ia ingin mengatakan sesuatu, karena otaknya mendadak kosong dan suaranya juga terbang entah ke mana. Ia mendengar seseorang menyerukan namanya.

“Hei, Kim So Eun!”

Kim So Eun menyeret tatapannya dari mata Kim Bum dan menoleh. Ternyata yang memanggilnya adalah Baek Suzy, dan gadis itu sudah berdiri di samping Kim So Eun. “Oh, Baek Suzy.”

“Kebetulan sekali bertemu di sini,” kata Baek Suzy dengan mata bersinar-sinar gembira. Ia menunjuk ke balik bahunya dengan ibu jari. “Aku baru selesai mengikuti audisi dan aku akan pergi makan siang bersama teman-temanku.”

Kim So Eun memandang melewati bahu Baek Suzy dan melihat lima teman Baek Suzy menunggu agak jauh dari sana.

“Kau sudah makan? Kalau belum, ikut saja dengan kami,” kata Baek Suzy. Lalu matanya beralih kepada Kim Bum yang duduk di samping Kim So Eun. “Tentu saja temanmu juga harus ikut.”

Tidak salah lagi. Kim So Eun mengenali kilatan penuh minat di mata Baek Suzy.

Temannya itu pasti heran melihat Kim So Eun duduk-duduk di taman bersama seorang laki-laki. Tadi pagi Kim Heechul berkata bahwa ia belum pernah melihat Kim So Eun bersama laki-laki mana pun. Sudah pasti Baek Suzy juga belum pernah melihatnya. Dan Kim So Eun yakin Baek Suzy akan menceritakan kejadian luar biasa ini kepada Kim Heechul kalau ia pulang nanti.

Tiba-tiba Kim So Eun merasakan cubitan di lengannya. Ia meringis dan melotot menatap Baek Suzy. Yang ditatap hanya tersenyum manis kepadanya, lalu kembali menatap Kim Bum. Maksudnya sangat jelas. Kim So Eun mendesah dalam hati, lalu berkata patuh, “Baek Suzy, ini... Kim Bum.” Lalu ia menoleh ke arah Kim Bum. “Ini Baek Suzy, teman satu flatku.”

Baek Suzy menampilkan senyum panggungnya yang paling cerah sementara Kim Bum berdiri dan mengulurkan tangan. “Senang sekali berkenalan denganmu,” kata Baek Suzy sambil menjabat tangan Kim Bum. “Aku tidak tahu Kim So Eun punya teman… aduh!” Ia melotot kepada Kim So Eun yang mencubitnya, lalu kembali memasang senyum cerahnya kepada Kim Bum. “Jadi, kalian mau ikut makan siang bersama kami?”

Kim So Eun melihat Kim Bum juga menyunggingkan senyumnya, yang pastilah menjadikannya model paling diminati di Korea seperti yang dikatakan Song Hye Gyo.

“Terima kasih atas tawaranmu, tapi kami baru saja makan.”

“Oh, begitu,” gumam Baek Suzy sambil menatap Kim So Eun dengan tatapan penuh arti.

“Kalau begitu, Kim So Eun, sampai bertemu di rumah nanti.” Lalu ia menoleh kepada Kim Bum. “Dan sampai jumpa, Kim Bum. Sekali lagi, senang berkenalan denganmu.”

Setelah Baek Suzy kembali kepada teman-temannya dan menghilang dari pandangan, Kim Bum berkata, “Temanmu sepertinya menyenangkan.”

Kim So Eun mengangkat bahu. “Jangan tertipu dengan senyumnya. Kadang-kadang dia bisa menyulitkan.”

“Lebih menyulitkan darimu?”

Kim So Eun meliriknya, lalu tersenyum samar. “Ngomong-ngomong, Aku rasa sudah waktunya kita pergi.”

Kim Bum menatap jam tangannya sekilas. “Benar juga. Sebentar lagi Hyung pasti kalang kabut kalau kita belum muncul.”

Kim So Eun bangkit dan memandang berkeliling untuk yang terakhir kalinya. “Aku harus datang ke sini lagi lain kali,” gumamnya.

“Kalau kau butuh teman, kau boleh mengajakku,” kata Kim Bum.

Kim So Eun menatapnya.

Kim Bum balas menatapnya dengan alis terangkat. “Apa? Kita masih tetap berteman walaupun syuting video musik ini selesai, bukan? Kau boleh menghubungiku, kau tahu, kalau kau butuh teman. Misalnya kalau kau merasa tidak ingin makan siang sendirian, atau misalnya kau tidak ingin duduk sendirian di taman.”

Kim So Eun berpikir sejenak, lalu perlahan-lahan, ia menghela napas panjang dan tersenyum tipis. “Akan kuingat itu,” katanya.

* * *

Kim So Eun benar ketika berpikir Baek Suzy pasti akan bercerita kepada Kim Heechul tentang dirinya yang terlihat duduk di taman berdua dengan laki-laki. Tetapi ia salah ketika mengira Baek Suzy akan menunggu sampai ia pulang ke rumah baru menceritakannya. Malah begitu sudah menghilang dari pandangan Kim So Eun, Baek Suzy langsung mengeluarkan ponsel dan menghubungi Kim Heechul.

“Kau melihat apa?” tanya Kim Heechul di ujung sana. Suara berisik panci, piring, dan seruan orang-orang terdengar di latar belakang.

“Aku melihatnya bersama seorang laki-laki di taman,” kata Baek Suzy sekali lagi.

“Dan aku melihat dia tersenyum.”

“Siapa? Kim So Eun?”

“Tentu saja Kim So Eun. Siapa lagi?” cetus Baek Suzy. “Mereka bahkan makan siang bersama! Aku hampir tidak percaya melihatnya.”

“Oh, mungkinkah laki-laki itu adalah laki-laki yang diceritakannya padaku tadi pagi?” gumam Kim Heechul, lebih pada dirinya sendiri.

“Apa?”

Kim Heechul menceritakan apa yang terjadi di dapur flat mereka tadi pagi, apa yang dikatakan Kim So Eun, dan apa yang dirasakan Kim Heechul sendiri. “Bagaimana menurutmu?” tanya Kim Heechul pada akhirnya.

Baek Suzy mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjuk. “Aku rasa kau benar.”

“Laki-laki itu, bagaimana tampangnya?” tanya Kim Heechul. Baek Suzy bisa mendengar tawa dalam suaranya.

“Sangat tampan. Benar-benar tipemu,” kata Baek Suzy sambil terkekeh pelan. “Dan dia kelihatannya baik.”

“Aduh, aku jadi ingin melihatnya,” erang Kim Heechul. Tetapi suaranya dengan segera berubah serius. “Lalu bagaimana dengan Kim So Eun? Apakah dia baik-baik saja?”

“Ya,” sahut Baek Suzy. “Kau tahu, aku melihatnya tersenyum, bahkan tertawa, bersama laki-laki itu. Sudah lama sekali aku tidak melihatnya seperti itu. Itu bagus, bukan?”

“Ya. Ya, tentu saja,” sahut Kim Heechul. Ia terdiam sejenak, lalu menambahkan, “Aku harap begitu.”

* * *

Bukankah Kim Bum bilang Kim So Eun tidak menyukainya? pikir Song Chang Ui dalam hati sambil mengamati kedua orang itu dari belakang kamera. Apakah yang dinamakan tidak suka itu seperti ini?

Saat itu adalah pengambilan adegan Kim Bum dan Kim So Eun bersama dan hubungan kedua orang itu terlihat baik-baik saja, di depan maupun di belakang kamera. Malah Song Chang Ui agak tidak sabar ketika Kim Bum selalu membuat Kim So Eun kehilangan ekspresi serius yang diinginkannya. Seharusnya mereka berdua berdiri berhadapan dan berpegangan tangan, lalu wajah Kim So Eun perlahan-lahan terangkat menatap Kim Bum, dan setelah itu ia harus tersenyum dengan mata berkaca-kaca karena akhirnya ia berhasil bertemu dengan laki-laki yang selalu menolongnya dan mencintainya dari jauh. Seharusnya itu menjadi adegan yang romantis. Tetapi kenyataannya?

“Kim Bum, kita tidak sedang membuat film komedi di sini,” Song Chang Ui memperingatkan dari belakang kamera.

Kim Bum berbalik dan membungkukkan badan meminta maaf. Kim So Eun juga ikut membungkukkan badan, tetapi ia melakukannya sambil membekap mulut dengan tangan, menahan tawa.

Song Chang Ui menghembuskan napas. “Sekali lagi,” katanya.

“Astaga, jangan tertawa terus. Aku jamin kau tidak mau melihat Hyung kalap,” kata Kim Bum kepada Kim So Eun, namun Song Chang Ui bisa melihat mata Kim Bum bersinar-sinar tertawa. Lalu ia menunduk dan mengatakan sesuatu kepada Kim So Eun yang tidak terdengar oleh Song Chang Ui, dan sedetik kemudian gadis itu menatap Kim Bum dengan matanya yang indah itu dengan tatapan heran, lalu melirik Song Chang Ui, dan akhirnya kembali menatap Kim Bum yang mengangguk-angguk kecil.

Song Chang Ui menghela napas dan menggeleng-geleng. Anak itu benar-benar...

Kemudian ia melihat senyum Kim So Eun perlahan-lahan mengembang. Oh, oh, oh!

Song Chang Ui dengan cepat memberi isyarat kepada kamerawan yang memegang kamera satu untuk mengambil gambar close-up. Segera saja wajah Kim So Eun yang tersenyum memenuhi monitor di hadapan Song Chang Ui.

Sangat bagus, pikir Song Chang Ui sambil tersenyum senang. Ia sudah pasti bisa memakai gambar ini nanti. Song Chang Ui kembali mengangkat wajah dan menatap kedua orang yang berdiri di depan kamera itu. Ia tidak peduli bagaimana bentuk hubungan mereka. Kim So Eun boleh saja tidak suka pada Kim Bum. Walaupun Song Chang Ui tidak yakin kenyataannya seperti itu dan Kim Bum boleh saja bercanda sesuka hatinya, asalkan Song Chang Ui bisa mendapatkan gambar yang diinginkannya. Hanya itu yang penting. Setidaknya bagi Song Chang Ui. Dan saat ini pekerjaan harus tetap dilanjutkan.

Song Chang Ui bertepuk tangan dua kali dan berseru, “Semuanya kebali ke posisi awal. Kita coba sekali lagi.”

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...