Silahkan Mencari!!!
I'M COMEBACK...SIBUK CUY...KERJAAN DI KANTOR GI BANYAK BANGET...JD G BISA POSTING DEH...
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
AKHIRX OTAK Q PRODUKTIF LAGI BUAT FF BARU...
GOMAWOYO BWT YG DAH MAMPIR & COMMENT
HWAITING!!!
Sabtu, 06 Agustus 2011
The Right Man (Chapter 24)
Mula-mula Kim So Eun hampir tidak mengenali dokter gigi itu. Dalam T-shirt santai, Dokter Jung Yong Hwa tampil beda. Dia tampak lebih muda. Lebih rileks. Dan lebih bersahabat.
“Teman saya ingin melihat Kim Yoo Jung. Kebetulan dia sedang memerlukan pemain anak kecil untuk iklannya.”
“Terima kasih. Dokter." Kim So Eun merasa sangat terharu. Tidak menyangka Dokter Jung Yong Hwa masih ingat janjinya kepada seorang anak kecil!
"Saya boleh menjemput Kim Yoo Jung besok?"
"Dokter... menjemput Kim Yoo Jung?"
"Kalau Anda tidak keberatan."
“Tapi..."
"Anda boleh ikut jika khawatir."
"Maksud saya…"
"Merepotkan saya? Tentu saja tidak. Saya menyukai Kim Yoo Jung. Saya yakin, pemirsa TV pun akan menyukainya."
"Dan giginya yang…"
“Ompong? Tidak apa. Teman saya malah menganggapnya lucu. Apa salahnya anak-anak ompong? Mereka bukan mau ikut kontes kecantikan, kan?”
Ketika Kim So Eun menyampaikan berita itu pada Kim Yoo Jung sepulangnya dari sekolah, si bawel itu bersorak kegirangan.
"Dapat berapa uangnya, Bu?" tanyanya bernafsu sekali.
"Ibu belum tahu, Kim Yoo Jung. Kan kau juga belum tentu diterima. Masa sudah tanya honor?"
“Seharusnya Ibu tanya dulu," bantah Kim Yoo Jung seperti menyesali ibunya. "Kalau tidak cukup untuk beli obat Ibu, untuk apa aku ke sana?"
Kim So Eun mencubit pipi anaknya dengai gemas. Dan ketika itulah dia melihat Lee Young Yoo. Meletakkan tasnya dengan lesu. Tanpa berkata apa-apa Lee Young Yoo meninggalkan mereka dengan wajah muram.
Sekarang Kim So Eun yakin, firasatnya benar. Lee Young Yoo-lah yang menyebabkan Kim Yoo Jung jatuh. Karena dia iri pada adiknya!
* * *
Kim So Eun menunggu sampai dia memperoleh kesempatan berdua saja dengan Lee Young Yoo. Sengaja dia berpura-pura sakit. Dan Lee Young Yoo menawarkan diri Untuk memijati lengan ibunya.
"Kau tidak capek, Lee Young Yoo?" tanya Kim So Eun sambil berbaring di tempat tidurnya.
Lee Young Yoo menggeleng sambil terus memijat.
"Kenapa kau cemberut saja?"
Lee Young Yoo tidak menjawab. Dia berusaha menghindari tatapan ibunya.
"Karena Kim Yoo Jung?"
Lee Young Yoo menggigit bibitnya. Mencoba menahan tangis. Tetapi sia-sia. Air matanya bergulir juga. Dan menetes ke lengan Ibu.
“Ibu tahu kau berbakat, Lee Young Yoo. Pintar akting. Punya suara bagus. Tapi kadang-kadang peran yang kita mginkan, diberikan kepada orang lain. Bukan karena orang itu lebih berbakat. Tapi karena dia dianggap lebih cocok untuk peran itu. Jadi kau tidak boleh putus asa. Suatu hari, pasti ada peran yang sesuai untukmu. Dan kau bisa muncul di TV."
"Tidak mau!" Suara Lee Young Yoo berbaur antara malu, kesal dan putus asa.
“Tidak apa-apa kalau kau tidak mau. Tapi kalau Kim Yoo Jung yang muncul duluan, kau tidak marah, kan? Kim Yoo Jung juga ingin cari uang untuk beli obat Ibu. Jadi jangan dimusuhi, ya?"
Lee Young Yoo tidak menjawab. Tetapi Kim So Eun tahu dia sedang kesal. Bukan karena Kim Yoo Jung bisa mencari uang. Tapi karena dia yang terpilih.
Mengapa orang-orang lebih menyukai adiknya? Padahal apa kelebihannya? Sudah bawel, ompong, lagi!
"Lee Young Yoo." Kim So Eun membelai-belai kepala anaknya dengan lembut. "Iri hati itu perbuatan yang sangat buruk. Lebih-lebih kepada adik sendiri."
Lama Lee Young Yoo berdiam diri. Ketika dia membuka mulutnya lagi, suaranya kental dibalut geram.
"Kenapa orang-orang lebih menyukai Kim Yoo Jung, Bu? Kim Yoo Jung lebih cantik dariku?"
"Tidak, Lee Young Yoo. Bukan karena itu. Kau sama cantiknya. Sama berbakatnya. Bedanya, Kim Yoo Jung lebih cocok untuk peran itu. Suatu hari nanti, kalau ada peran yang cocok untukmu, pasti kau yang akan terpilih."
* * *
"Club Malam?" belalak Kim So Eun kaget. "Tidak, Park Ji Yeon! Ibu tidak setuju kau kerja di tempat seperti itu!"
"Apa salahnya kerja jadi DJ?"
"Ibu khawatir, Park Ji Yeon. Di sana kan kerjanya malam!"
"Lalu aku harus kerja apa, Bu? Harus ada yang cari uang di rumah ini, kan? Kata Ibu, nasi tidak datang sendiri ke rumah kita!"
Ya Tuhan, keluh Kim So Eun sedih. Beri aku kekuatan! Supaya aku dapat mengayomi keluargaku!
Ketika melihat paras ibunya berubah duka, Park Ji Yeon tidak berkata apa-apa lagi. Dia menyingkir ke atas. Langsung masuk ke kamarnya. Dan tidak keluar lagi dari sana.
Sementara Kim So Eun masih tepekur seorang diri di depan meja makan. Pekerjaan apa yang dapat dilakukannya sekarang? Tubuhnya masih, lemah. Dada, bahu, dan punggungnya masih sering sakit. Lengan kirinya sering kesemutan. Dan dia masih harus menjalani radiasi.
Tetapi keluarganya tidak dapat menunggu. Mereka membutuhkan uang untuk makan. Untuk membayar kontrak rumah. Dan untuk membiayai uang sekolah Lee Young Yoo dan Kim Yoo Jung. Dari mana dia harus memperoleh uang sebanyak itu kalau tidak bekerja?
* * *
Dokter Gigi Jung Yong Hwa begitu sopan. Begitu ramah. Begitu penuh perhatian. Sampai Kim So Eun merasa rikuh.
“Terima kasih untuk segalanya, Dokter," katanya ketika Dokter Jung Yong Hwa mengantarkannya ke rumah sore itu. "Kenapa sebaik ini pada Kim Yoo Jung?"
"Kim Yoo Jung lucu dan berbakat. Lagi pula dia ingin tampil di TV bukan karena ingin jadi bintang. Tapi karena ingin mencari uang untuk pengobatan ibunya. Coba katakan, tidak bolehkah saya bersimpati kepada bocah berumur 10 tahun yang begitu luar biasa?"
“Kim Yoo Jung jangan dipuji terus, Dokter. Nanti hidungnya panjang!”
Kim So Eun tersenyum tipis sambil mencubit ujung hidung putrinya dengan lembut.
"Ucapkan terima kasih kepada Dokter Jung Yong Hwa, Kim Yoo Jung!"
“Terima kasih banyak, Dokter!" seru Kim Yoo Jung sambil membuka pintu mobil. Aku pasti diterima, kan?"
"Pasti," sahut Dokter Jung Yong Hwa mantap.
"Walaupun gigi-ku ompong?"
"Tidak ada masalah. kau malah jadi tambah menggemaskan!"
Kim Yoo Jung melompat turun dari mobil. Dan berlari-lari ke dalam rumah dengan riang. Di depan pintu saja dia sudah berteriak-teriak memanggil neneknya.
"Kim Yoo Jung memang lucu." Dokter Jung Yong Hwa tersenyum geli. "Saya ingin sekali punya anak seperti dia."
"Dokter sudah punya anak?"
"Oh, saya belum menikah!"
"Maaf...."
"Tidak apa-apa."
"Saya permisi dulu, Dokter."
"Nanti kalau sudah ada kabar dari teman saya, Kim Yoo Jung akan saya jemput lagi untuk shooting."
"Aduh, jangan merepotkan, Dokter! Biar kami saja yang ke sana!"
"Tidak apa-apa. Hari Rabu dan Sabtu memang saya tidak praktek. Kalau anda tidak keberatan, Kim Yoo Jung saya jemput."
"Tentu saja tidak. Tapi..."
"Boleh tanya sesuatu yang lain?"
"Tentang apa?" tanya Kim So Eun, agak terkejut mendengar nada suara dokter gigi itu.
"Tentang anda."
"Saya?"
"Benar anda mengidap kanker?"
Sejenak napas Kim So Eun tertahan.
"Payudara," Kim So Eun menghembuskan kata itu bersama napasnya.
"Maafkan kelancangan saya...."
"Tidak apa."
"Boleh tahu sudah stadium berapa?"
"Dua."
"Sudah dioperasi?"
"Sudah. Tapi saya masih harus menjalani radiasi."
"Karena itu Kim Yoo Jung perlu uang." Dokter Jung Yong Hwa menghela napas panjang. "Dia benar-benar anak yang hebat."
"Terima kasih sekali lagi. Dokter. Selamat sore."
"Selamat sore. Senang dapat mengenal Anda lebih dekat."
Alangkah baiknya dia, pikir Kim So Eun ketika mobil dokter gigi itu meluncur pergi. Seorang dokter muda yang sibuk. Tetapi masih mau meluangkan waktu untuk menolong pasiennya.
"Benar Kim Yoo Jung pasti diterima, Kim So Eun?" tanya Nenek begitu Kim So Eun masuk.
"Pasti kan, Bu?" potong Kim Yoo Jung bersemangat.
"Huu, Kenapa Nenek selalu Tidak percaya kalau aku yang mengatakannya!"
"Betul, Kim So Eun?" desak Nenek penasaran.
"Betul, Bu."
Kim So Eun duduk di kursi dengan letih. Akhir-akhir ini tenaganya mudah sekali terkuras habis.
“Benar kan, Nek?” sorak Kim Yoo Jung bangga. "Nenek percaya, tidak?"
* * *
"Astaga, Park Ji Yeon!" Nenek memekik tertahan begitu membuka pintu depan. "Ada apa?"
"Sst! Jangan ribut, Nek!" Park Ji Yeon menyelinap masuk dan buru-buru menutup pintu. "Nanti Ibu bangun!"
"Kenapa, Park Ji Yeon?" tegur Baek Suzy yang sudah muncul di belakang Neitek. "Siapa yang mengejarmu?"
"Ada penggerebekan di Club Malam." Park Ji Yeon menyusut peluhnya sambil mengatur napasnya. "Untung aku masih sempat kabur!"
"Kenapa digerebek?" desak Nenek curiga.
"Ah, Nenek itu Tahu apa!? Sudah Jangan ribut!"
Buru-buru Park Ji Yeon menyelinap ke belakang. Tetapi Baek Suzy terus mengikutinya.
"Kenapa polisi merazia Club Malam-mu? Ada penari bugil di sana?"
"Obat terlarang," sahut Park Ji Yeon sambil meneguk dua gelas air. "Untung aku masih sempat lolos."
"Kau terlibat?" cetus Baek Suzy kaget. "Kau Minum obat-obatan seperti itu?"
"Tentu saja tidak!" Park Ji Yeon meletakkan gelasnya dengan kesal. "Uang saja tidak punya, bagaimana bisa beli obat seperti itu!"
"Kalau begitu, untuk apa kabur?"
"Kalau aku masih di sana, aku bisa ikut digiring ke kantor polisi!"
"Tapi kau salah apa? Kau kan cuma DJ! Bukan pengedar obat!"
"Ala, sudahlah! Kau sama cerewetnya dengan Nenek! Sebentar lagi rambutmu akan beruban, seperti Nenek!"
Bersambung…
Chapter 10 ... Chapter 11
Chapter 9 ... Chapter 12
Chapter 8 ... Chapter 13
Chapter 7 ... Chapter 14
Chapter 6 ... Chapter 15
Chapter 5 ... Chapter 16
Chapter 4 ... Chapter 17
Chapter 3 ... Chapter 18 ... Chapter 23
Chapter 2 ... Chapter 19 ... Chapter 22
Chapter 1 ... Chapter 20 ... Chapter 21
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar