Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Spring Love (Chapter 23)



Taksi yang ditumpangi Kim Bum berhenti di seberang gedung apartemen tua bertingkat dua di pinggiran kota Tokyo.

“Di sinikah tempatnya?” tanya Kim Bum kepada si sopir taksi dengan bahasa Jepang yang terdengar agak payah dan terpatah-patah. Tetpai setidaknya si sopir taksi mengerti dan ia mengangguk sebagai jawaban.

“Tunggu sebentar,” kata Kim Bum kepada si sopir. Lalu menggerakkan tangan untuk memperjelas maksudnya. “Tunggu sebentar di sini. Oke?”

Si sopir mengangguk-angguk dan memberi tanda oke dengan tangannya. Kim Bum keluar dari taksi dan memandang berkeliling, sebelah tangannya terangkat ke mata untuk menahan sinar matahari. Daerah ini cukup sunyi, namun bukan sunyi yang menakutkan. Rasanya seperti sunyi yang menenangkan. Ia menunduk ke arah kertas lusuh di tangannya. Lusuh karena sudah sering dibuka untuk dibaca lalu dilipat kembali. Kalau alamat yang diberikan Kim Heechul memang benar, maka inilah gedung apartemen tempat tinggal Kim So Eun. Dan yang harus Kim Bum lakukan sekarang adalah mencari apartemen bernomor 202 dan mengetuknya.

Kim Bum baru hendak menyeberangi jalan ketika sesuatu menangkap perhatiannya. Dari seberang jalan ia bisa melihat seorang wanita keluar dari apartemen di lantai dua. Dan jantung Kim Bum seolah-olah berhenti berdetak sesaat ketika ia mengenali wanita itu.

Kim So Eun. Itu Kim So Eun.

Mata Kim Bum tidak terlepas dari sosok Kim So Eun yang sedang menuruni tangga batu di gedung apartemen itu. Kim Bum begitu terpaku sampai butuh beberapa detik baginya untuk menyadari bahwa ada seorang laki-laki yang menuruni tangga bersama Kim So Eun.

Kim Bum menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas. Siapa laki-laki itu? Apa hubungannya dengan Kim So Eun? Apa...?

Namun pertanyaan berikutnya tidak sempat terpikirkan oleh Kim Bum karena pada saat itu Kim So Eun dan laki-laki itu sudah tiba di lantai dasar dan Kim Bum bisa melihat Kim So Eun sedang tersenyum. Tersenyum kepada laki-laki di sampingnya. Senyum yang tidak pernah dilihat Kim Bum sebelumnya. Orang-orang yang melihat senyum seperti itu tidak mungkin salah mengartikannya. Senyum itu berarti... Oh, sialan. Sekarang laki-laki itu mengatakan sesuatu yang membuat senyum Kim So Eun melebar, lalu tertawa.

Kim Bum langsung merasakan sesuatu menghujam jantungnya dan kakinya seolah-olah tertancap ke tanah tempatnya berdiri. Ia tidak bisa bergerak. Seluruh tubuhnya terasa membatu. Berat.

Kim So Eun sama sekali tidak menyadari keberadaan Kim Bum di seberang jalan. Ia dan laki-laki itu berjalan meninggalkan gedung apartemen dan mulai berjalan menyusuri jalan, menjauhi Kim Bum. Lalu Kim Bum melihat laki-laki itu mengulurkan tangan dan menggandeng tangan Kim So Eun seolah-olah ia berhak melakukannya. Seolah-olah ia memberikan pernyataan kepada dunia bahwa Kim So Eun adalah miliknya.

Dan Kim So Eun sama sekali tidak menarik kembali tangannya. Kim So Eun membiarkan laki-laki itu menggenggam tangannya. Mereka berdua terlihat sangat gembira dan santai, seolah-olah mereka sudah sering melakukannya dan terbiasa melakukannya.

Kim Bum tiba-tiba merasa sulit bernapas. Ia hampir yakin ada yang salah dengan dirinya. Debar jantungnya tidak beraturan, dadanya mendadak terasa sangat, sangat sakit. Dan nyeri. Ia terpaksa harus berpegangan pada taksi di sampingnya supaya ia tidak jatuh terduduk di tanah. Dan di atas segalanya, ia merasakan desakan besar untuk melukai seseorang. Terutama laki-laki yang berjalan bersama Kim So Eun tadi.

Laki-laki yang menggandeng tangan Kim So Eun dan tersenyum pada Kim So Eun itu.

Oh, sialan...

Dalam kondisi setengah sadar, Kim Bum masuk kembali ke taksi dan duduk bersandar dengan mata terpejam. Seharusnya ia merasa senang. Kim So Eun terlihat baik.

Kim So Eun terlihat sehat. Kim So Eun terlihat gembira. Kim So Eun terlihat bahagia. Ya, seharusnya Kim Bum merasa senang dengan itu. Bukankah ia memang ingin melihat Kim So Eun baik-baik saja? Bukankah ia memang ingin melihat Kim So Eun bahagia?

Tentu saja. Tentu saja, tapi...

Rasa sakit di dadanya semakin menjadi-jadi dan Kim Bum meringis.

Ia memang ingin melihat Kim So Eun bahagia, tetapi ia ingin Kim So Eun bahagia bersamanya. Hanya bersamanya.

Apakah ia sudah menunggu terlalu lama? Apakah dua tahun terlalu lama?

Apakah keputusannya untuk menunggu dua tahun telah membuatnya kehilangan Kim So Eun?

Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Apa yang bisa dilakukannya sekarang?

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...