Laman

Silahkan Mencari!!!

I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...

AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...

GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!

Sabtu, 13 Agustus 2011

Spring Love (Chapter 2)



Kim Bum melangkah keluar dari flatnya di New Beat dan menarik napas dalam-dalam.

Ia mengeluarkan iPod dan memasang earphone ke telinga, lalu berjalan ke stasiun kereta bawah tanah.

Suasana hatinya saat itu sangat bertolak belakang dengan langit yang cerah.

Wajar saja. Ia baru saja berbicara dengan ayahnya di telepon. Setiap kali ia selesai berbicara dengan ayahnya, dadanya selalu terasa berat.

Tadi ia menelepon orangtuanya hanya untuk mengabarkan bahwa ia sudah tiba di Paris dengan selamat. Orangtuanya selalu mencemaskannya, selalu khawatir apabila pekerjaan Kim Bum menuntutnya pergi ke luar negeri. Sering kali Kim Bum merasa tertekan dengan kekhawatiran yang berlebihan terhadap dirinya itu. Karena itulah ia juga harus terus-menerus mengingatkan diri sendiri untuk memaklumi perasaan orangtuanya.

“Kau tahu benar kenapa mereka mengkhawatirkanmu, Kim Bum,” kata Yoon Eun Hye dulu ketika Kim Bum pertama kali mengungkapkan perasaan tertekannya kepada kakak perempuannya.

“Aku tahu, Noona,” gerutu Kim Bum, lalu mendesah. “Aku tahu.”

Kim Bum tahu benar bahwa semua kekhawatiran itu bermula dari kecelakaan lalu lintas yang menewaskan kakak laki-laki mereka, putra sulung Keluarga Bae Yong Jun, ketika sedang berada di luar negeri.

“Ayah dan Ibu sudah tua,” kata Yoon Eun Hye sambil menatap Kim Bum yang saat itu memandang kosong ke luar jendela. Ia mengerti apa yang dirasakan Kim Bum dan ia juga bisa merasakan perasaan tertekan adiknya itu, tetapi bagaimanapun juga Kim Bum sendiri harus mengerti perasaan orangtua mereka. “Karena Oppa sudah tidak ada, yang tersisa hanya kau. Hanya kau anak laki-laki yang bisa mereka andalkan untuk menjaga keluarga.”

Saat itu Kim Bum hanya diam, tidak tahu harus berkata apa, dan kembali memandang ke luar jendela.

Kereta berhenti di stasiun Century Park Corner, menyentakkan Kim Bum kembali kealam sadar. Ia menarik napas panjang. Waktunya meninggalkan masalah pribadi dan mulai bersikap profesional.

Ketika Kim Bum tiba di lokasi syuting, ia melihat para staf produksi sibuk bersiap-siap memulai proses syuting. Ia menyapa beberapa staf yang dikenalnya dan pergi mencari Song Chang Ui.

“Hyung,” panggilnya ketika ia melihat si sutradara sedang mengobrol dengan salah seorang kamerawan.

Mendengar panggilan Kim Bum, Song Chang Ui menoleh dan tersenyum lebar. “Kim Bum, senang bertemu denganmu lagi,” sahutnya ramah dan mengulurkan tangan. “Kau baru tiba kemarin, bukan? Kuharap kau tidak jet-lag. Kita hanya punya waktu tiga hari untuk syuting. Seharusnya itu bukan masalah besar, tapi jadwal kita akan sangat padat.”

Kim Bum menjabat tangan Song Chang Ui yang terulur. “Aku baik-baik saja,” kata Kim Bum. “Hyung tidak perlu khawatir.”

“Bagus.” Song Chang Ui mengangguk-angguk. “Ngomong-ngomong, lawan mainmu sudah datang. Kurasa dia sedang dirias. Kau bisa memperkenalkan diri nanti. Walaupun dia orang keturunan Jepang – Korea, Tapi dia lama dan besar di Tokyo, jadi kau jangan berceloteh kepadanya dalam bahasa Korea,” katanya. “Sebaiknya kau juga bersiap-siap. Kita akan mulai setengah jam lagi.”

Kim Bum pergi menyapa beberapa staf produksi yang sudah dikenalnya. Tiba-tiba ia mendengar seseorang berseru memanggilnya. Ia menoleh ke arah salah satu tenda dan melihat Song Hye Gyo, penata rias selebriti yang sudah dikenalnya, bersama seorang gadis berambut hitam panjang yang belum pernah dilihatnya. Nah, gadis itu pasti lawan mainnya.

“Apa kabar, Noona?” sapa Kim Bum sambil menghampiri Song Hye Gyo. Ia berhenti didepan Song Hye Gyo dan menatap wanita itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki, lalu menyipitkan mata. “Ada sesuatu yang berubah di sini. Hmm... Noona lebih kurus ya?”

Song Hye Gyo meringis, lalu tertawa. “Omong kosong. Aku tahu berat badanku tidak turun-turun walaupun aku sudah mencoga segala macam diet.”

“Tapi Noona tetap cantik,” kata Kim Bum dan menyunggingkan senyumnya yang terkenal. Kemudian ia mengalihkan perhatian kepada gadis yang satu lagi, yang duduk diam sambil menggenggam cangkir kertas dengan kedua tangan. Kim Bum mengulurkan tangan dan berkata dalam bahasa Inggris, “Dan kau pasti gadis yangmembuatku jatuh cinta.”

Gadis itu tersentak, mendongak dan menatap langsung ke arah Kim Bum. Hal pertama yang terlintas dalam pikiran Kim Bum ketika ia melihat wajah gadis itu dengan jelas adalah bahwa gadis itu mirip boneka. Matanya indah.

Dan mata itu menatap Kim Bum dengan kaget dan gugup. Dan... takut?

* * *

Kim So Eun mendongak dan menatap laki-laki berambut hitam dan bertubuh jangkung yang berdiri di dekatnya itu tanpa berkedip. Kim Bum memang tepat seperti yang digambarkan Song Hye Gyo tadi. Dan Kim So Eun memang merasa hampir pingsan, walaupun alasannya jauh berbeda dengan perkiraan Song Hye Gyo.

Sebelum Kim So Eun sempat membuka mulut, Kim Bum cepat-cepat berkata, “Dalam video musik ini, maksudku. Kau akan berperan menjadi gadis yang membuatku jatuh cinta dalam video musik ini.” Ia berhenti sejenak, lalu bertanya ragu, “Kau yang akan menjadi lawan mainku, bukan?”

Kim So Eun mengerjap satu kali, seolah-olah baru tersadar dari lamunan. Perlahan-lahan ia mengembuskan napas yang ternyata ditahannya sejak tadi dan bergumam,

“Ya.”

Kim Bum tersenyum. “Namaku Kim Bum.” katanya sambil menggerakkan tangannya yang masih terulur, mengundang Kim So Eun menjabatnya.

Kim So Eun menunduk menatap tangan Kim Bum, kemudian ia meletakkan cangkir kertasnya di atas meja dan berdiri dari kursi. Ia membungkuk sedikit sebelum menjabat tangan Kim Bum, dan bergumam, “Kim So Eun.”

“Kim So Eun,” kata Kim Bum, senyumnya melebar, “senang berkenalan denganmu.”

Tepat pada saat itu terdengar seseorang berseru memanggil Kim Bum dan mengatakan sesuatu dalam bahasa Korea. Kim Bum menoleh ke belakang dan balas menyerukan sesuatu. Kemudian ia kembali menatap Kim So Eun. Matanya bersinar geli.

“Itu penata riasku,” jelasnya dalam bahasa Inggris karena tahu Kim So Eun tidak begitu bisa berbahasa Korea. “Dia menyuruhku segera bersiap-siap karena kita akan segera mulai syuting. Aku tidak mengerti kenapa aku harus dirias kalau wajahku tidak akan disorot sepanjang video musik ini.” Ia mengangkat bahu. “Tapi sebaiknya aku menurutinya. Percayalah padaku, kau tidak mau melihat penata riasku mengamuk. Aku pernah melihatnya dan itu bukan pemandangan yang bagus.”

Setelah melambai singkat kepada Kim So Eun, Kim Bum membalikkan tubuh dan bergegas menghampiri penata rias yang sudah menunggunya.

“Dia baik sekali, bukan?” kata Song Hye Gyo ketika Kim So Eun kembali duduk dan menatap cermin.

Kim So Eun menarik napas dalam-dalam dan memaksa dirinya tersenyum kepada bayangan Song Hye Gyo di cermin. “Ya,” gumamnya, menunduk menatap jari-jari tangannya yang saling meremas.

Entah berapa lama Kim So Eun duduk di sana dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia baru tersadar dari lamunannya ketika seseorang berseu menyuruh para model berkumpul karena syuting akan segera dimulai. Kim So Eun mendongak dan menarik napas.

Saatnya meninggalkan masalah pribadi dan mulai bersikap profesional, pikir Kim So Eun dalam hati. Ini adalah pekerjaannya dan ia tahu ia bisa melakukannya.

Lakukan dan selesaikan. Hanya tiga hari. Ia hanya perlu bertahan tiga hari. Lalu semua ini akan segera berakhir.

Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...